Kangg Mas Joe

Ge nyo ado duo!

Halo semuanya! Tidak terasa, sudah delapan hari blog ini tidak update lagi. Beberapa teman bertanya mengenai ini. Mengapa Dodo mengubah nama blog-nya menjadi Kangg Mas Joe? Dari mana asal-usulnya? Dari mana nama Joe? Kenapa harus ada Mas, setelah itu ada Kangg pula. Ditambah lagi, huruf ge-nya ternyata ada dua!

Langsung saja, agar kamu tidak penasaran lagi. Mari kita mulakan!

Joe. Ada dua sebab terkait nama ini.
Pertama, nama itu adalah nick-name dari nama Pakdhe (paman)ku. Nama asli pamanku adalah.... Rahasia (ga jadi di-publish, masalah privasi. Kalo di riil-laif kamu kenal denganku, kamu pasti terkejut mengetahui siapa beliau sebenarnya hiihihii).
Di hampir setiap buku-buku milik belio di lemari, selalu tertulis nama Joe. Bahkan, di ponsel Nokia miliknya juga tertulis nama pengguna demikian (aku sering main gim di hape Nokia belio ketika masih SD).
Well, menurutku nama ini keren.

Kedua, nama panggilanku selain Dodo, Dodo, Dodo’ atau Dou-dou (baca selengkapnya: Siapa Namamu?), adalah Joe! Beneran, ga bohong! Walopun yang panggil begitu hanya lima orang. Iyaak, kamu tidak salah baca. Lima orang!
Mereka adalah teman dan adik kelasku ketika SMA. Bisa dibilang, circle alias lingkaran alias halaqoh terdekatku. Bagaimana sejarahnya nama Joe bisa muncul? Ceritanya panjang. Bahkan, aku juga sudah lupa. Wkowkwk.
Kapan-kapan, mungkin kalo aku sudah ingat, akan aku ceritakan.

Baca juga;
   Ghibah-in Tetangga
   Nulis Baso Plembang
   Tertypu

Oh yaa, aku sekarang sudah ingat.
Intinya, Joe adalah salah satu tokoh fiksi yang aku ciptakan ketika SMA. Cerita simpelnya, Joe punya teman perempuan alias girl-friend yang bernama Cha. Mereka berdua hanya berteman dekat, persahabatan biasa antara laki-laki dan perempuan. Sayangnya, Joe dan Cha tidak berpacaran. Sebab mereka anak Rohis yang didoktrin kalo pacaran adalah haram. WKWKOWKWK.

Ini rahasia terakhir.
Tokoh Cha merupakan tokoh yang benar-benar ada. Dia adalah teman satu kelasku di SMA, yang nampaknnya sebentar lagi akan menikah. Lagi-lagi lima orang tadi yang mengetahui keberadaannya. Jadi, bisa dikatakan cerita Joe dan Cha adalah “cerita khayalan” dari aku dan kelima orang teman terdekatku.
Eh, apa sih. Ga jelas!
Yaa maap.

Kenapa akhirnya aku memilih nama seperti ini?
Aku baru ingat, ada satu bagian yang terlewat yang seharusnya diceritakan di awal. Kenapa harus Joe.
Jujur, aku terinspirasi dari nama tutor (guru les) Bahasa Inggrisku. Dia memperkenalkan diri sebagai Kak Zie. Menurutku, nama Zie adalah nama yang keren dan kebarat-baratan. Ternyata, di kemudian hari, nama asli tutor tersebut adalah Kak Fauziyah (aku pernah bercerita di postingan Santuy-nya Liberalisme).

Tidak hanya Kak Zie. Aku juga punya dua tutor lain yang memiliki nama panggilan kebarat-baratan. Padahal nama aslinya Indonesia sekali. Nama panggilan mereka adalah Mr. Sue dan Mr. Jack.
Coba tebak, siapa nama asli mereka? Susanto untuk Mr. Sue dan Joko untuk Mr. Jack.
Sungguh mengejutkan sekali, bukan!

Kembali ke cerita SMA.
Temanku menyaranku untuk ikut mengubah nama menjadi keren dan kebarat-baratan. Awalnya, aku menggunakan nama Doe. Tapi menurutku tidak keren. Karena aku ingat nick-name pamanku yang menurutku keren, maka aku putuskan untuk menggunakan nick-name tersebut. Joe.
Jadi, ceritanya sinkron dengan di awal yaa, hehee.

Masuk ke bagian kedua. Mas.
Nama “tokoh” yang aku ciptakan di awal, sebenarnya adalah Mas Joe. Lima orang itu terkadang memanggil aku dengan sebutan demikian. Walaupun terkadang dipanggil dengan Kak Joe. Wajar saja, di Palembang orang biasa memanggil “kak”, jarang menggunakan “mas”.

Jadi, aku menyematkan “mas” di nama tersebut, sebab ingin mem-branding bahwa aku adalah orang Jawa. Aku bangga dengan identitas ke-Jawa-an-ku, (walupun aku saat ini tidak belum bisa berbahasa Jawa). Di Palembang tidak banyak orang Jawa. Suku Komering dan suku Sumatera lainnya yang cukup dominan di sini.

Oh yaa, karena sudah kepalang ngomongin Jawa. Aku mau cerita di sini. Ada hal unik ketika aku pergi ke Tanah Jawa. Di sana, aku mengaku sebagai orang Palembang. Tidak hanya mengaku, sih. Tapi Pakdhe dan Budhe yang ada di Jawa, bilang kalo aku adalah orang Palembang, bukan orang Jawa. Haha.

Namun, di sisi lain. Ketika di sini, di Palembang. Aku tidak mengaku sebagai orang Palembang, melainkan mengaku sebagai orang Jawa. Nanti orang Palembang “asli” bakal marah kalo aku ngaku-ngaku jadi orang Palembang wkwkkw.

Lanjut ke bagian terakhir. Kangg. Ge-nya ada dua.
Beberapa teman menganggap, bagian ini sangat mengganggu. Kenapa pula ada dua huruf ge. Kenapa tidak satu saja ge-nya. Jawabannya simpel. Karena Instagram!

Seperti di paragraf sebelumnya, aku telah bilang bahwa nama awalnya adalah Mas Joe. Aku mencoba dengan nama seperti itu, ternyata tidak diizinkan Instagram, user name-nya terlalu pendek. Maka aku mencari suatu kata yang cocok untuk menemani Mas. Dapatlah Kang yang ternyata cocok; Kang Mas.
Maka, akun Instagram milikku bernama @kang_mas.joe.

Waktu terus berjalan, menurutku nama ini terlalu alay. Ada dua simbol. Pertama underscore, kedua titik. Maka, aku coba hilangkan satu saja. Lagi-lagi Instagram tidak mengizinkan. Karena karakter atau jumlah hurufnya terlalu sedikit. Masih kurang. Maka, untuk mencukupkan jumlah karakter yang diminta, aku tambah saja huruf ge satu lagi. Maka, saat ini nama Instagram milikku telah berubah menjadi @kanggmas_joe. Jangan lupa di-follow yaak, wkkwwk!


***

Menuju ke alasan utama.
Tulisan di atas sebenarnya adalah basa-basi saja. Haha.

Alasan utama aku mengubah nama blog adalah, aku ingin lebih menjaga privasi. Kata orang, privasi itu mahal. Jadi, aku sedikit demi sedikit mulai membatasi aktivitas media sosialku. Biarkan orang tidak mengetahui apa yang terjadi padaku. Siapa diriku sebenarnya. Itu bukan urusan orang lain.

Aku salut kepada Mbak Creameno, atau Mbak Lia si Peri Kecil, atau Pakdhe Agus. Nampaknya, mereka tidak mau menceritakan diri mereka secara detail. Bahkan, fotonya pun tidak terpampang. Jadi, apabila suatu saat bertemu, mungkin aku tidak tahu bahwa orang yang berada di depanku adalah orang yang kerap kali saling berkomentar di Blog.

Kemudian, aku juga teringat salah satu video seminar yang aku tonton di Youtube. Bang Tere Liye bercerita, dia berada di suatu pesawat, dan orang di sebelahnya sedang membaca buku karya beliau. Orang itu tidak tahu, bahwa penulis bukunya sedang berada persis di sebelahnya.

Biarkan orang mengenal karya kita, bukan mengenal siapa diri kita. #Eaaakk



What is your name? 
Maa ismuka? 
Jenenge sopo? 
Namina saha? 
Namo kau siapo? 
Itu semua punya arti yang sama dalam Bahasa Indonesia; Siapa namamu?

Yaa, di postingan perdana dalam alamat blog yang baru (#eaaak), aku mau memerkenalkan namaku. Nama panggilanku sebenarnya simpel. Dodo.
Akan tetapi, ada tiga versi dalam nama panggilan ini. Selama aku hidup dua puluh tiga tahun, beginilah orang-orang memanggil namaku. Ada tiga versi. Pertama, Dodo. Kedua, Dodo. Dan ketika Dodo'.
Eh, apa bedanya?? Silahkan disimak paparan di bawah ini!

1. Dodo
Keluargaku memanggil aku seperti ini. Bapak, Mamak, Pakdhe, Budhe, Paklek, Bulek, Om, Tante, Uwak, Mamang, Bibik, Adek, Ayuk, Kakak, Mbak, dll. Mereka semua, mayoritas, memanggilku Dodo.

Bagaimana pelafalannya? Huruf o, seperti o pada nama umum orang Jawa. Sukarno, Suharto, Susilo, Yudhoyono, Prabowo dan Joko Widodo.
Atau, jika kamu bingung, seperti huruf o dalam beberapa huruf Arab. Kho, ro, sho, dho,  tho, zho, gho, dan qo. Apabila kita gunakan pada nama seperti ini huruf o-nya. Khoirul, Rohman, Sholihin, Dhodho #ehh, Thoha, Zhohri, Ghofur, dan Qomar.
Jika dalam diksi Bahasa Indonesia, mungkin sama dengan orang, wortel, robot, tolol, togel, tongkol dll.

Menurut survey sederhanaku, orang memanggilku dengan cara seperti ini ada sekitar 35% saja. Tidak banyak.

2. Dodo
Masuk ke bangku sekolah, muncul panggilan aneh yang asing menurutku. Dodo. Banyak teman-teman, guru dan dosen yang memanggilku seperti ini.

Cara membaca huruf o-nya seperti o pada kuno, elo, burjo atau bakso . Atau go dalam Bahasa Inggris kali yaak. Jika dipakai pada nama orang, huruf o seperti pada nama Ronaldo, Ronaldinho, Roberto, Fernando, Fablo, Aldo, dan sebagainya.

Kelompok ini adalah mayoritas, ada sekira 60% penduduk yang memanggil seperti ini.

3. Dodo'
Well, ini adalah kelompok minoritas. Hanya 5% saja dari populasi.
Bagimana cara membacanya? Mirip seperti jenis pertama, namun di akhir ada seperti huruf hamzah yang di-sukun-kan (kalo kamu belajar baca Quran pasti ngerti apa yang aku maksud).
Jadi, Dodo' itu seperti Bapak atau Ibuk atau gilaak atau ndak. Gitu lah pokoknya, hahaa. Huruf k di akhir contoh kata tadi, tidak benar-benar k, kan?

Edit tambahan;
4. Dou-dou
Aku baru sadar, kalau seorang bule biasanya agak sulit menyebutkan nama orang Indonesia. Aku punya guru Bahasa Inggris, seorang Turki. Belio memanggilku seperti itu. Hahaha.
Tapi, itu untuk awal-awal saja. Setelah beberapa pertemuan, dia sudah bisa memanggilku seperti orang Indonesia pada umumnya. Sang guru berlatih keras bagaimana prononsesyen yang benar atas namaku.
By the way, guruku saat ini telah pulang ke Turki. Entah kapan bisa berjumpa dengannya lagi. Hikss :((

***

Dodo lebih senang dipanggil seperti apa?
Ini adalah pertanyaan yang menarik. Aku pribadi lebih suka dengan panggilan pertama, karena itu bagaimana orang tua ku memanggil. Jadi aku menghargai mereka. Inilah perjuanganku agar kamu memanggil namaku dengan benar, dan perjuanganku untuk selalu menghargai jasa orang tua! #Eaak #pesanMoral
Jadi, gimana cara kamu memanggilku? Share di kolom komentar, yaak! :)

***

Haloo, jangan terkejut ketika kamu berkunjung ke blog ini, alamatnya sudah berubah. Dari awalnya dodonugraha.blogspot.com, kini berubah menjadi kanggmasjoe.my.id (ge nya ada dua).
Pada postingan selanjutnya, aku akan cerita, insyaa Allah!


Dodo Nugraha alias Kangg Mas Joe
Jujur saja, tulisan ini terinspirasi dari Mbak Lia sang Pemimpi ~ si Peri Kecil (eh, bener ga namanya?). Aku ter-trigger atas tulisannya yang menceritakan bahwa sudah baca tujuh puluh dua buku di tahun 2020, dan me-review beberapa buku yang doi baca.

Aku memang telah membaca beberapa buku di tahun 2020, walaupun tidak sebanyak mbak Lia. Aku akan membahas di sini, sekaligus buat pencitraan (sesuai dengan judul). Biar dikira rajin baca buku. Padahal, aselii nya mah kagak! Ehehe.


Foto di atas adalah rak buk milikku, tidak banyak memang isinya. Dan juga masih banyak yang masih terplastik, belum dibuka. Ada juga yang plastiknya udah dibuka, tapi belum selesai dibaca. Wowkwok.

Jadi, buku apa aja yang udah aku baca? Cekidot!


Bulan Terbelah di Langit Amerika


Buku ini aku mulai baca di bulan Desember 2019, dan selesai pada Januari 2020. Kalo ga salah sih, gitu. Harganya Rp 20.000. Aku beli di Gramedia, di rak buku diskon. Lumayan. Ini novel yang cukup terkenal beberapa tahun lalu. Sebelum membacanya, aku telah menonton film ini sebelumnya, ketika masih jadi siswa SMA. Itulah sebab aku tertarik untuk membelinya.

Buku ini bercerita tentang seorang tokoh Hanum dan Rangga (sesuai nama asli penulisnya, tapi aku tidak tahu apakah ini kisah nyata  atau tidak). Dikisahkan tentang pertanyaan Apakah Dunia akan Lebh Baik tanpa Islam? Kira-kira seperti itu. Dan di akhir cerita, terjawab pertanyaannya. Ada tokoh yang sangat membenci Islam (sebab dilatari oleh peristiwa "terorisme" 9/11), akhirnya ia tersadar. Dan tokoh Hanum, menjadi ber-hijrah. Sebelumnya tidak menggunakan jilbab, kemudian memutuskan untuk mengenakan jilbabnya.

Menurutku, bukunya cukup lambat dalam alurnya. Jadi, aku tidak terlalu menikmatinya. Aku lebih suka menonton filmnya daripada membaca bukunya. Overall, buku ini tetap menarik. Banyak hikmah yang didapat.


Strategi B25


Masih dari rangkaian buku diskon Gramedia, buku ini juga seharga Rp 20.000. Strategi mengenai bisnis properti (dan bisnis lainnya) agar bisa lebih maju dan berkembang. Banyak strategi yang diajarkan di buku tersebut. Salah satu yang aku ingat adalah, tentang hutang. Penulis buku, yang juga praktisi bisnis properti, mengatakan bahwa untuk memulai bisnis janganlah melalui hutang. Kenapa? Bisnis belum tentu laku, tapi membayar hutang adalah pasti. Kalo bisnis kita rugi, hutang tetaplah harus dibayar. Itu resiko yang cukup besar.

Di bab terakhir, dijelaskan mengenai strategi utama yang sangat menarik. Namun, aku sebagai seorang muslim, tidak bisa menerapkan strategi utamanya. Sebab, dalam kepercayaanku, ada batasan dalam berbisnis. Kami tidak bisa menghalalkan segala cara. Cara yang diajarkan di buku itu, ternyata bersistem dengan riba dan gharar. Dosa riba yang paling ringan adalah, sama dengan berhubungan badan dengan ibu kandung sendiri. Seram sekali, bukan!
So, bagiku hal ini tidak bisa ditawar. Hehehe.


Memotret Milky Way


Buku ketiga dari perburuan buku diskon Gramedia, wkwkkw. Harganya Rp 10.000. Berisi foto-foto angkasa. Menurutku foto-fotonya cukup indah, dari pandanganku sebagai orang awam dalam dunia fotografi.


Kiss The Kong


Lagi-lagi, perburuan buku diskon belum usai. Buku ini harganya juga sama, Rp 10.000. Menjelaskan tentang bagaimana strategi closing ke suatu perusahaan, dengan posisi kita adalah karyawan suatu perusahaan mitra (B2B). King kong di sini adalah boss dari perusahaan yang hendak menjadi target closing kita. 


Rentenir Penolong Pedagang Kecil


Buku terakhir dari preburuan diskon. Ekspetasi awalku ketika membeli ini adalah, pasti akan  bercerita tentang kiat-kiat menghadapi rentenir bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Aku sangat butuh asupan materi tentang menghadapi rentenir, karena aku memang berencana untuk "memerangi" riba, terutama masyarakat menengah ke bawah. Banyak yang tak faham bahwa rentenir adalah riba, dan itu tidak dibenarkan dalam agama. #Eaakk
Nyatanya? Kamu bisa lihat sendiri daftar isi dan bab pertama buku ini.



Sejujurnya, aku awalnya berniat untuk memfoto sendiri buku yang aku miliki. Karena sudah kadung kesal, kecewa dengan ini bukunay yang click-bait, aku sudah menyimpan bukunya ke gudang, bukunya tidak aku selesaikan. Aku simpan di box tempat buku-buku lama. Kemarin aku hendak mencari buku  itu, namun tidak ketemu. Jadi, aku mencari referensi lewat Google saja. Hehhee.

Well, kenapa bukunya malah bahas politik? -_-
Kemudian, isinya juga cukup tendensi ke kelompok Islam Politik yang dianggap menolak Jokowi-Ahok menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Menurutku adalah wajar sebagian ummat Islam menolak dipimpin oleh minoritas karena mereka mayoritas. Coba logikanya dibalik. Apakah mayoritas ummat Hindu di Bali akan menolak ataukah menerima apabila ada seorang Muslim yang ingin menjadi Gubernur di sana?


Notes from Qatar


Buku ini bukan buku diskon, tapi pemberian dari girl-friend alias teman perempuanku. Doi memberi beberapa buku lamanya kepadaku dan dengan senang hati aku terima (walaupun sampai sekarang belum semuanya dibaca). Buku ini ditulis oleh seorang blogger. Intinya, tulisan blog yang dijadikan buku. Si penulis adalah mahasiswa di salah satu kampus yang ada di Qatar. Buku ini banyak bercerita bagaimana kehidupan dan perkuliahannya di sana. Jujur, aku jadi ingin berkuliah di Qatar juga. Hahaa!


Marmut Merah Jambu


Sama seperti buku Notes from Qatar, buku ini juga pemberian dari seorang girl-friend. Tapi, girl-friend yang lain lagi. Ehehe.
Doi memberi tiga buku kepadaku, sebab katanya mau bersih-bersih rumah. Mau "membuang" barang yang tiak diperlukan, sebab mau pindahan.... Pindah ke rumah suami alias doi mau nikah bentar lagi.. ~

Salah satu cerita yang menarik dari buku ini adalah, ketika Bang Radit sedang nge-date. Kemudian, doi-nya Bang Radit bilang bahwa dia suka sekali cerita di salah satu bab bukunya, tentang bokep bokapnya dan celana dalamnya. Bang Radit jadi merasa ilfill dengan cewek tersebut. Bang Radit lebih respect sama cewek yang ngobrol tentang kehidupan yang nyata. Maksudnya, persona Bang Radit sebagai sosok yang bodoh dan kocak di bukunya, dalam kehidupan nyata belum tentu demikian.

Jadi, kalo kamu hanya kenal dengan aku melalui media sosial, yang kesannya seperti ini. Bisa jadi kalo kamu kenal dengan aku di real life, tidaklah demikian. Media sosial hanyalah pencitraan! :")


Ngenest Ngetawain Hidup ala Ernest


Buku ini adalah buku kedua (dari tiga buku yang diberi girl friend). Ditulis oleh Ernest, seorang komika beretnis Tionghoa. Berisi banyak lawakan yang menceritkan keresahannya sebagai minoritas di Indonesia. Banyak lawakan dari buku ini sebenarnya sudah aku tonton di stand-up Koh Ernest di Youtube.


Manusia Setengah Salmon


Karena sudah membaca salah satu buku Bang Raditya Dika, aku jadi kepengen baca buku belio yang lain lagi. Walaupun udah baca berulang-ulang, tetap saja ngakak.

Buku ini, adalah buku yang bersejarah bagiku. Sebab, ini adalah buku fiksi pertama yang aku beli dengan uang sendiri. Seingatku, aku membelinya ketika kelas tiga SMP. Saat buku ini baru di-launching, beberapa temanku membicarakan buku ini dan bahkan ada yang membawannya ke sekolah dan "menyombongkan" buku itu. wkwkwk. Aku hanya bisa pinjam sebentar saja. Sebab aku kesal dan tidak enak sama teman kalo pinjam terus. Jadi aku beli sendiri saja. Hahaa!

By the way, Bang Raditya Dika adalah salah satu penulis favoritku. Style cara menulisnya, sedikit-sedikit aku ikuti, walaupun tidak sama persis. Hehehe.


Pulang, Pergi dan Pulang-Pergi





Ketiga buku ini adalah buku bersambung yang ditulis oleh Tere Liye. Buku ini menceritkan suatu konflik politik dan ekonomi dunia yang ternyata dikuasai oleh hanya segelintir orang, di belakang layar. Katanya hanya ada sembilan keluarga penguasa dunia, para elit global yang merancang konspirasi di dunia. Disebut juga shadow economy.

Aku tidak tahu, bagaimana bang Tere bisa sedetail itu menggambarkan shadow economy di bukunya. Jangan-jangan, di dunia nyata beliau memang pemain shadow economy haha!
Selain ketiga buku ini, telah ada dua buku sebelumnya yang berhubungan. Negeri di Ujung Tanduk dan Negeri Para Bedebah. Kemudian, kelanjutan dari sekuel ini adalah Bedebah di Ujung Tanduk. Sungguh strategi marketing yang sangat menarik!
Oh yaa, ketiga buku ini aku baca secara online. Beli bukunya di Google Books.


Drunken Mama, Drunken Molen dan Drunken Moster




Buku ini cukup kocak, ditulis oleh dosen ITB. Pak Pidi Baiq. Karya beliau yang fenomenal selain sekuel ini adalah Dilan dan Milea (aku lupa judul aslinya gimana, wkwk).
Yang menarik dari buku Drunken Mama, Drunken Molen dan Drunken Moster adalah di akhir buku terdapat Referensi alias Daftar Pustaka, berasal dari beberapa buku Bahasa Inggris pulaak. Penulis yang sangat serius untuk buku yang tidak serius!
Oh yaa, buku ini aku baca gratis melalui ponsel di aplikasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia; iPusnas.




Merindu Baginda Nabi dan Kembara Rindu



Buku yang ditulis oleh Ustadz Habiburrahman El-Shirazy (Kang Abik). Seorang ustadz pengasuh salah satu Ponpes di Jawa Tengah, lulusan Universitas Al Azhar Mesir. Karya beliau yang tak lekang oleh zaman adalah Ayat Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.

Kedua buku ini (bahkan buku-buku Kang Abik yang lain), punya alur yang mirip. Bercerita tentang lingkungan pesantren, keislaman, dan prestasi si tokoh utama.
Merindu Baginda Nabi menceritakan tentang seroang anak perempuan yang merupakan "anak pungut" yang diasuh oleh orang yang tepat. Akhirnya menjadi anak yang berprestasi sampai ikut program pertukaran pelajar ke Amerika dan Eropa.

Sedangkan Kembara Rindu, berkisah tentang konflik keluarga. Seorang ayah yang diam-diam berpoligami. Sedihnya, terjadi ketimpangan di sini. Anak-anak dari istri pertama hidup berkecukupan, sedangakan anak dari istri kedua hidup prihatin. Akhirnya anak-anak mereka memperebutkan harta warisan. So, buku ini bagus sebab mengajarkan bagaimana warisan yang seharusnya dibagi secara adil. Adil dalam hukum Islam yaak! :)
Sayangnya, buku ini belum selesai. Bersambung ke jilid kedua yang belum tahu kapan terbitnya.

Oh yaa, kedua buku ini sebenarnya sudah kubaca sebelumnya. Karena gabut, aku coba baca ulang. Siapa tahu dapat hikmah-hikmah baru. Fyi, untuk buku Kembara Rindu aku dapatkan saat open BO eh, open PO. Bertanda tangan sang penulis.

Terkahir, sepengamatan sotoy-ku, Kang Abik adalah kader salah satu parpol Islam, yang mana parpol tersebut baru saja mengubah logonya menjadi dominan berwarna oren.


Udah, segitu dulu yaak. Capek menatap laptop sejak pagi. Besok-besok disambung, insyaa Allah!

Bersambung..


Baru tadi sore, aku membuka Facebook di ponsel kesayanganku. Aku mendapati notifikasi dari sebuah postingan bapakku. Seseorang berkomentar beberapa menit yang lalu, “Waah selamat yaa anaknya diwisuda!”

Aku kemudian meng-klik notif itu. Postingan tersebut sangat ramai oleh ucapan selamat, hampir seratus dua puluh jumlah komentarnya. Semakin scroll ke atas, semakin aku sadar. Postingan itu sudah sejak delapan bulan lalu, Yaa, artinya aku menjadi pengangguran sudah selama itu.

Dua hari yang lalu, aku diajak oleh seorang teman untuk mengunjungi sebuah coffee shop yang baru saja buka. Sebagai traktiran atas gaji pertama, katanya ketika mengajakku. Aku mengiyakan. Sejujurnya, aku cukup senang mendengar hal ini. Temanku akhirnya mendapat pekerjaan yang telah dia idam-idamkan sejak kecil. Aku telah mengenalnya sejak masih menjadi bocah ingusan. Kami bersekolah di SD hingga SMA yang sama.

Di sisi lain, aku juga masih merasakan getir. Ada suatu ruang hampa yang bergetar. Walaupun sekolah kami sama, nasib kami berbeda. Hampir sembilan puluh lamaran (saat tulisan ini terbit, sudah seratus sepuluh jumlahnya) telah aku apply kemana-mana. Perusahaan milik negara sampai milik swasta. Dari Aceh, kotanya Cut Nyak Dhien hingga Makassar, kerajaannya Sultan Hasanuddin. Hasilnya beragam, ada yang gagal di tahap tes tertulis, ada yang di psikotes, namun lebih banyak yang tiada ber-khabar. Pandemi Covid-19 benar-benar melumpuhkan roda perekonomian. Jangankan orang mau cari kerja, yang ada pekerjaan saja banyak yang di-PHK. 

Apa yang kami obrolkan di coffee shop itu? Tentunya beragam. Mulai dari perkembangan ekonomi dunia, konspirasi elite global, hingga geo-politik di Timur Tengah. Dan pada akhirnya, tiba pada bahasan favorit kita semua. Ghibah. Apalagi tetangga sendiri yang jadi obyeknya. Pasti seru! Hehehe.

Apa itu ghibah? Simpelnya, bisa diartikan sebagai kegiatan nyinyir alias membicarakan keburukan orang lain dari belakang. Hal yang diperbincangkan berupa fakta, memang benar-benar terjadi.

Namun, apabila perbincangannya bukanlah suatu fakta, tidak benar-benar terjadi, kabar bohong alias hoax maka jatuhnya bukanlah ghibah, melainkan fitnah. Maju kena, mundur kena. Sama-sama dosa!

Kemudian, level advanced dari nyinyir adalah namimah. Didefinisikan sebagai membicarakan keburukan orang di depan orangnya langsung. Kadang juga, namimah disebut sebagai adu domba. Sungguh mulia sekali perbuatan ini!
Aku masih sangat hafal definisi dan perbedaan antara ghibah, fitnah dan namimah. Materi ini aku dapatkan ketika pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA kelas sebelas. Hehehe.

Well, berdasarkan definisi yang telah aku paparkan di atas, aku sebenarnya ragu untuk menuliskan cerita ini. Awalnya yang hanya per-ghibah-an antara dua orang, kini menjadi ratusan hingga ribuan orang. Sebab, tulisan ini tersebar di internet dan dapat diakses oleh siapa saja. Haha.
Namun, karena sudah terlanjur. Yaa udah, silahkan menikmati materi pergunjingan duniawi ini! Awkwokwk.

***

So, apa kesibukanku saat ini setelah wisuda? Jawabannya simpel, mencari kesibukan. #Ehh
Selain itu, aku juga membantu ibu berjualan. Kami punya warung kecil di rumah. Menjual berbagai kebutuhan pokok seperti minyak goreng, mie instan, gula, gandum, garam, ciki, permen, pulsa, micin hingga rokok. Aku adalah penjual rokok yang tidak merokok. Aku peduli kepada kesehatan diri sendiri, tapi tidak peduli kepada kesehatan orang lain. Heee~

Saat itu, ada seorang tetangga yang hendak membeli rokok.
“Doo!” Katanya.
“Iya!” Kataku.
“Mau beli nih.”Katanya lagi.
“Beli apa?” Kataku lagi.
“Beli rokok.” Kata orang itu.
“Rokok apa?” Aku mulai kesal.
“Rokok Sam*su.” Orang itu menjawab.
“Berapa batang?” Aku bertanya lagi.
“Dua batang saja.” Dia menjawab pertanyaanku.

“KENAPA KAU TIDAK DARI AWAL LANGSUNG BILANG SAJA, MAU BELI ROKOK SAM*SU DUA BATANG! AKU TIDAK CAPEK BERTANYA TERUS. WOYY!” Aku bergumam kesal dalam hati.

Orang itu kemudian meminjam korek untuk menyalakan rokoknya. Menghisapnya dalam-dalam, sampai ke paru-paru. Setelah itu menghembuskan asapnya ke wajahku. Memang ga ada akhlak.
“Jadi kamu sudah kerja di mana, Doo?” Dia bertanya sambil menghisap rokok.
“Masih mencari, om.” Kataku sambil tersenyum.

“Kalau anakku, si Bejo, kini sudah jadi PNS. Dia jadi guru di salah satu SMA unggulan yang ada di kabupaten sebelah. Nasibnya baik sekali, wisudanya dapat summa-cum-laude. Habis wisuda langsung ngajar di bimbel. Tidak lama setelah itu, ada pendaftaran PNS dan langsung diterima. Tidak ada jadi pengangguran dia. Katanya pun, tidak lama lagi bakal diangkat jadi wakil kepala sekolah.” Orang itu mulai menyombongkan anaknya.

“Padahal, dulu dia pengen jadi polisi. Tapi aku larang, aku suruh kuliah saja jadi guru. Guru itu nasibnya terjamin. Terbukti kan hasilnya sekarang. Coba kamu kuliahnya jadi guru saja, Doo. Tidak usah kuliah di Fakultas Teknik. Pabrik mana yang sekarang mau terima sarjana teknik, sedang pandemi seperti ini. Masa depan tidak cerah. Sudahlah, pokoknya jadi guru saja.” Orang itu kembali meracau tidak jelas.

“Iya, om.” Aku menjawab sekenanya saja, demi menjaga sopan santun. Heyy, apa hak Anda melarang-larang saya berkuliah di Fakultas Teknik dan menyuruh saya menjadi guru. Kenapa Anda mengatur-ngatur hidup saya! Wqwkqk.

Apakah hanya satu tetangga yang kurang ajar seperti itu? Tidak, masih ada lagi.
Ceritanya masih sama, terjadi di warung. Seorang bapak-bapak hendak membeli pulsa. Setelah pulsanya masuk, dia malah mengajakku ngobrol, “Kamu sudah kerja, Doo?”

“Belum, om. Hehe.” Lagi-lagi, aku menjawab sambil tersenyum.

“Waaah. Kalau anakku, kemarin tamat SMA langsung bekerja jadi teknisi di tempat pemasangan CCTV. Kini dia telah sangat ahli. Jadi, kalo ada kerusakan, boss-nya pasti langsung memanggilnya. Lumayanlah, dapat banyak bonus. Satu bulan bisa sampai sembilan juta rupiah. Sekarang dia mau daftar kuliah, jadi sambil kerja sambil kuliah.” Orang ini juga membanggakan anaknya di depanku.

“Iya, om.” Aku hanya menjawab seperti itu. Dia terus nge-bacot tanpa jemu.

Belasan menit kemudian, orang tua itu akhirnya berhenti meracau ketika ada orang lain yang mau belanja di warungku.
“Sudah dulu yaa, Doo.”
“Iya, hati-hati di jalan om!” Aku tetap terlihat ramah pada pelanggan dengan rupa seperti apapun. 

***

Adakah pelajaran yang dapat diambil dari cerita ini? Menurutku, ada dua hikmah dari masing-masing persepsi.

Pertama, dari sisi pembeli di warung alias dari sisi orang yang telah mendapat sesuatu yang diinginkan. Mungkin, kamu boleh bangga, boleh senang hati atas apa yang telah didapatkan. Siapa dong orang tua yang tidak senang terhadap anaknya yang telah mendapat pekerjaan dengan gaji lumayan. Orang tua mana pula yang tidak bangga ketika anaknya menjadi PNS. Pasti orang tua sangat senang dan bangga akan hal itu. Namun, harus diperhatikan tempatnya.

Apabila orang yang menjadi lawan bicara malah menjadi sedih atau kesal atau malah iri hati dengan isi pembicaraanmu, baiknya tidak usah berbicara. Jangan membicarakan anakmu yang telah mendapat pekerjaan, kepada orang yang belum mendapat pekerjaan. Jangan membicarakan tentang penatnya dunia perkuliahan, kepada orang yang tidak kuliah. Jangan membicarakan keuntungan bisnismu yang sedang melimpah ruah, kepada orang yang bisnisnya baru saja hancur berantakan. Jangan bicara tentang lelahnya kaki yang dipakai untuk berjalan dan berlari, kepada orang yang tidak punya kaki. Jangan! Kehadiran dirimu malah menjadi masalah baru.

Pelajaran kedua, dari sisi aku si penjual di warung alias dari sisi orang yang belum mendapat sesuatu yang diinginkan. Baiknya, kita tidak usah terlalu ambil pusing terhadap perkataan orang. Anggap saja angin kentut yang telah berlalu. Tidak usah baper. Kita harus tetap selalu mensyukuri apa-apa yang telah kita dapatkan.

Kita bisa bersekolah, bisa berkuliah di perguruan tinggi, atau bisa hidup di dunia. Adalah perkara-perkara yang harus benar-benar disyukuri. Ada berapa banyak anak-anak yang tidak ada biaya untuk bersekolah. Berapa banyak pula yang tamat SMA, namun tidak lulus tes masuk perguruan tinggi negeri. Berapa banyak yang mau kuliah di swasta, namun terhalang biaya. Banyak sekali kalau dipikir-pikir.

Ingatlah, rezeki tiap-tiap orang berbeda-beda bentuknya, berbeda-beda waktunya. Semuanya ada di tangan-Nya. Kalau kata pepatah, setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Tidak usah risau, apabila memang rezeki kita, sudah pasti rezeki kita. Tidak akan lari. Rezeki tidak akan tertukar.

Oh yaa, terakhir. Toloong, kepada om pertama yang beli rokok dan om kedua yang beli pulsa kalau kau baca tulisan aku ini. Ingat, yaa!  Aku tidak peduli dengan anak kalian. Mau jadi PNS kek, mau jadi teknisi kek, bahkan mau jadi koruptor atau teroris pun. Aku tidak peduli!!
Keuntungan dari rokok dua batang, hanya lima ratus rupiah. Keuntungan pulsa juga tidak besar, hanya seribu rupiah. Untung lima ratus dan seribu rupiah, tidaklah sebanding dengan lelahnya aku mendengar bacotan tentang anak-anak kalian. Sekali lagi, Aku tidak peduli!

***


Jadi, apakah kisah dalam tulisan ini benar-benar terjadi, atau hanya sebuah kisah fiksi?
Aku malas untuk memberi informasi, silahkan nilai sendiri.
Yang terpenting, ada hikmah yang bisa digali. Hihiii..

Eniho, tulisan ini adalah tulisan yang diikutsertakan dalam Paid Guest Post #2-nya Mbak Eno - Creameno, dengan tema dua hal yang dipelajari dari 2020. Namun, saat itu aku belum berkesempatan menang, wkwokw.
Walopun belum menang, belio memberi kami, para peserta berupa hadiah kenang-kenanangan notebook cantiq. Lumayan, di sana aku bisa menulis ide-ide gila untuk tahun 2021. Oh yaa, permohonan maaf kalo fotonya tidak sebagus dengan teman blogger lain. Maklum, aku tidak pandai mengambil foto, ehehe.


Well, semoga tahun depan menjadi lebih baik. Dan post ini, adalah post terkahir di tahun 2020.
Sampai jumpa!



Ponselku baru saja bergetar. Sebuah chat dari aplikasi WhatsApp masuk, Doo, abang bisa telepon ndak? 
Bisa bang, lima menit lagi yaa. Aku membalasnya, pesan itu masuk di malam hari hampir pukul sembilan.

Beberapa menit kemudian,
"Kamu bisa desain kan, Doo? Instagram organisasi **** kamu yang buat desainnya, kan? Jadi, abang mau minta tolong. Bantuin abang di sini, cuma lima hari saja, pagi sampai malam. Tidak usah khawatir desain grafis berubah jadi desain gratis, ini ada bayarannya. Fee-nya seratus ribu rupiah per hari. Makan siang dan malam kami tanggung." kata seseorang di seberang telepon, dia meminta tolong agar aku membantunya di lembaga tempat dia bekerja sebagai desainer.

"Oh iyaa bang, aku yang buat desain di organisasi itu. Yaa gitu, tidak dibayar. Hehehe. Tapi bang, aku cuma bisa buat desain simpel pake PowerPoint doang. Dan satu lagi, aku kalo siang ada ngajar les sampe sore. Gimana, bang?" begitu kataku dalam sambungan telepon, menjelaskan keadaanku yang sebenarnya hanya bisa membuat desain yang simpel dan sederhana.

"Iyaa, ndak masalah. Besok datang saja ke kantor abang. Kalo mau ngajar, silahkan. Pergi saja, tapi setelah itu balik lagi ke kantor. Abang sekarang sedang sibuk, harus take video para pejabat. Jadi, tidak ada yang handle buat desain postingan medsos kami, dan juga desain banner."

"Baik bang kalau begitu."

Sebab aku adalah seorang fresh graduate, sarjana yang tengah mencari pekerjaan tetap. Mau-mau saja jika diajak seperti itu. Lumayan mengisi kekosongan waktu luang dan sedikit tambahan uang jajan.
So, keesokan hari, pagi-pagi sekali aku telah bersiap untuk datang ke kantor si abang. Aku tiba di sana sebelum jam delapan pagi.

"Laptopmu ada Corel Draw versi berapa, Doo?" kata si abang ketika aku sampai.

"Eh, aku tidak punya Corel Draw, bang. Lha, kemarin aku sudah bilang biasa buat desain pake PowerPoint." kataku.

"Jadi, kamu tidak bisa menggunakan Corel Draw?"

"Dulu sih bisa, sedikit. Pernah belajar dasar-dasarnya saja ketika SMA, bang."

"Hemm.. Ya udah, gini saja. Ini desain untuk spanduk yang memuat foto para pejabat. Sudah ada templatenya, kamu tinggal masukkin foto dan ganti nama plus gelarnya saja. Ada delapan belas spanduk untuk ketua tingkat kecamatan, sembilan untuk pengurus inti lembaga, dan lima untuk anggota dewan. Jadi total ada tiga puluh dua spanduk. Mudah kok. Tugasmu hari ini cuma itu saja. Bisa, kan?"

"Eeehmm.. Bisa, bang. Insyaa Allah!"

Kemudian, beliau mulai mencontohkan bagaimana cara membuat desainnya. Memotong gambar, menghilangkan background, menyimpan ke bentuk JPG dan resolusi yang dipilih. Aku memerhatikan dengan saksama.

"Ini laptop abang, pake aja buat nge-desainnya. Abang tinggal, yaa. Mau lanjut keliling lagi ke kantor walikota. Mau take video beliau untuk ucapan selamat acara Musda (Musyawarah Daerah) kita." belio meminjamkanku laptop, sebab sebelumnya laptopku dicoba untuk meng-install Corel Draw, namun gagal.

"Oke, bang!" kataku, kemudian bersiap meninggalkanku sendiri dalam ruangannya yang ber-AC.

"Ini untuk bayaran hari ini. Nanti, kalo kamu mau makan siang, langsung saja ke warung sebelah. Abang sudah bilang ke warung itu." beliau berkata seraya memberiku uang satu lembar seratus ribu rupiah.

Selanjutnya, aku mencoba untuk membuat desain perdana.
Pertama-tama, aku mencari letak fotonya, aku mencari-cari, disimpan di folder mana. Jadi, hampir seluruh folder di laptopnya aku periksa satu-satu, sampai-sampai aku mengetahui folder "rahasia" di laptopnya.

Kemudian, setelah fotonya ketemu. Foto pejabat tersebut di-insert ke aplikasi Corel Draw. Setelah itu, tugasku adalah menghilangkan background foto tersebut. Yang jadi masalah, aku lupa, tidak memahami dan tidak menemukan caranya untuk menghilangkan background. Aku coba klik ini dan klik itu, tidak berhasil. Dicoba tekan Shift atau Ctrl, masih gagal juga. Pusing pala berbi ~. Hahhaa.

Ahha!
Aku ingat cara cepatnya. Aku biasa menghilangkan background di internet, dengan bantuan aplikasi remove.bg. Masalah pertama selesai, background fotonya telah hilang. Hanya menyisakan wajah dan badannya, yang tinggal dimasukkan ke template spanduk yang ada.

Masalah selanjutnya adalah, aku bingung memindahkan tulisan nama si pejabat. Tulisan namanya tertutup oleh gambar yang baru saja aku masukkan. Seperti sebelumnya, aku mencari berbagai macam cara agar memindahkan tulisan nama ke atas. Namun tetap gagal. Jadi, aku menyerah.. :((

Maka, yang aku lakukan adalah mengulang seluruh proses tadi untuk delapan belas spanduk ketua tingkat kecamatan. Menghilangkan background dengan aplikasi internet, memasukkan fotonya ke template yang telah dibuat dan terkahir menuliskan nama beserta jabatannya, namun tulisan nama tersebut tertutup foto si pejabat. Semuanya aku buat seperti itu. Nanti, kalau si abang sudah kembali lagi ke kantor, akan aku tanyakan kembali bagaimana cara yang benar.

Langkah selanjutnya adalah, aku mencoba untuk menyimpan file dalam bentuk gambar (JPEG). Ketika aku tekan menu save, aku tidak menemukan format JPEG. Lagi-lagi kepalaku menjadi pusiing. Fix, aku menyerah! Si abang sudah salah memilih orang. Awokwokkok.

To make short story, setelah shalat Zhuhur dan makan siang, si abang telah kembali ke kantor. Dia memeriksa hasil pekerjaanku dan nampaknya sedikit kecewa dengan hasil desain yang telah aku buat.
"Nah, kan. Kalo menghapus background menggunakan internet, hasilnya tidak bagus. Kualitas gambarya tidak HD, gambarnya menjadi pecah dan buram ketika di-zoom. Nanti, kalau spanduknya dicetak, foto pejabatnya tidak akan bagus. Coba buat ulang seperti yang sudah aku ajarkan tadi." begitu komentar si abang terhadap hasil karyaku.

"Iya, bang. Tapi, aku masih tidak faham bagaimana caranya."

Kemudian, lagi-lagi beliau mengajariku dengan sabar, perlahan-lahan. Aku memerhatikan dengan fokus dan seksama. Beliau juga mengajariku bagaimana cara save gambar dalam bentuk JPEG dan segala perintilannya. Selanjutnya, aku mengaplikasikan apa yang baru saja aku fahami, mencoba membuat yang mudah dahulu. Dan sedikit demi sedikit, akhirnya berhasil.

Waktu telah menunjukkan pukul dua lewat sepuluh menit. Saatnya aku pamit dari kantor, menuju tempat les. Aku harus mengajar di sana, adik-adik emesh sudah menunggu.

***

Setelah sekian jam, pukul setengah enam sore aku kembali ke kantor. Menemui si abang. Aku kembali melanjutkan project desain tersebut.
"Doo, beberapa untuk ketua tingkat kecamatan sudah abang selesaikan. Kamu tinggal lanjutkan saja!"

"Oke, bang!" kataku.
Seperti biasa, aku mengerjakan hal yang mudah dahulu. Apabila ada hal yang sulit, akan aku tinggalkan. Aku bisa bertanya kepada beliau nanti. Aku terus menatap layar laptop hingga adzan Maghrib berkumandang.

Setelah shalat Maghrib usai, si abang mengajakku makan malam di cafe yang ada di sebelah kantor. Aku melanjutkan membuat desain di sana. Si abang kembali mengajariku dengan telaten dan sabar, namun seperti menahan-nahan sesuatu (menahan emosi kali yaak :v).
"Yang ini, klik di sini. Kemudian tekan shift, ditahan!"
"Mouse-nya sambil dimainin juga!"
"Tekan yang ini, bukan yang itu!"




Cara-cara membuat desain yang diajarkan beliau, telah aku fahami (walaupun sedikit). Aku melanjutkan pengeditan desain.
Skip, skip, skip. Si abang meninggalkanku lagi. Aku duduk sendirian di sudut cafe. Masih ada sepuluh spanduk lagi yang belum usai. Di tengah jalan, lagi-lagi aku stuck. Tidak ingat bagaimana langkah selanjutnya. Tekan shift gagal, tekan Ctrl tidak ada hasil, kalau tekan Delete, malah terhapus semua gambarnya. Hahaha!

Aku semakin frustasi. Maka, saat itu aku putuskan untuk pulang saja. Karena sudah pukul setengah sembilan malam, dan juga ibu sudah mengirim pesan, bertanya jam berapa mau pulang.
Aku kembali ke kantor dan meletakkan laptop si abang kembali ke ruangan. Aku telah mengirim pesan ke beliau, bahwa aku hendak pulang.

Singkat cerita, di pagi esok hari. Aku telah bersiap-siap. Aku berencana berangkat lebih pagi dari kemarin. Agar lebih banyak waktu yang tersedia untuk mengerjakan tugas dari si abang. Ketika hendak berangkat menyalakan motor, tiba-tba ada chat masuk.
Doo, desain semalam sudah abang selesaikan. Hari ini, nampaaknya tidak ada desain lagi yang harus dikerjakan.

Jadi, aku tidak harus datang lagi ke kantor, bang?

Iya, tidak usah. Tapi nanti kalo emang ada, akan dikabari.

Makasih yaa, bang atas kesempatannya kemarin. Mohon maaf kalau di luar ekspetasi.

Percakapan di aplikasi WhatsApp pagi itu ditutup. Aku tidak jadi berangkat ke kantor, padahal sudah siap. Wkwkwk.

Well, bisa jadi si abang telah tertypu dengan pencitraanku di Instagram dan WhatsApp. Aku kerap meng-upload hasil desainku di media sosial. Padahal itu desain sederhana, dengan aplikasi PowerPoint, yang telah aku bilang di awal tadi.
Pada awalnya, pasti si abang punya ekspetasi tinggi bahwa aku bisa membantu pekerjaannya. Dia bisa enjoy untuk take video para pejabat.
Nyatanya, malah beliau harus mengajariku dari dasar (sangat-sangat dasar, malah) mengenai desain Corel Draw ini. Lumayan sih, aku dapat uang, dapat ilmu pula. Hahaha.

***

By the way, sebelumnya aku meminta maaf kepada teman-teman. Aku belum sempat lagi membalas komentar dan berkunjung balik ke blog kalian. Akan aku guyuri, insyaa Allah. Pada riil lyfe aku saat ini, sedang ada sesuatu yang dikerjakan dan dikejar. Mohon doanya semua agar sesuatu itu lancar jaya.
Oh yaa, jika kamu mau lilhat pencitraanku di Instagram, seperti yang telah aku bilang, silahkan follow akunku @dodonugraha dan @kang_mas.joe yaa! Hihihi...

Terima kasih sudah membaca! :)

Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Kang Mas Joe adalah seorang yang berpengalaman dalam pahit dan getirnya kehidupan, walaupun nyatanya tidak terlalu pahit. Mencoba berbagi tulisan melalui blog, semoga ada hikmah yang bisa diambil. Apabila ada kritik, saran, nasihat dan mau kerjasama. Silahkan DM melalui Instagram dan Twitter @KanggMas_Joe. Terimakasih!

POPULAR POSTS

  • Siapa Namamu?
    What is your name?  Maa ismuka?  Jenenge sopo?  Namina saha?  Namo kau siapo?  Itu semua punya arti yang sama dalam Bahasa Indonesia; Siapa ...
  • Buku yang Aku Baca di Tahun 2020; Sebuah Pencitraan
    Jujur saja, tulisan ini terinspirasi dari Mbak Lia sang Pemimpi ~ si Peri Kecil (eh, bener ga namanya?). Aku ter- trigger atas tulisannya y...
  • Kangg Mas Joe!
    Halo semuanya! Tidak terasa, sudah delapan hari blog ini tidak update lagi. Beberapa teman bertanya mengenai ini. Mengapa Dodo mengubah na...
  • Ghibah-in Tetangga
    Baru tadi sore, aku membuka Facebook di ponsel kesayanganku. Aku mendapati notifikasi dari sebuah postingan bapakku. Seseorang berkomentar ...
  • Santuy-nya Liberalisme
    Setelah sebelumnya menulis tentang Komunis , kali ini aku akan menulis mengenai faham lain yang cukup bertolak belakang. Liberal. Aku menge...

Categories

  • Cerita
  • Opini
  • Perjalanan
  • Sajak
  • Tutorial

Copyright © 2021 Kangg Mas Joe. Created by OddThemes