Halo semuanya! Tidak terasa, sudah delapan
hari blog ini tidak update lagi. Beberapa teman bertanya mengenai
ini. Mengapa Dodo mengubah nama blog-nya menjadi Kangg Mas Joe?
Dari mana asal-usulnya? Dari mana nama Joe? Kenapa harus ada Mas, setelah
itu ada Kangg pula. Ditambah lagi, huruf ge-nya ternyata ada dua!
Langsung saja, agar kamu tidak penasaran
lagi. Mari kita mulakan!
Joe. Ada dua sebab terkait nama ini.
Pertama, nama itu adalah nick-name dari
nama Pakdhe (paman)ku. Nama asli pamanku adalah.... Rahasia (ga jadi di-publish,
masalah privasi. Kalo di riil-laif kamu kenal denganku, kamu pasti
terkejut mengetahui siapa beliau sebenarnya hiihihii).
Di hampir setiap buku-buku milik belio di
lemari, selalu tertulis nama Joe. Bahkan, di ponsel Nokia
miliknya juga tertulis nama pengguna demikian (aku sering main gim di hape
Nokia belio ketika masih SD).
Well, menurutku nama ini keren.
Kedua, nama panggilanku selain Dodo,
Dodo, Dodo’ atau Dou-dou (baca selengkapnya: Siapa Namamu?), adalah
Joe! Beneran, ga bohong! Walopun yang panggil begitu hanya lima orang.
Iyaak, kamu tidak salah baca. Lima orang!
Mereka adalah teman dan adik kelasku
ketika SMA. Bisa dibilang, circle alias lingkaran alias halaqoh
terdekatku. Bagaimana sejarahnya nama Joe bisa muncul? Ceritanya
panjang. Bahkan, aku juga sudah lupa. Wkowkwk.
Kapan-kapan, mungkin kalo aku sudah ingat,
akan aku ceritakan.
Baca juga;
Oh yaa, aku sekarang sudah ingat.
Intinya, Joe adalah salah satu
tokoh fiksi yang aku ciptakan ketika SMA. Cerita simpelnya, Joe punya
teman perempuan alias girl-friend yang bernama Cha. Mereka berdua
hanya berteman dekat, persahabatan biasa antara laki-laki dan perempuan.
Sayangnya, Joe dan Cha tidak berpacaran. Sebab mereka anak Rohis
yang didoktrin kalo pacaran adalah haram. WKWKOWKWK.
Ini rahasia terakhir.
Tokoh Cha merupakan tokoh yang
benar-benar ada. Dia adalah teman satu kelasku di SMA, yang nampaknnya
sebentar lagi akan menikah. Lagi-lagi lima orang tadi yang mengetahui
keberadaannya. Jadi, bisa dikatakan cerita Joe dan Cha adalah “cerita
khayalan” dari aku dan kelima orang teman terdekatku.
Eh, apa sih. Ga jelas!
Yaa maap.
Kenapa akhirnya aku memilih nama seperti
ini?
Aku baru ingat, ada satu bagian yang
terlewat yang seharusnya diceritakan di awal. Kenapa harus Joe.
Jujur, aku terinspirasi dari nama tutor
(guru les) Bahasa Inggrisku. Dia memperkenalkan diri sebagai Kak Zie.
Menurutku, nama Zie adalah nama yang keren dan kebarat-baratan.
Ternyata, di kemudian hari, nama asli tutor tersebut adalah Kak Fauziyah (aku
pernah bercerita di postingan Santuy-nya Liberalisme).
Tidak hanya Kak Zie. Aku juga punya dua
tutor lain yang memiliki nama panggilan kebarat-baratan. Padahal nama aslinya
Indonesia sekali. Nama panggilan mereka adalah Mr. Sue dan Mr. Jack.
Coba tebak, siapa nama asli mereka?
Susanto untuk Mr. Sue dan Joko untuk Mr. Jack.
Sungguh mengejutkan sekali, bukan!
Kembali ke cerita SMA.
Temanku menyaranku untuk ikut mengubah
nama menjadi keren dan kebarat-baratan. Awalnya, aku menggunakan nama Doe.
Tapi menurutku tidak keren. Karena aku ingat nick-name pamanku yang
menurutku keren, maka aku putuskan untuk menggunakan nick-name tersebut.
Joe.
Jadi, ceritanya sinkron dengan di awal
yaa, hehee.
Masuk ke bagian kedua. Mas.
Nama “tokoh” yang aku ciptakan di awal,
sebenarnya adalah Mas Joe. Lima orang itu terkadang memanggil aku dengan
sebutan demikian. Walaupun terkadang dipanggil dengan Kak Joe. Wajar
saja, di Palembang orang biasa memanggil “kak”, jarang menggunakan “mas”.
Jadi, aku menyematkan “mas” di nama
tersebut, sebab ingin mem-branding bahwa aku adalah orang Jawa. Aku
bangga dengan identitas ke-Jawa-an-ku, (walupun aku saat ini tidak belum
bisa berbahasa Jawa). Di Palembang tidak banyak orang Jawa. Suku Komering dan
suku Sumatera lainnya yang cukup dominan di sini.
Oh yaa, karena sudah kepalang ngomongin
Jawa. Aku mau cerita di sini. Ada hal unik ketika aku pergi ke Tanah Jawa. Di sana,
aku mengaku sebagai orang Palembang. Tidak hanya mengaku, sih. Tapi Pakdhe dan
Budhe yang ada di Jawa, bilang kalo aku adalah orang Palembang, bukan orang
Jawa. Haha.
Namun, di sisi lain. Ketika di sini, di
Palembang. Aku tidak mengaku sebagai orang Palembang, melainkan mengaku sebagai
orang Jawa. Nanti orang Palembang “asli” bakal marah kalo aku ngaku-ngaku jadi
orang Palembang wkwkkw.
Lanjut ke bagian terakhir. Kangg. Ge-nya
ada dua.
Beberapa teman menganggap, bagian ini
sangat mengganggu. Kenapa pula ada dua huruf ge. Kenapa tidak satu saja ge-nya.
Jawabannya simpel. Karena Instagram!
Seperti di paragraf sebelumnya, aku telah
bilang bahwa nama awalnya adalah Mas Joe. Aku mencoba dengan nama
seperti itu, ternyata tidak diizinkan Instagram, user name-nya terlalu
pendek. Maka aku mencari suatu kata yang cocok untuk menemani Mas. Dapatlah
Kang yang ternyata cocok; Kang Mas.
Maka, akun Instagram milikku bernama @kang_mas.joe.
Waktu terus berjalan, menurutku nama ini
terlalu alay. Ada dua simbol. Pertama underscore, kedua titik.
Maka, aku coba hilangkan satu saja. Lagi-lagi Instagram tidak mengizinkan.
Karena karakter atau jumlah hurufnya terlalu sedikit. Masih kurang. Maka, untuk
mencukupkan jumlah karakter yang diminta, aku tambah saja huruf ge satu lagi.
Maka, saat ini nama Instagram milikku telah berubah menjadi @kanggmas_joe.
Jangan lupa di-follow yaak, wkkwwk!
***
Menuju ke alasan utama.
Tulisan di atas sebenarnya adalah basa-basi
saja. Haha.
Alasan utama aku mengubah nama blog
adalah, aku ingin lebih menjaga privasi. Kata orang, privasi itu mahal. Jadi,
aku sedikit demi sedikit mulai membatasi aktivitas media sosialku. Biarkan
orang tidak mengetahui apa yang terjadi padaku. Siapa diriku sebenarnya. Itu
bukan urusan orang lain.
Aku salut kepada Mbak Creameno, atau Mbak Lia si Peri Kecil, atau Pakdhe Agus. Nampaknya, mereka tidak mau menceritakan
diri mereka secara detail. Bahkan, fotonya pun tidak terpampang. Jadi, apabila
suatu saat bertemu, mungkin aku tidak tahu bahwa orang yang berada di depanku
adalah orang yang kerap kali saling berkomentar di Blog.
Kemudian, aku juga teringat salah satu video seminar
yang aku tonton di Youtube. Bang Tere Liye bercerita, dia berada di suatu pesawat,
dan orang di sebelahnya sedang membaca buku karya beliau. Orang itu tidak tahu,
bahwa penulis bukunya sedang berada persis di sebelahnya.
Biarkan orang mengenal karya kita, bukan
mengenal siapa diri kita. #Eaaakk