Halo semuanya, para pembaca setia blog ini. Apakah kalian merindukan tulisanku, hehe.
Alhamdulillah akhirnya bisa posting lagi setelah begitu banyak ujian yang dihadapi. Terakhir posting tanggal 19 Februari, dan sekarang 20 Mei. Artinya, sudah tiga bulan tidak ada postingan.
Dan kamu tahu aku sekarang berada di mana?
Jika kamu pembaca setia blogku, pasti kamu menjawab Tangerang, atau mungkin Jakarta, tapi mungkin juga pulang ke Palembang.
Tidak, kawan. Jawaban kamu semua salah. Kini aku berada di…. Batam. Iya, Batam. Random bet dah idup gua!
Semoga lain waktu bisa cerita mengenai ini.
Yaa, beberapa bulan belakangan banyak terjadi hal yang tidak terduga. Di luar rencana, tidak sesuai prediksi BMKG!
Makanya sibuk banget untuk ngurusin ini dan itu. Harus banyak beradaptasi dan segala tetek bengeknya. Dan hari ini, setelah azzam yang kuat untuk menulis, akhirnya kesampaian juga. Semoga bisa nulis lagi setidaknya setiap pekan, bukan jadi wacana doang, ehehe.
Mukaddimah telah selesai. Mari masuk ke inti cerita.
Ini adalah cerita bagaimana aku mengenal istriku, yang telah aku nikahi lebih dari tiga bulan yang lalu. Namanya Novi.
Awalnya, kami memang satu kampus. Beda fakultas, namun circle pertemanan kami beririsan. Karena kami sama-sama anggota organisasi kampus dengan “aliran” yang sama. Kami beberapa kali berada di grup WhatsApp yang sama. Jadi hanya saling tahu saja. Tanpa pernah bertegur sapa. “Ooh, si Anu, anak Fakultas Teknik,” atau “Ada anak Hukum yang cerdas tuh, cantik pula. Novi namanya!”
Suatu hari, sahabatnya Novi pernah bercerita, “Aku punya teman, anak Teknik. Dia anaknya seru. Aku menjadi seperti diri sendiri kalo cerita sama mereka, rombongan anak Teknik itu.”
“Lha kok bisa, Mbak?” Novi memanggil sahabatnya dengan sebutan Mbak, “Memangnya berbeda kalau cerita dengan kita?”
“Yaa, beda. Gak tau aku yaa. Pokoknya kalau cerita ke sesama cewek itu gak seseru cerita ke temen-temen yang cowok. Karena mereka punya perspektif berbeda dengan kita. Kapan-kapan aku kenalin ke kamu lah yaa!” begitu si Mbak menjelaskan.
Novi senang-senang saja saat itu. Di mengira si Mbak sudah punya gebetan (yang orang itu adalah, aku. Padahal mah, kagak wkwk).
Singkat cerita, di suatu hari di bulan Ramadhan tahun 2019.
Aku, Novi dan si Mbak merupakan anggota organisasi dengan “aliran” yang sama, maka kami diminta menjadi panitia buka puasa bersama. Bahasa kerennya; Ifthar Jama’i.
Acara tersebut diadakan di ballroom hotel yang cukup megah di Palembang, tepatnya tanggal 13 Mei. Buka puasa bersama ini menghadirkan peserta se-kota Palembang. Tamu undangan pun cukup bergengsi. Seingatku, yang hadir meliputi Angota DPR RI, DPRD Provinsi Sumatera Selatan dan DPRD Kota dan Kabupaten se-Sumatera Selatan. Tapi, gak semua anggota dewan yaa. Hanya anggota dewan dari “aliran” kami saja. Hehehe.
Di suatu sore, ketika sedang sok sibuk menjadi panita, kalo gak salah waktu itu sedang bawa-bawain piring, ada seorang perempuan yang menyapa dengan sangat ramah, “Dodo!”
Namun, bukannya balik menyapa, aku hanya tersenyum bingung karena disapa perempuan (kami menyebutnya Akhwat) yang tidak aku kenal. “Jarang-jarang loh ada akhwat yang menyapa,” pikirku saat itu. Ehehe..
Coba tebak, siapa akhwat yang tidak ku kenal yang menyapa saat itu?
Yaps, jawabannya Novi! 😁
Novi merasa tidak asing dengan wajah dan namaku, karena sering diceritakan oleh si Mbak, makanya Novi hendak memastikan. Kayaknya sih, Novi saat itu jadi bete karena responku yang tidak sesuai harapan. Maafin aku saat itu yaa, sayang! Hehehe.
Oh yaa, ini foto acara tersebut. Fotonya aku upload di undangan pernikahan kami di Instagram.
Untuk mendapat fotonya penuh perjuangan sih.
Awalnya aku mencari ke Instagram organisasi “aliran” kami yang tingkat kota dan provinsi. Aku scroll sampai ke tahun 2019. Scroll nya satu-satu melihat postingan lawasnya. Tidak ketemu. Dapatnya hanya satu video. Tidak ada fotonya. Yakali mau screenshot dari video, wkwk.
Kemudian, aku juga berusaha untuk menghubungi beberapa teman yang memang menjadi tim humas dan dokumentasi di organisasi tersebut. Aku bertanya meminta foto-foto Ifthar Jama’i tahun 2019 itu. Mereka semua kompak menjawab, tidak punya lagi.
Dan saat hampir menyerah, teringat dengan salah satu yang hadir. Anggota DPR RI Dapil Sumsel 1 dari “aliran” kami, aku scroll akun Facebook-nya ke bawah dengan sabar, sedikit demi sedikit, hingga tiba ke postingan tahun 2019.
Jebret!
Akhirnya dapat fotonya, walaupun cuma satu. Senangnya bukan main saat itu, kwwkk.
Skip. Skip. Skip..
Beberapa hari setelah itu, tanggal 27 Mei 2019, ada acara Pesantren Ramadhan di salah satu SD Islam di Palembang. Si Mbak adalah kepala sekolahnya. Maka, dia meminta bantuan teman-temannya untuk menjadi panitia acara tersebut. Acara Pesantren Ramadhan ini, ditujukan untuk anak-anak yang tinggal di sekitar sekolah tersebut. Diisi dengan tausiyah, perlombaan dan ada acara mendongeng.
Saat itu, ternyata Novi juga diminta menjadi panitia. Kami bertemu lagi untuk kedua kali. Tapi saat itu, aku sudah mengenalnya. Minimal, tahu siapa namanya. Hehehe.
Dan saat Novi mendongeng, Masyaa Allah. Bener-bener istri-able. Bener-bener bunda-able. Mengayomi anak-anak yang mendengarkan dongeng, mereka menurut, diam, menyimak kata demi kata yang keluar dari mulut Novi. Seolah gak mau ketinggalan hatta satu kata pun. Ekspresinya juga sangat-sangat luar biasa. Intinya, aku sangat terpana saat itu.
“Novi harus jadi bini gue nih!”
Dan selepas acara itu, kami mulai saling follow Instagram dan saling save kontak WhatsApp. Dan akhirnya kami berteman baik. Menjadi sahabat. Kalau kamu ingat, aku pernah cerita tentang kelompok pertemanan kami yang bernama Nasabah BSM, salah satunya adalah Novi. Hehehe.
Ditulis dari Rusun lantai empat, pukul setengah sebelas malam,
dalam kerinduan kepada istri tercinta yang teramat dalam,
yang tengah berada di Tanah Pasundan,
dan suaminya berada di Kota Batam.
Bersambung..