Kangg Mas Joe

Blognya Dodo. Tidak semua yang diposting adalah nyata, banyak pencitraan dan fiksinya.

Pertanyaan pada judul postingan ini sering sekali terlontar di antara kita semua. Bank syariah benar-benar syariah atau ndak, yaa?
Umumnya muncul dari dua kelompok besar. Pertama dari kelompok Islamis, yang memandang perkara hukum fiqih Islam secara ketat. Sedangkan kelompok kedua, berasal dari kelompok masyarakat awam yang masih menganggap bank konvensional adalah sama saja.

Kelompok pertama, agak meragukan bank syariah sebab sistem yang ada di bank syariah tidaklah syariah secara keseluruhan. Btw, biasanya kelompok ini berasal dari mereka yang sudah belajar ilmu agama walaupun baru pemula.
 
Sebagai contoh, dalam KPR di (beberapa) bank syariah akan ada denda jika terlambat membayar cicilan. Padahal, denda tidak boleh dilakukan, karena akan menambah harga dari harga awal akad yang telah disepakati sebelumnya. Jadi sama saja jatuhnya akan terkena riba (walaupun denda tadi tidak diambil menjadi keuntungan bank, melainkan untuk kegiatan sosial).
Eh, ngerti kan maksudnya (?)

Contoh kedua, kalau kita menabung dengan akad Wadi'ah. Itu tidaklah benar-benar Wadi'ah.
Arti dari Wadi'ah dalam Bahasa Indonesia adalah titipan. Yang namanya menitip, ya harusnya "beneran menitip". Misalnya, aku "menitipkan uang" ke bank Rp 50.000 dengan nomor seri LOF166783 (yang tertera pada lembar uangnya). Besok, apabila aku ingin mengambil "uang titipan" yang ada di bank, seharusnya mereka memberikanku uang dengan nomor seri yang sama (LOF166783). Nyatanya, mereka akan memberikan uang dengan nomor serial berbeda.
Yaa, sebenarnya memang agak susah sih kalau harus seperti itu, hahaa... 😂

Uang dengan nomor seri LOF166783

Bener, kan? Akadnya titip. Jadi orang yang kita kasih amanah untuk dititipi, tidak boleh mengelola uang yang kita titip. F
aktanya, uang titipan kita dikelola oleh Bank Syariah sehingga mereka mendapat keuntungan. Itu namanya sama saja kita meminjamkan uang ke bank, bukan menitipkan uang ke bank.

Contoh kasus ketiga, ada lagi. Namun karena aku belum terlalu faham dan ini membahas agama, takutnya malah menjadi salah. Jadi aku cukupkan sampai sini saja yaak untuk bagian pertama.. 😁😊 

Baca juga : Akad pada Bank Syariah

Lanjut ke Kelompok kedua.
Meraka pada umumnya berasal dari masyarakat umum yang belum faham mengenai bank syariah. Beberapa oknum pun sampai menganggap 'bunga' pada bank tidaklah sesuatu yang berdosa. So, kelompok ini kebanyakan menganggap bahwa bank syariah dan bank konvensional adalah sama saja.

Seperti pada postingan sebelumnya, aku telah menjelaskan bahwa bank konvensional dan bank syariah jelas-jelas berbeda sistemnya. Jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa kedua bank itu adalah sama. Ditambah lagi, di bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan para pakar yang berasal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kita siapa mau mengingkari fatwa dari MUI? Heehe..
Intinya, bank konvensional dan bank syariah itu berbeda!

Kembali ke pertanyaan awal kita. Jadi, apakah bank syariah sudah syariah?
Menurut Ustadz Abdul Somad, dan beberapa ustadz lainnya, jawabannya adlah sudah sesuai syariah, namun belum 100%.

Kenapa begitu?
Jawabannya adalah seperti yang telah aku terangkan di atas. Beberapa hal masih belum terkategorikan dalam standar syariah. Paling tidak, walaupun belum 100% syariah, hari ini mereka sedang menuju ke syariah secara kaaffah alias menyeluruh.

Bagaimana sikap kita akan hal ini?
Tentu saja seperti biasa, pertengahan. Kita moderat sahaja.
Sebab hal ini adalah darurat, maka diperbolehkan. Makan babi saja boleh, apabila tidak ditemukan makanan lain. Maka menggunakan bank syariah yang belum 100% syariah juga boleh sebab tidak ada pilihan lain.
Begitchuu..

***

Netizen julid be lyke, "Dari kemarin, kritik terus. Kamu ada solusi nggak?"
Tentu saja ada, bossque!

Setidaknya, yang aku ketahui ada tiga cara untuk mengubah sesuatu yang tidak kita sukai; Edukasi, Regulasi dan Kombinasi.

1. Edukasi
Kita mengedukasi masyarakat, dalam hal ini riba, bahwa hal itu tidaklah dibenarkan dalam agama. Berikan pengatahuan seharusnya kita begini, begini dan begini. Bukan begitu, begitu dan begitu.

Apakah cara ini efektif? Tentu saja iya. Namun cukup lambat implementasinya. Namanya juga cuma edukasi, ada masyarakat yang menerima, ada juga yang tidak. Butuh proses yang panjang untuk "mendoktrin" pemahaman kita kepada masyarakat.

Tetapi yaa tidak masalah. Perjuangan ini dikatakan berhasil bukan cepat atau lambatnya, banyak atau sedikitnya orang yang tersadarkan. Namun seberapa gigih dan konsisten kita dalam perjuangan! #Eaakk

2. Regulasi
Cara ini cukup cepat untuk mengubah suatu aturan. Teorinya simpel saja. Misalnya, kita ikut pemilu. Jadi Presiden atau Anggota DPR. Setelah terpilih, langsung saja buat undang-undang. Kita buat undang-undang yang menyatakan bahwa bank konvensional dihapus, dan seluruh bank digantikan dengan sistem syariah. Masalah selesai, bukan!

Tetapi, teorinya tidak sesimpel itu, kawan!
Tentu saja akan ada pergolakan di masyarakat. Mereka pasti akan protes, kenapa peraturan tiba-tiba langsung berubah. Pemerintah seperti pasti akan dituduh diktator, tidak mengakomodir keinginan rakyat, mengacaukan ekonomi makro, meruntuhkan daaya beli masyarakat, membuat inflasi, hanya mementingkan kelompok golongan tertentu hingga bisa saja pemerintahnya dituduh aNTeK KiLApAh dan KauM kADruN!

Jadi, cara ini memang cepat, namun kurang efektif.

3. Kombinasi
Kita gunakan cara pertama dan kedua. Sejak saat ini kita mulai mengedukasi masyarakat, perlahan-lahan, sedikit demi sedikit. Pasti akan mendapatkan hasilnya walaupun lama. Nanti, ketika waktu yang lama itu telah cukup, telah punya massa yang banyak, atau mayoritas masyarakat telah sadar den sepakat atas ide dan gagasan yang kita bawa (tentang keharaman riba, misalnya), kita terjun ke ranah politik praktis. Maksudnya; Kita ikut Pemilu!

Ketika kita terjun ke gelanggang pertempuran politik, kita sudah punya massa. Kita sudah punya banyak pendukung. Dan apabila terpilih, kemudian kita membuat regulasi agar misalnya seluruh bank kita perbaiki sistemnya menjadi benar-benar syariah 100%, masyarakat tidak akan kaget lagi. Masyarakat tidak akan melakukan protes kepada Pemerintah, sebab hal itu lah yang telah sangat lama mereka nanti-nantikan.

Dan, jalan ketiga inilah yang sedang aku rintis perlahan-lahan. Hehehe..
Gambar hanya pemanis! 😂


Di awal bulan Februari lalu, pemerintah meluncurkan bank baru. Bank Syariah Indonesia (BSI), dengan slogan Kuliah, BSI aja!
Eh, ndak. Itu BSI yang lain, salah tempat wowkwkkw.. 😂😂

BSI merupakan merger dari tiga Bank Syariah milik BUMN, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah. Dengan bergabungnya ketiga bank tersebut, menjadikan BSI menjadi bank dengan aset terbesar ke-7 di Indonesia.

Akan tetapi, di postingan kali ini aku tidak akan membahas lebih lanjut mengenai Bank Syariah Indonesia, melainkan hanya akan membahas bank syariah saja. Paragraf di atas cuma basa-basi doang. Heeehee...

Apa itu Bank Syariah?
Menurut Wikipedia, Bank Syariah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha yang bersifat (haram).

Apa yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional? Tentu saja pada akad-nya. Aku telah membahas ini sebelumnya di sini.
Pada bank konvensional, apabila kamu hendak mendaftar menjadi nasabah mereka, kamu akan mendapat bunga sekian persen dari jumlah tabunganmu. Walaupun nantinya akan dipotong dengan biaya administrasi. Dan kalau kamu punya jumlah tabungan yang sedikit, sesungguhnya kamu akan rugi karena biaya administrasi akan lebih besar daripada bunga yang didapat! 😜

Sedangkan bank syariah, ketika hendak mendaftar, calon nasabah akan dihadapkan pada dua opsi akad. Yaitu mudharabah dan wadi'ah. Apa yang membedakannya?

Mudharabah adalah akad bagi hasil. Jadi uang yang kita simpan di bank syariah akan dikelola oleh mereka. Nanti keuntungan yang didapat dari pengelolaan tersebut akan diberikan kepada kita. Hal ini lah yang disebut sebagai bagi hasil.
Jadi, akad mudharabah ini mirip dengan akad bunga pada bank konvensional, bukan?

Oh yaa, satu lagi. Dalam akad mudharabah terdapat biaya administrasi per bulan. Lagi-lagi, hal ini mirip dengan bank konvensional. Dan sekali lagi, aku mengingatkan kalau kamu punya jumlah tabungan yang sedikit, sesungguhnya kamu akan rugi karena biaya administrasi akan lebih besar daripada bagi hasil yang didapat! 😝😝

Wadi'ah adalah akad titipan. Sesuai namanya, menitip. Jadi, kita tidak mendapat keuntungan apa-apa. Tidak mendapat bagi hasil. Tidak juga mengeluarkan biaya administrasi per bulan. Jadi, apabila uang kamu ada satu juta rupiah selama satu tahun dan uangnya tidak diambil-ambil selama kurun waktu tersebut, maka uangmu tetap berjumlah segitu. Tidak bertambah, tidak berkurang, insyaa Allah.
Sekali lagi, sesuai namanya. Kita cuma menitip uang ke bank. Jadi uangnya tetap.

Sebenarnya ada keuntungan lain dari akad Wadi'ah pada bank syariah ini. Terkhusus kaum mahasiswa sepertiku pada waktu itu. Butuh tempat untuk nyimpen duit yang aman, tapi kalo di bank biasa takut dengan biaya administrasi yang setiap bulan akan dipotong dari saldo kita.
Solusinya adalah di sini, di akad Wadi'ah pada bank syariah. Uangmu tidak akan berkurang!

Ayoo pindah ke bank syariah dengan akad Wadi'ah! 😀


Pekan lalu, sebenarnya ada tema khusus dari Komunitas 1 Minggu 1 Cerita (#1m1c). Temanya tentang Sadar. Namun, karena mataku masih sakit apabila menatap layar laptop dan ponsel terlalu lama, ide tulisannya baru sebatas ide saja. Belum sempat tertulis di blog, wokwok.
Eh tunggu. Sebenarnya tidak ada juga yang peduli dengan ini, sih..  😅

Oke, langsung saja.
Tulisan kali ini agak sedikit serius dan ber-faedah. Tidak seperti tulisan sebelumnya yang nir-faedah. Sesuai judulnya, kali ini aku akan bercerita dan sedikit sharing mengenai sesuatu yang telah aku ketahui, walaupun hanya sedikit saja, ehehe..
Diskusi, kritik dan saran yang membangun akan tulisanku ini amat terbuka nantinya di kolom komentar. Namun, janganlah pula kita berdebat kusir, tidak ada gunanya! 😁

Pertama, kita ketahui bersama bahwa hari ini ada dua jenis bank. Bank Ribawi alias Bank Konvensional, dan Bank Syariah. Apa yang membedakan keduanya?
Secara zhohir, di Bank Syariah satpamnya mengucapkan Assalamu'alaykum, Selamat datang di Bank Syariah ketika kita masuk ke sana. Sedangkan Bank Konvensional, satpam hanya mengucapkan Selamat pagi, selamat datang!
Selain itu, karyawan perempuan di Bank Syariah berjilbab semua. Sedangkan di Bank Konvensional, tidak semuanya mengenakan jilbab.


Paragraf di atas tidak serius, yaa. Walaupun faktanya demikian, hehe.
Pada prinsipnya, perbedaan kedua jenis bank 'hanya' terletak pada akad atau perjanjiannya.

Izinkan aku memberi contoh yang agak ekstrem terkait pentingnya akad.
Misal Ani dan Budi telah melakukan akad nikah. Kemudian mereka melakukan hubungan badan alias skidipapap-wadidaw, maka mereka akan berkegiatan dengan tenang, tanpa takut digebrek oleh warga, sebab mereka telah sah secara agama dan negara. Tambahan lagi, kegiatan mereka, selain menyenangkan juga berpahala.

Namun, kita lihat teman mereka. Misal namanya Ana dan Joko. Apabila mereka belum melakukan akad nikah. Kemudian mereka melakukan skidipapap-wadidaw, maka mereka akan berkegiatan dengan tidak tenang, takut digebrek oleh warga, sebab mereka belum sah secara agama dan negara. Tambahan lagi, kegiatan mereka, walaupun menyenangkan, tetapi berdosa.
Begitu pentingnya akad, bukan!

Sependek pengetahuanku, tolong koreksi kalau salah, dalam Bank Konvensional akad-nya tidaklah sesuai syariah. Itulah sebabnya muncul Bank Syariah.
Simpelnya, di Bank Konvensional terjadi transaksi peminjaman uang, kemudian pembayaran dari pinjaman ternya dilakukan dengan harga yang berbeda. Misal, kamu pinjam uang Rp 100.000.000 untuk membeli rumah, maka kamu harus membayar uangnya seharga Rp 110.000.000. Sebab di sana akan ada bunga 10%.

Di sini lah letak titik kritisnya. Jika akad di awal adalah meminjam, maka dalam aturan syariah harus dikembalikan sesuai dengan pinjaman awal.
Pinjam Rp 100.000.000, harus dikembalikan juga seharga Rp 100.000.000. Tidak boleh lebih.
Apabila berlebih, di situ letak riba-nya, dan riba adalah haram.

Mari kita lihat pada Surat Al-Baqarah ayat 275; Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...

Dengan acuan ayat di atas, Bank Syariah didirikan. Mari simak cerita di bawah ini, dengan cerita yang mirip dengan paragraf di atas, tapi dikemas dengan kacamata syari.

Misal, kamu hendak meminjam uang ke Bank Syariah sebanyak seratus juta rupiah. Tentu saja mereka tidak akan meminjamkan, elo siape tong! 😜

Oke, kini kita serius kembali. Ehehe..
Bank Syariah tidak akan meminjamkan karena dalam aturan syariah tidak boleh mengambil keuntungan dari hal tersebut.
Solusinya bagaimana? Mereka akan melakukan akad jual beli.

Bank akan membeli rumah ke developer seharga Rp 100.000.000, kemudian bank menjual rumah tersebut kepada kamu dengan harga Rp 110.000.000.
Tidak ada riba di sana, adanya jual beli. Simpel, kan!

Dalam kasus di atas, persamaannya adalah baik Bank Konvensional maupun Bank Syariah sama-sama akan mendapat uang sebesar Rp Rp 110.000.000, atau dengan keuntungan Rp 10.000.000.
Namun, untuk memperolehnya didapat dengan cara yang berbeda. Bank Konvensional mendapat keuntungan dari meminjamkan uang (ini riba, haram), sedangkan Bank Syariah mendapat keuntungan dari hasil jual beli (ini halal).

Kasusnya juga sama seperti contoh sebelumnya. Kisah yang terjadi pada Ani-Budi dan Ana-Joko. Skidipapap-wadidaw yang dilakukan oleh pasangan Ani dan Budi adalah sah dan berpahala, sebab akad mereka benar.
Sedangkan Ana dan Joko ber-skidipapap-wadidaw malah berdosa, karena tidak ada akad yang diatur secara syari disana.
Padahal, kedua pasangan itu sama-sama ber-skidipapap-wadidaw-ria bersama. Yang satu halal, yang satu haram. Hueheuehee...

Well, sampai sini dulu saja yaak pembahasan mengenai ini. Mataku sudah sakit kembali, kapan-kapan dilanjutkan, insyaa Allah!
Apa yang ada di pikiranmu mengenai wakaf?
Wakaf sebidang tanah untuk pembangunan masjid? Wakaf dengan uang untuk pendirian dan renovasi masjid? Atau mungkin wakaf Al-Quran dan karpet sajadah kepada masjid agar selalu dibaca dan dipakai oleh para jama'ah?
Well, itu semua adalah benar.

Namun, sebenarnya wakaf tidak hanya ke masjid saja. Ada banyak cara lain untuk berwakaf. Sorry to say, hari ini masyarakat tahunya wakaf yaa hanya seperti itu. Kalo tidak pembangunan masjid, ya beliin Al-Quran buat masjid.
Oh yaa, sebelum dituduh yang bukan-bukan, aku ingin bilang bahwa wakaf tersebut juga bagus. Di sini aku akan sedikit sharing cara wakaf yang populer di zaman dahulu, namun hari ini mulai kita tinggalkan.

Sebelum lebih jauh. Aku mau cerita tentang berbagai istilah lain yang ada hubungannya dengan wakaf. Disingkat ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf). Kesemuanya ialah berbeza.

Zakat, adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan bagi umat Islam. Ada dua jenis zakat, yakni zakat fitrah dan zakat maal (bukan mall alias mol).

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan setiap muslim di bulan Ramadhan, sebelum shalat Hari Raya Idul Fitri. Bahkan, anak yang masih bayi pun wajib untuk mengeluarkan zakat. Tapi tentu saja, orangtuanya yang membayarkan zakatnya. Yakali si dedeq bayiik disuruh belanja ke pasar dan bayar zakat sendiri. Wokwkw.
Zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok, sebanyak 2,5kg (untuk berjaga-jaga siapa tahu timbangannya kurang, kami berzakat sebanyak 3kg). Kalau di Indonesia, zakat fitrah diberikan dalam bentuk beras. Kalau di Timur Tengah, dalam bentuk kurma atau gandum yaa. Zakat ini diberikan kepada para kaum fakir dan miskin.

Kedua, zakat maal. Artinya, zakat harta. Zakat yang dikeluarkan jika harta kita telah mencapai halu haul dan nishab yang telah ditentukan. Haul artinya waktu minimal, yaitu satu tahun. Sedangkan nishab adalah jumlah minimal hartanya, sebanyak 20 dinar alias 85 gram emas. Jika kita konversi ke rupiah, 85 gram emas memiliki harga sekitar Rp 80,5 juta.
Artinya, kamu harus punya uang yang tersimpan minimal Rp 80,5 juta selama satu tahun. Baru wajib zakat mal.
Jadi, apabila kamu punya uang Rp 70 juta dalam setahun, belum wajib zakat. Pun juga jika kamu sudah punya uang Rp 100 juta, namun baru selama enam bulan. Itu belum wajib zakat. Kesimpulannya, kedua syarat tersebut (haul dan nishab) harus terpenuhi. Baru kita wajib zakat.

Pertanyaannya adalah, beerapa zakat maal yang harus dikeluarkan setiap tahunnya? Mudah saja. Hanya sekecil 2,5% dari total harta. 2,5% dari Rp 80,5 juta adalah sekitar Rp 2 juta. Sesimpel itu.

Oke, lanjut ke infaq dan shadaqah.
Infaq biasanya ditujukan untuk masjid, lembaga sosial keagamaan atau sejenisnya. Diberikan dalam bentuk uang atau harta lainnya. Contohnya, kita bisa infaq uang ke kotak amal masjid, mushalla dan sebagainya.
Namun, jika shodaqoh (Bahasa Indonesia: sedekah) tidak melulu ke lembaga atau ke masjid, tidak pula hanya berupa harta atau uang. Senyuman pun bisa bernilai sedekah.
Jadi, sudahkah kamu senyum hari ini? :))

Sekarang, lanjut ke wakaf. Ini adalah fokus bahasan kita hari ini.
Wakaf berasal dari bahasa Arab (waqafa - yaqifu - waqfan) yang secara bahasa berarti menahan. Maka, sesuai namanya, harta wakaf sebenarnya adalah harta yang ditahan.
Eh, gimana gimana?

Mari kita kembali ke masa 1400 tahun silam. Ini adalah sejarah wakaf pertama dalam dunia Islam. Kisah ini berkisah tentang Umar bin Khath-thab, sang Khalifah kedua pasca Rasulullah. Suatu saat, Umar mendapat sebidang tanah di daerah Khaibar.
Dimana daerah itu? Yang jelas tidak jauh dari Palembang, hanya sekitar 10 cm kalo di peta, hahaa.

Kemudian, Umar mengahadap ke Nabi Muhammad, meminta saran kepada beliau. Sebab ia belum pernah mendapat harta sebanyak ini.
Nabi Muhammad kemudian berkata kepada Umar, "Kalau kamu suka, tahanlah pokok tanah itu, kemudian sedekahkkan hasilnya. Tidak dijual, tidak dihibahkan, tidak juga diwariskan."

Maka. setelah tanah itu dikelola, Umar menyedekahkan hasil pengelolaan tanah itu kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah ibnu sabil, dan tamu. Tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.

Faham sampai di sini?
Jadi, apabila dalam suatu bisnis, harta wakaf diibaratkan sebagai modal usahanya. Sebagai dana investasi.
Dan keuntungan dari pengelolaan bisnis tersebut, dapat diberikan kepada orang yang membutuhkan. Hal inilah yang dimaskud dengan menahan harta. Harta ditahan dahulu untuk dikelola, agar memperoleh keuntungan. Bukan seperti zakat, atau infaq, atau sedekah, yang dananya langsung diberikan kepada fakir miskin.

Jadi, pada hakikatnya, wakaf yang baik adalah wakaf produktif. Wakaf yang dapat menghasilkan harta lagi sebab ia dikelola. Bukan wakaf mati alias wakaf konsumtif.
Wakaf yang barangnya mati, tidak bisa menghasilkan harta baru. Contoh, wakaf Al-Quran dan karpet sajadah adalah wakaf mati, sebab dari kedua barang tersebut tidak dapat menghasilkan apa-apa. Al-Quran dan karpet sajadah hanya bermanfaat untuk dipakai jama'ah. Kecuali... Al-Quran dan sajadahnya disewakan, maka akan dapat uang dari situ, ahaha.

Disclaimer!
Sekali lagi, aku tidak bilang kalo wakaf konsumtif itu jelek yaak!

Bagaimana pengaplikasian tata kelola dana wakaf di zaman modern ini?
Hari ini kita bisa berwakaf dengan uang, tidak harus repot berwakaf sebidang tanah atau kebun seperti Umar bin Khath-thab.

Gimana cara pengembangan uangnya agar dapat menghasilkan? Ada banyak cara. Dana wakaf tersebut dijadikan modal usaha. Kita buat suatu bisnis yang menguntungkan.
Cara lain? Ada! Bisa juga kalau mau simpel ndak ribet, Dana wakaf yang telah dihimpun, masukkan saja ke instrumen keuangan modern. Bisa ke reksadana, pasar modal saham, sukuk, obligasi atau deposito. Pastikan kepada pengelola keuangan yang syariah, bukan yang konvensional alias ribawi. Biar berkah, sebab dana yang kita kelola adalah dana milik ummat!

Sebagai contoh, dana wakaf tadi kita masukkan ke deposito bank syariah. Anggap saja Rp 1 T, maka akan dapat 3% "bunga" (kalo di bank syariah dapatnya bukan bunga, tapi aku lupa namanya ehehe), sebesar Rp 300 juta setiap tahunnya. Tahun ini dapat, tahun depan dapat lagi, tahun depan lagi, dapat lagi. Terus begitu. Dananya tidak habis-habis sebab pokoknya kita tahan. Hal ini disebut dana abadi (endowment fund).

Bayangkan, Rp 300 juta adalah angka yang cukup bagus untuk membantu orang lain. Bisa memberi makan fakir dan miskin, memberi bantuan modal usaha kepada mereka, bahkan untuk beasiswa kepada mereka. Maka, secara tidak langsung, apabila dana wakaf dikelola dengan sungguh-sungguh, tentu saja dapat mengentaskan kemiskinan.

Kembali muncul pertanyaan. Apakah cerita ini hanyalah sebuah teori belaka? Tentu saja tidak, kawan!
Universitas Al-Azhar hari ini berdiri telah berusia ribuan tahun. Mereka juga telah memberikan beasiswa kepada jutaan mahasiswa dari seluruh dunia. Bagaimana cara mereka bisa melakukannya? Tentu saja dengan dana wakaf. Mereka punya dana abadi.
For your information, berbagai universitas yang ada di Eropa dan Amerika pun, hari ini punya "dana wakaf" untuk mengelola beasiswa mereka. Maksudnya... sistem dana abadi (endowment fund) seperti dana wakaf tadi yaak. Hehehehe.

***


Melihat jumlah penduduk muslim yang sangat besar di Indonesia, merupakan tantangan tersendiri bagi kita. Peluang wakaf kita tersedia sangat lebar. Maka kami, mencoba untuk ikut berkontribusi dalam bidang ini.

Aku dan teman-temanku sejak awal tahun ini telah memulai suatu gerakan baru; Teman Wakaf. Sebuah akun Instagram yang berisikan konten edukasi mengenai wakaf. Mencoba lebih memperkenalkan wakaf kepada masyarakat luas. "Gini loh wakaf zaman nabi tuh, ga melulu wakaf Al-Quran ke masjid, doang!" Kira-kira gitu yang pengen kami sampaikan kepada para netizen.

Teman Wakaf, tidak hanya sebuah akun Instagram. Kami mencoba menjadikan ini bisnis. Start-up, kata orang. Aku dan teman-temanku mencoba berinovasi dalam pengelolaan wakaf. Kami mencoba menjadi market-place barang wakaf.
Eh, pasti pada bingung lagi yaak?

UMKM hari ini mengalami beberapa kendala dalam pengadaan komponen penjunjang usaha mereka. Misal, apabila mereka berjualan makanan, pasti butuh piring, sendok, garpu dan sebagainya. Mereka juga akan butuh gerobak, meja dan kursi. Namun, di sisi lain terkadang mereka terkendala biaya modal yang cukup besar untuk membeli itu semua.

Kami hadir untuk menjadi solusi permasalahan tersebut. Piring, sendok, garpu, gerobak, meja dan kursi bisa kita beli menggunakan dana wakaf. Nanti, barang-barang tersebut bisa dipakai oleh para UMKM. Akad yang dipakai adalah bagi hasil (mudhorobah), maka hal ini tidak terlalu memberatkan mereka.

Selain kepada UMKM, masyarakat umum perseorangan juga bisa memanfaatkan fasilitas ini. Misal, mau buat acara pesta di rumah, pasti butuh piring dan sendok yang banyak, kan?
Masyarakat bisa memakai barang-barang yang kami tawarkan, namun dengan akad yang berbeda. Yakni akad sewa (ijaroh).

Tunggu, market-place nya dimana?
Oh yaa, aku belum jelaskan. Barang-barang tadi, tentu kami tidak mengelolanya. Kami hanya menjadi perantara. Menjadi tempat informasi penyewaan barang-barang wakaf. Maka, yang akan mengelola barang wakaf tersebut adalah nazhir. Lembaga ZISWAF yang telah terdaftar secara sah di negara. Siapa saja mereka? Sebut saja Aksi Cepat Tanggap (ACT), Dompet Dhuafa (DD), Rumah Zakat (RZ), Yayasan Kesejahteraan Madani (Yakesma), Askar Kauny, dan sebagainya.
Kami akan bekerja sama dengan para nazhir.

Setelah deal kepada nazhir, kami akan meminta mereka untuk menyediakan barang-barang sewaan yang dibutuhkan masyarakat. Dan sudah pasti, harga kami jauh lebih rendah daripada kompetitor (platfrom sewa barang, tetapi bukan dari barang wakaf). Jadi, kami akan mendapat keuntungan dari sedikit kutipan fee hasil sewa barang.

Kenapa kami tidak menjadi nazhir saja?
Tentu saja arah kami menuju ke sana. Namun semua itu ada prosesnya. Untuk saat ini, kami masih bekerja sama dengan lembaga ZISWAF lain. Jadi belum bisa mengelola sendiri dana wakafnya, karena ilegal di mata hukum negara! :D

***

Ide ini kami lombakan dalam kompetisi bisnis yang diadakan oleh salah satu parpol Islam di Indonesia. Parpol tersebut berinisial PKS. Akan dipilih beberapa tim yang akan didanai dan dimentori oleh para pebisnis terkemuka. Tim kami berlima (ternyata saat tulisan ini di-publish, sudah berenam). Dua perempuan, tiga laki-laki. Tim kami dipimpin oleh seorang perempuan.

Sekilas, setelah aku pikir-pikir, ternyata tim kami mirip dengan cerita yang ada pada serial Drakor Start-Up.
Samsan Tech. CEO-nya seorang perempuan bernama Seo Dal Mi, anggotanya juga dua perempuan dan tiga laki-laki. Dan Samsan Tech tengah berjuang untuk mendapat pendanaan dari Sand Box.
Sangat mirip dengan keadaan Teman Wakaf hari ini. Bedanya, CEO-nya akan menikah dengan Nam Do San sang CTO. Sedangkan tim kami? Aku yakin hal itu tidak akan terjadi. Haha!



Edit;
Jika kamu tertarik dengan ide yang kami tawarkan. Kemudian kamu ingin bekerja sama dengan kami, atau bahkan berinvestasi. Aku dengan senang hati menerima. Silahkan hubungi melalui email dhodonugraha@gmail.com yaak!









Malam itu, hampir pukul sepuluh. Aku sedang makan malam ketika ponselku bergetar. Gawai itu sengaja di-silent-kan. Ternyata, ada empat panggilan tak terjawab. Ketika dicek, rupa-rupanya berasal dari adik tingkat di kampus. Ia adalah seorang ukhti. Bertubuh mungil, berkacamata dan berhijab lebar. Hijabnya cukup syar’i, menjulur sampai ke bawah dada. Terlihat dari foto profil di WhatsApp-nya yang cukup menggemaskan.
 
Karena aku adalah seorang kakak tingkat yang baik – terlebih dengan adik tingkat perempuan – maka aku meneleponnya balik.
“Haloo, assalamu’alaykum! Ada apa, Nur?” Kataku dalam sambungan telepon.
“Wa’alaykumussalam, mas. Gini, ada proyek untuk sampeyan!” Kata si ukhti. Sebut saja namanya Nur.
 
Proyek apakah itu?
Sebenarnya simpel. Proyeknya berupa penyediaan snack box, berisi tiga kue dan satu aqu*a air mineral. Jumlah pesanannya sebanyak dua puluh lima kotak.
For your information, aku adalah seorang yang memiliki bisnis kuliner. Aku menjual kue-kue yang diletakkan di dalam kotak. Target pasarku kepada mahasiswa dan anak sekolah. Sebagaimana kita tahu, mereka pasti sering mengadakan berbagai macam acara. Sebut saja pengajian, seminar, pelatihan, lomba, rapat, kongres, dan sebagainya. Dan, sudah barang tentu, dalam acara tersebut kerap kali butuh snack untuk pesertanya.
Begitulah bisnisku semasa kuliah. Namanya NugrahaSnack.

Kembali ke ukhti yang bertubuh mungil. Bisnisnya, berfokus pada Palugada; Apa lu mau, gua ada. Nama brand dari bisnisnya adalah adogalo! Dalam Bahasa Palembang, ado galo berarti ada semua.

Nur mengatakan bahwa baru saja ada orang yang menghubunginya untuk memesan snack. Maka, Nur menghubungiku. Sejujurnya, aku cukup senang karena memang Nur sudah lama tidak menghubungiku. Chat terakhirku juga tidak dibalas olehnya, hanya di-read saja.
Eeeh, tunggu. Bukan gitu ceritanya.

Jadi, aku cukup senang karena sudah lama tidak ada pesanan untuk snack ini. Maklum saja, sampai hari ini, pandemi masih terjadi. Maka, acara-acara kampus dan sekolah dialihkan ke webinar. Acara daring, melalui Zoom Meeting atau Google Meet. Karena acaranya online dan pesertanya berada di rumah masing-masing, maka panitia tidak menyediakan snack kepada para peserta.

“Nanti sampeyan tinggal antar snack-nya ke Gedung X. Dan jangan lupa, seperti biasa, komisi buatku yaa mas. Tinggal transfer wae! Hehee.” Suara Nur terdengar di ujung telepon, sambil tertawa riang. Aku mengangguk pelan tanda mengiyakan.

***

Di esok hari, aku mendapati ponselku memiliki notifikasi. Dua panggilan tak terjawab dan empat pesan masuk. Semuanya dari Nur. Aku membaca pesan itu dengan saksama.
Mas, kata mereka ga jadi pesan snack buat besok.

Ga bisa gitu, dong. Kue-nya udah dibuat! :((
Aku membalas pesannya dengan singkat padat dan jelas.

Karena aku saat itu hendak dalam perjalanan pulang menuju rumah, aku menjadi tidak berkonsentrasi mengendarai sepeda motor. Pikiranku agak kalut, sumpah serapah hendak aku lontarkan, namun tidak jadi. Aku tetap mencoba berpikir positif. Kalau memang rezeki, yaa berarti rezeki. Kalo bukan yaa udah. Pasti masalah sepele ini akan ada jalan keluarnya.

Di atas motor, dalam perjalanan pulang ke rumah. Aku teringat dengan kisah yang terjadi sekira 14 abad yang lalu. Khalifah Umar ibn Khath-thab yang menjadi pemimpin Daulah Islam (negara Islam) bagi para kaum muslimin.
Eh, tunggu. Aku ga papa kan kalo pake istilah Khalifah. Nanti aku disangka anti ke-bhinneka-an. Wkkwkw.

Oke, lanjut.
Kisah ini terjadi di Kota Madinah. Saat itu, ada dua orang pemuda yang mendatangi Khalifah Umar, sambil membawa seseorang yang sedang terikat.
"Wahai Amirul Mukmin, pemuda ini telah membunuh ayah kami." Kata dua orang pemuda itu.

Sementara, orang yang terikat tangannya berkata, "Wahai Amirul Mukminin, dengarkanlah penjelasanku terlebih dahulu," pintanya.
"Tidak, hal itu tidaklah penting. Kamu beruntung kami tidak melakukan balas dendam padahal ayah kami telah engkau bunuh. Kami justru membawamu kepada Khalifah Umar," kata kedua pemuda itu dengan tensi yang panas, sepanas padang pasir di Arab.

Kondisi mulai tegang, Khalifah Umar segera menenangkan mereka yang saling beradu pendapat dan meminta mereka untuk tidak emosi dalam memberi penjelasan. Kemudian, pemuda yang terikat tangannya segera bercerita.
Ternyata, sebelum tiba di sini, ia sedang menaiki seekor unta untuk pergi ke satu tempat. Karena terlalu letih, pemuda yang terikat itu tertidur. Namun, ketika terbangun, ia mendapati untanya telah hilang.

Tak jauh dari lokasi dia tertidur, pemuda itu melihat untanya sedang asyik memakan tanaman di sebuah kebun, "Lalu aku berusaha menghalaunya, tetapi unta itu tidak juga berpindah dari tempat dia berhenti."
Tak lama kemudian, datanglah seseorang dan terus melempar batu ke arah untanya. Lemparan itu tepat ke arah kepala untanya. "Maka unta milikku seketika langsung mati." kata pemuda itu.

Pemuda itu mengakui, setelah melihat untanya mati akibat lemparan batu tersebut, ia marah dan kesal. "Lalu saya mengambil batu dan melempar batu tersebut ke arah orang yang melempari untaku itu." Tak disangka, batu itu mengenai kepalanya hingga lelaki itu jatuh tersungkur dan meninggal. "Sebenarnya, aku tidak berniat untuk membunuhnya," kata pemuda itu kepada Khalifah Umar.

Mendengar penjelasan sang pemuda, Khalifah Umar memutuskan bahwa ganjaran atas perbuatannya itu adalah qishas, alias hukuman mati. Pemuda itu ikhlas menerimanya.
"Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishas atasku. Aku ridho pada ketentuan Allah, tetapi izinkan aku menunaikan semua amanah yang tertanggung dulu."
Amanah itu mengenai adiknya. Sebelum meninggal, ayahnya telah mewariskan harta. "Dan aku menyimpannya di tempat yang tidak diketahui oleh adikku."

Maka, ia meminta Khalifah Umar berkenan memberi waktu selama tiga hari untuk pulang ke kampung agar ia bisa menyerahkan warisan dari orang tuanya kepada adiknya. Mendengar permintaan itu, Khalifah Umar tidak buru-buru mengabulkannya sebelum ada yang memberikan jaminan. "Siapakah yang akan menjadi penjaminmu?" tanya sang khalifah.

Pemuda itu tertunduk bingung siapa yang akan menjadi penjaminnya.
"Jadikanlah aku sebagai penjaminnya, wahai Amirul Mukminin!" Suara itu, seperti dikisahkan dalam buku 19 Kisah Sahabat Nabi, adalah suara Salman al-Farisi.

"Salman?!" hardik Khalifah Umar. "Demi Allah, engkau belum mengenalnya! Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini! Cabut kesediaanmu!" perintah Umar.
Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap perintah Khalifah Umar, Salman berkata, "Pengenalanku padanya tak beda dengan pengenalanmu, wahai Khalifah Umar. Aku percaya kepadanya sebagaimana engkau memercayainya." kata Salman yang membuat orang-orang tertegun mendengar kata-kata bermakna itu.
Dengan berat hati, Umar melepas pemuda itu dan menerima penjaminan yang dilakukan oleh Salman. Sementara, dua pemuda yang ayahnya terbunuh itu harap-harap cemas.

Pada hari ketiga, Khalifah Umar dan seluruh penduduk menunggu pemuda tersebut. Hingga tengah hari, pemuda itu belum juga datang. Jika ia tidak datang, Salman al-Farisi yang akan menjadi pengganti untuk menerima hukuman mati.
Akhirnya, Salman al-Farisi dengan tenang melangkah ke tempat hukuman mati sebagai penerima jaminannya. Ketika Salman sudah berada di tempat akhir hukuman, tiba-tiba sesosok bayang-bayang berlari terseok, lalu bangkit dan nyaris merangkak. Pemuda itu dengan tubuh ambruk ke pangkuan Khalifah Umar.
"Maafkan aku hampir terlambat!" ujar pemuda itu. Pemuda itu langsung menggantikan posisi Salman. Ia berterima kasih kepada Salman telah bersedia menjadi penjaminnya meski ia belum dikenalnya sama sekali.
Umar protes atas keterlambatan pemuda itu.
Namun, sang pemuda berkata, "Urusanku memakan waktu. Aku memacu tungganganku tanpa henti hingga sekarat di gurun dan terpaksa kutinggalkan, lalu aku berlari ke sini.”
Sebelum melakukan hukuman, Khalifah Umar berkata. "Demi Allah, bukankah engkau bisa lari dari hukuman ini? Mengapa susah payah kembali?" kata Umar sambil menenangkan dan memberinya minum.
Setelah menerima pemberian dari Umar, pemuda itu berkata, "Supaya jangan sampai ada yang mengatakan di kalangan Muslimin tak ada lagi kesatria tepat janji," kata pemuda itu sambil tersenyum.

Khalifah Umar kemudian mendekati Salman yang tidak jauh dari pemuda yang akan dieksekusi mati itu. "Mengapa kau mau menjadi penjamin seseorang yang tak kau kenal sama sekali?"
Dengan tegas tetapi lembut menjawab pertanyaan Khalifah Umar, Salman berkata, "Agar jangan sampai dikatakan di kalangan Muslimin tak ada lagi saling percaya dan menanggung beban saudara," tuturnya.

Kedua lelaki yang ayahnya telah terbunuh lalu merasa terharu dengan sikap sang pemuda dan keberanian Salman. Mereka berkata, "Wahai Amirul Mukminin, kami mohon agar tuntutan kami dibatalkan. Kami telah memaafkan pemuda penepat janji ini."
Mendengar perkataan tersebut, Khalifah Umar bertanya, "Mengapa kalian berbuat seperti itu?" tanya Umar.
"Agar jangan ada yang merasa di kalangan kaum Muslimin tak ada lagi saling memaafkan dan kasih sayang," katanya.

"Wahai Salman, kamu sungguh berani, dan wahai pemuda, kamu adalah al-Wafi. Kamu berdua sangat mulia, lalu bersalamanlah dan kuatkan persaudaraan di antara kalian," kata Umar.

***

Apakah kisah di atas merupakan cerita fiksi atau dongeng?
Tentu saja tidak, kawan. Cerita tersebut benar-benar terjadi. Khalifah Umar dan Salman al-Farisi adalah tokoh yang benar-benar nyata, tercatat di dalam sejarah. Kisah tersebut mengajarkan kepada kita tentang satu hal, yang barangkali beranjak disepelekan dalam kehidupan sekarang, menepati janji.

Apa korelasinya dengan cerita aku berjualan snack? Tentu saja ada. Sebab, snack yang aku jual, bukanlah aku yang membuat sendiri. Aku membeli kue kepada ibu-ibu tetanggaku yang kebetulan memang berjualan di pasar. Kemudian kue-kue tersebut yang baru aku bungkus. Aku mengemasnya dalam kotak, yang akhirnya dengan begitu baru dijual.

Jadi, aku sudah janji pada mereka bahwa esok pagi, aku akan datang membeli kue mereka.
Mereka akan sangat kecewa apabila aku tidak datang. Jika aku tidak jadi membeli kue mereka. Biarin aku rugi, yang penting ibu-ibu itu tidak kecewa. Uang masih bisa dicari. Pantang sekali bagi mengecewakan orang lain dengan membatalkan janji. #Eaakk

Bagaimana ending ceritanya?
Nur kembali menghubungiku. Bilang kalo mereka batal untuk membatalkan pesanannya. (Nah, lho!)
Artinya, mereka tetap jadi memesan snack. Tidak jadi untuk tidak jadi memesan. Namun, pesannya sedikit berubah. Yang awalnya pesan tiga jenis, berubah menjadi dua jenis kue saja. Sejujurnya, aku tetap protes ke Nur. Satu jenis kue yang sudah dipesan mau diapakan, tidak mungkin dibatalkan.

Akhirnya, diambil kesimpulan yang win-win solution. Satu jenis kue yang tidak jadi dijual, diambil oleh Nur. Namun, komisi untuknya tidak aku bayarkan.
Tidak masalah rugi sedikit, namanya juga berjualan. Ada kalanya untung, ada kalanya rugi.


Referensi : https://republika.co.id/berita/piwydu313/kisah-khalifah-umar-dan-dua-pemuda


Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Kang Mas Joe adalah seorang yang berpengalaman dalam pahit dan getirnya kehidupan, walaupun nyatanya tidak terlalu pahit. Mencoba berbagi tulisan melalui blog, semoga ada hikmah yang bisa diambil. Apabila ada kritik, saran, nasihat dan mau kerjasama. Silahkan DM melalui Instagram dan Twitter @KanggMas_Joe. Terimakasih!

POPULAR POSTS

  • Pencitraan Jilid Dua; Buku yang Aku Baca di Tahun 2020
      Beberapa hari ke belakang, rumahku sedang direnovasi. Maka buku-buku yang ada di rumah sedang tidak ada di rak buku seperti biasa. Begini ...
  • Masjid Cheng Hoo
    Masjid Muhammad Cheng Hoo, adalah salah satu masjid yang cukup terkenal di Palembang. Sering dijadikan sebagai tempat wisata religi. Menurut...
  • Balonku Ada Lima
    Jangan terkejut, ini bukan jimat, mantra, doa atau sebagainya!  Untuk kamu yang sudah jago membaca Al-Quran sejak kecil, aku yakin kamu past...
  • Menjadi Pacar Sewaan
    Hari ini adalah hari Ahad, pukul sepuluh pagi. Aku sedang duduk bersantai di rumah, sedang menatap layar laptop untuk melakukan blog walking...
  • 3 Bloggers yang Rajin BW
    Seperti biasa, di setiap penghujung bulan, Mbak Eno yang baik hatinya kembali membuat challange. Ini adalah event ketiga dari challange- nya...

Categories

  • Bisnis
  • Cerita
  • Opini
  • Perjalanan
  • Pernikahan
  • Sajak
  • Tutorial

Copyright © 2021 Kangg Mas Joe. Created by OddThemes