Kangg Mas Joe

Blognya Dodo. Tidak semua yang diposting adalah nyata, banyak pencitraan dan fiksinya.

Selaiknya cerita yang dimulai dengan Prolog, maka harus diakhiri pula dengan Epilog. Ini adalah semacam kewajiban yang tak tertulis bagi para penulis.
Jika kamu belum tahu, prolog menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pembukaan atau pendahuluan dari suatu sandiwara, musik, pidato, dan sebagainya.
Sedangkan epilog, menurut KBBI adalah bagian penutup pada karya sastra, yang fungsinya menyampaikan inti sari cerita atau menafsirkan maksud karya itu oleh seorang aktor pada akhir cerita.

Oke, sebenarnya definisi seperti ini tidak terlalu dibutuhkan. Eheheh..
Mari baca ceritaku!

*** 

Hari telah berlalu, perjalanan KKL telah usai. Masing-masing dari kami menyeret kaki-kaki yang telah lunglai untuk kembali ke kos atau rumah yang sudah ditinggali selama satu pekan.
Kehidupan normal kembali dilanjutkan.

KKL, yang telah kami lakukan di akhir Desember 2018 telah ditutup dengan manis.
Apabila masuk bulan Januari 2019, aku sudah resmi menjadi mahasiswa semester delapan. Di semester ini banyak yang berbeza dari sebelumnya. Begitu timpang dengan apa yang terjadi di semester tujuh.

Di semester delapan, aku baru saja memulai mengerjakan skripsi (lagi).
Di sisi lain, ada teman yang telah memulainya sejak semester sebelumnya. Ada pula teman yang masih berkutat pada beberapa mata kuliah yang harus diulang agar mendapat nilai yang lebih baik. Ada lagi yang lebih menyedihkan, depresi dan kabur dari perkuliahan. Hingga cerita ini ditulis, aku masih tidak tahu kabar teman tersebut. Ia menghilang bak ditelan bak mandi.

Di semester delapan, sebuah sabda dari kakak tingkat terbukti.
"Kuliah itu berbeda dengan sekolah. Sekolah kita akan bersama-sama, sedangkan kuliah itu cenderung sendiri-sendiri."

Yaa, aku betul merasakan itu di semester delapan.
Datang ke kampus, aku hanya mendapati diri sendiri. Tidak ada (jarang) lagi teman satu angkatan yang aku temui. Kebanyakan hanya adik tingkat yang aku jumpa, mayoritas aku tidak mengenal mereka. Tetapi, mereka mengenaliku. Aku ini terkenal loh di kampus, wkwkk.

Aku betul-betul kesepian, merasa seperti orang asing di kampus sendiri.
Sekalinya ketemu teman satu angkatan di kampus, walau hanya bertemu tiga hingga empat orang, senangnya bukan main. Seolah-olah sudah tidak bertemu puluhan tahun.

"Hey, apa kabar. Sudah lama ndak jumpa!"
Kalimat seperti ini sering betul aku katakan ke teman yang aku temui di kampus, saking betul-betul aku merasa kesepian.
Dan ternyata, hal ini tidak hanya dirasakan oleh diriku saja. Namun teman yang lain juga begitu.

Saat itu, masih di semester delapan bulan Januari. Fikiranku masih terngiang-ngiang dengan apa yang baru saja dilewatkan, yang mungkin tidak dapat diulang kembali. Salah satu momen terbaik bagiku ketika menjadi mahasiswa.
Baru satu bulan lalu aku merasakan kebersamaan dengan teman-teman satu angkatan, kini telah sibuk pada urusannya masing-masing.

KKL, bagiku begitu berkesan. Untuk mencapainya penuh perjuangan.
Walaupun pada dasarnya KKL adalah kegiatan mengunjungi industri untuk mendapat insight yang baru dari sana.
Harapannya adalah kami tidak hanya mengetahui dari teori yang didapat dari bangku kuliah saja, namun dapat melihat keadaan secara langsung. Kenyataannya, kunjungan ke perusahaan hanya dua hari, sisanya adalah perjalanan wisata.
Hal yang banyak diingat, malahan dari perjalanan wisatanya. Bukan dari kunjungan industrinya.
Dasar aku! :(

      Baca juga :
  • 01. Jakarta
  • 02. Pesawat
  • 20. Palembang
 Dalam perjalanan KKL ini, telah banyak pelajaran yang aku dapatkan. Banyak sekali hal-hal baru yang aku temui.

Pertama, aku belajar bagaimana mencari dan mengelola uang.
Untuk berangkat KKL, dibutuhkan uang  yang tidak sedikit. Aku harus menabung sejak semester dua. Setelah di tengah perjalanan dirasa tidak akan cukup jika hanya mengandalkan uang tabungan, aku memutuskan cara lain. Uang tabunganku aku gunakan sebagai modal usaha, dan alhamdulillah aku berhasil membayar KKL.
Perjuangan ini cukup berat, dan menurutku patut dikenang.

Kedua, aku menyadari berbagai hal yang sebelumnya tidak-aku-sadari.
Negara kita sangat kaya akan budaya dan bahasa. Sehari-hari, aku hanya mendengar orang berkomunikasi dengan bahasa di daerahku; Bahasa Melayu Palembang, atau Bahaso Plembang.
Ketika aku telah sampai di Jakarta, aku mendengar sopir taksi bandara berbicara dengan temannya menggunakan Bahasa Betawi dengan aksen yang khas seperti di film Si Doel.
Ketika berada di Bandung, mendengarkan urang Sunda berbicara dengan bahasa yang mengalun-alun lagi berirama, "Teteh teh mau ngeteh, teh!"
Pun ketika di Jawa, (Jakarta dan Bandung bukan di Pulau Jawa, kan wkwk) aku mendapati ibu-ibu pedagang berbicara dengan begitu medhok. Padahal aku orang Jawa juga, tapi tidak medhok dan tidak bisa berbahasa Jawa. Hiksss :((

Ketiga, banyak hal baru yang aku lihat.
Aku yang seumur-umur tidak pernah kemana-mana (paling jauh cuma ke kampus yang jaraknya sekitar 40 km dari rumah), begitu excited akan hal ini. Kalau dalam Bahaso Plembang, mungkin disebut jogol. Awkwkowk.
Aku belum pernah naik pesawat, belum pernah naik bus antar kota yang nyaman dan full AC (tau nya hanya bus kota yang ugal-ugalan), belum pernah melihat gedung-gedung tinggi bertingkat berbaris sepanjang jalan, belum pernah melihat pantai dan laut secara nyata.
Intinya, aku belum pernah keluar kandang dan baru kali ini melihat dunia luar yang sangat beda dalam bayanganku.
Di KKL ini aku melihat secara nyata, yang sebelumnya hanya bisa dilihat dari televisi atau internet.

As you know, untuk berangkat KKL saja aku kesulitan dana. Sebenarnya, aku membayar KKL ini juga tidak penuh. Mendapat sedikit subsidi alias diskon. Biaya KKL seharunya adalah Rp 3.850.000, namun aku boleh membayar Rp 3.100.000. Tidak punya uang lagi, mau bagaimana.

Maka, tersebab hal-hal tersebut di atas, memutuskan aku untuk mengabadikan momen penting itu. Momen kebersamaan bersama teman-teman, momen perjuangan, dan momen hal-hal yang baru.Aku mengabadikannya, tidak seperti orang mainstream yang hanya melalui media foto. Aku memutuskan melalui jalur lain; menulis di Blog. Maka aku akan bisa bercerita secara detail.
Apabila suatu saat aku kembali merindukan teman-teman kuliahku, aku bisa kembali membaca tulisan-tulisan ini. 

Kenapa harus menulis?
Aku rasa, kamu sudah menemukan jawabannya dari paragraf di atas. 

Well, ketika aku menulis kisah perjalanan KKL ini, dua puluh episode telah aku abadikan di Blog (kebanyakan bersifat fiksi, tidak nyata nan penuh khayalan wkwwk) terkadang kenangan-kenangan itu muncul di kepala.
Aku mengingat bagaimana pertama kali dinyatakan diterima sebagai mahasiswa.
Aku mengingat bagaimana pertama kali mengikuti Ospek, kemudian berkenalan dengan teman-teman baru.
Aku mengingat bagaimana pertama kali mengikuti pelatihan organisasi di kampus, hingga jurit malam, dan sebagainya.

Kenangan-kenangan itu perlahan-lahan muncul, menari-nari di atas kepala.
Sejujurnya, ketika aku menuliskan cerita ini. Air mataku telah berlinang, hampir tumpah.
Namun, bukan karena sedih ataupun terharu. Melainkan karena mataku perih, kaca mata yang biasa aku pakai telah patah.
Maka aku menggunakan kacamata lama, yang ukuran minusnya sudah tidak sesuai. Awkwkwokwk.


Sampai jumpa teman-temanku..
Aku akan merindukan kalian!

Foto ketika Ospek

Foto Angkatan

Saat ini menunjukkan waktu sekira setengah dua siang waktu Indonesia bagian barat, hari Minggu Ahad tanggal dua puluh tiga, bulan Desember tahun dua ribu delapan belas.
Aku tengah berada di ruang tunggu Bandara Halim Perdanakusumah untuk keberangkatan pesawat ke Palembang. Hampir tiga jam lagi pesawat kami baru berangkat. Waktu tunggu yang sangat lama.
Btw, ini masih berkisah tentang KKL, dan semoga tulisan ini Final Episode yaa. Ehehe..

Di bandara ini, walaupun berada di Jakarta, dimana-mana aku mendengar percakapan orang-orang menggunakan Bahasa Palembang. Sesuatu yang amat langka di tempat umum sejak satu pekan belakangan.
Kemudian aku mulai ingat, ini ruang tunggu penumpang untuk pesawat yang ke Palembang. Pasti banyak orang Palembang di  tempat itu. Terang saja bahasa Palembang telah bergaung sejak tadi.

Apa yang aku lakukan menunggui waktu tiga jam?
Aku hanya ber-ghibah ria bersama teman untuk menghabiskan waktu. Sampai-sampai kami sudah kehabisan stok pembicaraan. Tidak tahu mau ngomongin siapa lagi.
Maka, seperti biasa aku mengeluarkan gawai dan mulai berselancar di sana. Membuka WhatsApp, kemudian Line, Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya.
Tidak ada yang penting untuk diceritakan dalam paragraf ini.

      Baca juga ;
  • 19. Pulang 
  • 18. Ulang Tahun
  • 17. Malam Terakhir 

Akhirnya, waktu telah beranjak ke pukul enam belas alias empat sore. Kami dipersilahkan memasuki pesawat. Untuk menuju garbarata, disediakan shuttle bus. Lima menit kemudian, para penumpang telah duduk rapi di kursi masing-masing.

Oh ya, ketika masuk ke dalam pesawat. Para pramugari memberi kami sekotak kopi Nes*cafe. Kemudian, diumumkan bahwa akan ada sayembara dengan upload foto ke Instagram. Bagi yang terpilih, akan mendapat hadiah jalan-jalan ke suatu tempat di Indonesia. Aku lupa ke mana, kalau tidak salah ke salah satu pulau di Provinsi NTT, atau mungkin ke Sulawasi Utara, ya?
Karena aku adalah orang yang tidak mau kalah, aku mencoba mengikuti lomba tersebut (walaupun ternyata tidak menang).

Foto ini di-upload di Instagram. Itu bukan tanganku, tapi tangan teman di sebelahku.
Ehehe..

Setelah itu, pesawat lepas landas. Tidak ada yang spesial.
Saat itu aku duduk di sebelah perempuan ukhti-ukhti berjilbab lebar dengan tangan mungil dan gelang imut, cocok dengan warna kotak kopinya seperti yang bisa kamu lihat di foto.
(rasanya, ingin aku genggam erat tangannya)
Di sebelah si ukhti, ada ukhti lain lagi yang mengenakan jilbab, namun jilbabnya tidak selebar ukhti pertama.
Mereka semua teman satu angkatanku.

Pemandangan dari jendela pesawat

Seperti biasa, pilot menyapa para penumpang, memberi tahu ketinggian terbang dan estimasi waktu penerbangan. Beliau mengatakan bahwa penerbangan ini memakan waktu satu jam. Berbeda dengan apa yang Google katakan.


Menurut Google, waktu penerbangan hanya 20 menit. Nyatanya, satu jam.

      Baca juga ;
  • 01. Jakarta 
  • 02. Pesawat 
  • 03. Cilegon 

Akhirnya, kami tiba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang pukul setengah enam sore. Tak lama lagi masuk waktu Maghrib. Kami semua menunggui koper dari bagasi. Cukup lama memang. Mungkin lewat jam setengah tujuh malam baru kelar segala urusan.


Suasana di Bandara SMB II, mengambil koper

Waktu menunjukkan pukul 18.20, di Bandara SMB II Palembang

Selepas itu, aku bersama teman-teman yang rumahnya searah (ke Plaju) meng-order taksi daring menuju rumah. Saat itu kami menggunakan Gr*ab. Tidak seperti ketika di Yogjakarta atau Bandung, kami menggunakan aplikasi Go*jek.
Maka, apabila waktu telah menunjukkan pukul setengah sembilan malam - dua puluh lewat tiga puluh - aku telah mendapati diri berada di rumah dengan membawa koper berisi banyak oleh-oleh.



Tamat.


Terimakasih untuk kamu yang setia sudah membaca hingga dua puluh episode ini.
Mohon maaf jika ending-nya tidak ada yang greget. Bingung bagaimana mau menutupnya,
awkwokwokwwkwkwk.

Sampai jumpa di cerita perjalanan selanjutnya!
Ditulis ketika keadaan negeri masih dilanda wabah Corona..
Ini bukanlah tulisan mengenai resensi novel Pulang karya Tere Liye.
Bukan.
Ini bukanlah cerita mengenai bagaimana Bujang alias si Babi Hutan menjadi penguasa Keluarga Tong yang membawanya menjadi seorang Tauke Besar.
Bukan.
Maaf kalau aku membuatmu kecewa.
Ini adalah kelanjutan cerita KKL diriku yang masih belum usai. Hahaa!
Cerita sebelumnya bisa dibaca di sini dan di sini.

***

Selepas sarapan di rest area, kami melanjutkan perjalanan menuju Jakarta. Kami menuju Bandar Udara Halim Perdanakusumah. Seharusnya, kami ke Monas dahulu. Namun, tersebab kami cukup ngaret dalam soal waktu, maka hal ini tidak jadi dilaksanakan. Takutnya, kami ketinggalan pesawat.

Oh ya, hampir lupa. Dalam perjalanan ini, kami menyempatkan diri untuk mampir sejenak di toko oleh-oleh yang ada di Provinsi Jawa Barat. Lagi-lagi, aku tidak tahu kami sekarang tengah berada di kabupaten apa. Yang jelas, di sana mereka ada jual jersey bola Persib Bandung. Namun kami tidak membeli jersey tersebut. Kami membeli oleh-oleh berupa dodol (bukan dodo).

Ada hal yang membuatku tidak nyaman di toko itu. Ini berasal dari toilet mereka.
Pertama, mereka punya toilet yang berbayar.
Kedua, toiletnya tidak bersih. Terkesan kumuh, kotor dan bau pesing. Pintu toilet itu juga tidak dapat berfungsi dengan baik. Pintunya tidak dapat dikunci.
Jadi, apabila aku di rumah. Masuk ke toilet, kunci pintu, lepas celana, kemudian jongkok. Bisa lansung curr....
Lha, kalau di sini, ketika hendak melepas celana. Tiba-tiba ada ada buka pintu. Apa yang akan terjadi, sodara-sodara!?
(Jangan lupa. Sunnah kencing itu jongkok, bukan berdiri. By the way, jangan dibayangkan secara detail adegannya, yaa! -_-)

Seusai drama di toilet dan membeli oleh-oleh, bus kami kembali melanjutkan perjalanan.
Ini adalah part terakhir dalam perjalanan kami. Maka dari itu, masing-masing dari kami mengeluarkan kesan terhadap perjalanan. Hampir seluruhnya berbicara melalui pengeras suara yang ada di dalam bus. Mulai dari kami (mahasiswa peserta KKL), pihak bus (sopir dan kernet), dan juga pihak travel.

Mas Ade, yang merupakan guide dari pihak travel memberikan sepatah kata sebagai tanda perpisahan. Belakangan diketahui bahwa Mas Ade seumuran dengan kami. Namun ia telat setahun kuliah. Ia adalah mahasiswa Fakultas Pertanian angkatan 2016.
Jujur, kata-kata yang keluar dari mulutnya membuatku sedikit terharu.
"Sejauh ini, ketika aku memandu perjalanan di travel ini. Kalian adalah peserta terbaik. Kalian sangat mementingkan waktu ibadah. Pelanggan sebelum-sebelumnya yang memakai jasa travel kami, tidak ada yang sangat peduli dengan waktu ibadah. Bahkan, ada beberapa kali kami sampai tidak shalat. Aku salut. Aku jadi semangat juga untuk meningkatkan ibadah."

Ya, boleh jadi apa yang ia katakan adalah benar.
Apalagi ketika hari Jum'at. Beberapa orang dari kami berkali-kali mengingatkan pihak sopir dan travel untuk menepi, mampir shalat Jumat.
(Karena kondisi saat itu ada beberapa masjid hanya dilewati saja, tidak jadi berhenti. Padahal kenyataannya karena sopir tidak menemukan lahan parkir yang pas untuk dua bus.)

Bagaimana denganku?
Aku juga tak mau kalah untuk memberikan kata-kata terkahir.
Aku meminta maaf kepada teman-teman yang beberapa kali dalam perjalanan terhambat gara-gara diriku ke toilet.
Misalnya, ketika di Jawa Tengah bus yang kami tumpangi harus ke SPBU demi aku bisa buang hajat. Atau usai shalat Jumat, aku menuju toilet juga untuk membuang hajat. Dua bus menunggui aku selesai BAB. Selepas itu baru bisa berangkat.
Wwkwkkw.

Ketika kami telah selesai bicara satu persatu, tidak terasa. Bus telah memasuki wilayah Kabupaten Bekasi, aku menemukan Meikarta (sebelumnya hanya bisa aku lihat di televisi dan internet).


Satu lagi, kelupaan. Ini adalah rute perjalanan kami dari rumah makan tempat kami sarapan menuju bandara.


Singkat cerita, kami tiba di Bandara Halim Perdanakusumah sekitar pukul setengah dua belas siang.
Kami bersalam-salaman dengan sopir. Mengucapkan banyak terimakasih telah menemani perjalanan KKL kami selama satu pekan ini.


Selanjutnya, kami makan siang di emperan bandara. Eh maksdunya, kami makan siang berupa nasi kotak lauk rendang di dekat pintu masuk khusus penumpang yang memiliki tiket. Di sana ada tempat dimana kamu harus disensor dahulu sebelum masuk. Tas dan koper juga disensor).

Seusai santap siang ditelan, adzan zhuhur telah berkumandang. Kami menyeret kaki-kaki kami untuk shalat Zhuhur berjama'ah di masjid bandara, kemudian melanjutkan shalat Ashar secara jama' dan qashar.


Seusai shalat, kami kembali menuju pintu gerbang yang ada sensornya. Melakukan beberapa hal administrasi, ambil tiket dan sebagainya. Kemudian kami masuk ke ruang tunggu. Saat itu, waktu masih menunjukkan pukul setengah dua siang. Dan pesawat kami berangkat dengan jadwal pukul empat sore.



Bersambung..


Hari ini, hari yang kau tunggu
Bertambah satu tahun
Usiamu
Bahagia selalu

Jamrud - Selamat Ulang Tahun

***

Ahad, 23 Desember 2018

Seperti biasa, tetiba aku bangun dari tidur di pagi hari. Pagi ini, suhu udara di dalam bus dingin sekali. Hari ini kami akan sholat Shubuh di suatu rest area di Provinsi Jawa Barat, yang lagi-lagi, aku tidak tahu di kabupaten apa.
Oh ya, ini masih kelanjutan cerita mengenai KKL yang sudah lama tidak dilanjutkan. Hahaa!

Apabila sholat Shubuh usai ditegakkan, kami kembali masuk ke bus untuk melanjutkan tidur perjalanan. Kami menuju Pringsewu Palikanci Resto, salah satu rumah makan yang berada di rest area. Kami tiba di sana mungkin hampir pukul delapan pagi. Rencananya, selain sarapan. Kami akan mandi pagi di sana.

Jika kamu ingat ceritaku di part sebelumnya, koper yang aku bawa tidak dapat dibuka. Koper itu adalah koper yang aku pinjam dari sepupuku.
Pagi itu aku menelponnya, kira-kira seperti ini percakapannya antara Aku (A) dan Sepupu (S).

A : Mbak, koper ini kok tidak bisa dibuka? Kodenya berapa?
S : Yang kemarin sudah Mbak kasih tahu, kodenya 1111.
A : Iya, dari hari pertama kode itu bisa. Namun, sejak semalam. Kode tersebut sudah tidak bisa digunakan lagi. Jadi, dari semalam aku tidak bisa ambil baju untuk ganti pakaian, mbak. Hahaa!
S : Nah, mbak juga bingung, Do..

Tidak ada solusi dari hasil percakapan via telepon tadi. Aku memutuskan untuk membeli sikat gigi baru di Alfa*mart yang ada di sana. Harganya cukup mahal. Sekitar tiga belas ribu rupiah. Padahal, di rumah aku menjual sikat gigi seharga empat ribu rupiah, dan aku bisa ambil itu secara gratis. Karena warung Emak sendiri. Haha.
Untuk pasta gigi dan sabun mandi, aku meminjam meminta dengan teman. Sedangkan untuk baju ganti, lagi-lagi aku memakai baju yang baru dibeli.

Drama singkat setelah antre untuk mandi usai. Lanjut ke sarapan.
Restoran ini cukup luas. Sangat banyak meja dan kursi tersebar di seluruh penjuru. Membuat kita bebas mau duduk dan makan di mana saja. Bahkan, sepertinya Presiden SBY pernah makan di sini. Aku lihat dari foto yang dipajang di dinding restoran.

Kami makan seperti biasa, menuju meja prasmanan, antre untuk mengambil sarapan. Kemudian makan dimulai.
Seperti restoran pada umumnya, mereka menyalakan musik dari pengeras suara untuk menemani makan pengunjung. Di sela-sela menikmati makanan, mereka memberi kami selebaran kertas. Tujuannya untuk survei tingkat kepuasan pelanggan. Selain itu, kami juga diminta mengisi biodata mulai dari tanggal lahir, alamat hingga akun sosial media. Aku fikir menarik juga strategi mereka meminta data diri pengunjung. Data is a business!

Selepas memberi survei, tidak ada lagi yang aneh. Kami makan dengan tenang seperti biasa. Hingga kemudian tiba-tiba..
Musik dari pengeras suara, berhenti sejenak. Lagu yang awalnya selow menjadi keras. Mereka memutar lagu Selamat Ulang Tahun, yang dinyanyikan oleh band Jamrud.
Semua orang sontak berhenti makan, ikut menyanyi dan bertepuk tangan sesuai irama lagu.

Kecuali aku.
Aku tidak bertepuk tangan, tidak pula ikut bernyanyi. Aku masih sibuk makan, tidak terlalu peduli dengan keadaan sekitar. Apatis.
Kemudian, aku mencoba mengingat-ingat. Siapa yang ulang tahun, kok bisa dirayakan di sini.

Sepuluh detik kemudian, aku selesai merenung. Ahha! Ulang tahun hari ini didapat dari data yang baru kami isi. Ternyata, ini adalah salah satu strategi marketing mereka.
Mereka memberi 'kejutan' untuk sesiapa yang berulang tahun di bulan Desember.
Sialnya, salah satu dari 'orang yang beruntung' tersebut adalah... Aku!

Dapat hadiah ulang tahun, hahaa

Mereka mendatangi meja kami, sesiapa yang berulang tahun di bulan itu. Satu-satu. Mereka memberi minuman berupa es sirop marjan, berisi biji selasih, rumput laut dan juga potongan buah. Minumannya memang cukup enak dan segar. Kejutannya memang sederhana, namun cukup bermakna.
Hal ini mungkin bermakna, bagi mereka yang mengganggap ulang tahun itu penting. Namun bagiku, biasa-biasa saja.

Kenapa?
Jika boleh berpendapat, seperti ini.

Pertama, aku tidak suka dan tidak biasa merayakan ulang tahun. Bagiku, tidak ada sesuatu yang spesial dari ulang tahun. Biasa-biasa saja. Sama seperti hari biasa pada umumnya.
Pun, aku juga sudah tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepada teman, sahabat, keluarga atau sesiapapun. Yaa, bahkan kepada orang tua, walau hanya untuk satu kali saja, aku tidak pernah memberi selamat ulang tahun kepada mereka. Hahaa!
Wicis, sekali lagi. Ini adalah hal yang tidak penting.
(Yang tidak penting adalah ulang tahunnya yaa, bukan orang tua. Aku bukan anak yang durhaka, koq! Awkwkowkw)

Kedua, aku tidak suka menyanyi. Juga tidak suka mendengarkan musik yang seperti itu. Selama dalam perjalanan, kami kerap bernyanyi bersama ketika di dalam bus. Sedang aku, hanya diam duduk secara takzim.

Ketiga, sebagian Ulama memiliki pendapat. Bahwa perayaan ulang tahun adalah tasyabuh, meniru budaya barat, budaya k***r.
Mungkin sebagian dari kita menganggap bahwa pendapat ulama seperti ini kolot, tidak mengikuti perkembangan zaman, dan sebagainya.
But, I agree with their statement.
Mereka adalah kumpulan para da'i, ustadz, hingga kyai. Mereka telah menghabiskan waktu puluhan tahun di pesantren, menuntut ilmu hingga ke negeri Timur Tengah, kemudian mendapat gelar Lc. dan MA.
Sedangkan, kita siapa. Hanya lulusan sekolah umum, sok mau mengkritisi mereka. Ehehee..

Namun, di sisi lain. Aku tidak menyalahkan yang mau 'merayakan' ulang tahun yaaa. Tetap ada kok yang membolehkan.
So, aku memohon maaf jika kamu merasa aku tidak peduli dengan ulang tahunmu.
Sorry to say, ini hal yang prinsip bagiku. Ehehe..
(Walapun aku masih sering selengek'an tak karuan. Mohon doanya yaa agar aku menjadi pribadi yang lebih baik. Hiksss...)


Oke, lanjut.
Walau aku tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepada individu. Akan tetapi aku masih mau mengucap ulang tahun untuk hari kemerdekaan Republik Indonesia. Juga untuk milad partai, atau organisasi maupun lembaga lainnya. Aku juga sesekali masih mengucapkan selamat pada peringatan-peringatan penting bangsa. Seperti Hari Pendidikan, Hari Sumpah Pemuda, Hari Lahir Pancasila, dan sebagainya.

Aku tidak se-eskrim itu, kawan!
Jadi, aku masih memiliki jiwa nasionalis yang tinggi, ya! :D

Malam ini malam terakhir bagi kita
Untuk mencurahkan rasa rindu di dada
Esok aku akan pergi lama kembali
Kuharpakan agar engkai sabar menanti
 
Rhoma Irama

***

Selepas dari Candi Prambanan, kami seyogyanya langsung menuju Kota Yogya. Namun tertunda untuk beberapa jam. Kami semua menuju suatu pasar yang ada di kompleks Candi Prambanan. Pasar tersebut menjual berbagai oleh-oleh khas Prambanan, dan terutama khas Yogyakarta.

Pihak travel memberi kami ultimatum waktu hingga adzan Maghrib. Namun kenyataannya adalah, kami tidak mengindahkan ultimatum tersebut.
Aku mendapati diri tengah bablas berbelanja oleh-oleh. Harga di sana cukup murah. Ada baju batik, dompet bercorak batik hingga tas bercorak batik. Ada lagi baju kaus oblong bertuliskan Prambanan, atau Yogyakarta dengan segala macam desain motifnya.
(Ketika tengah menulis ini, aku sedang mengenakan baju kaus oblong yang dibeli di sana).

Apabila puas berbelanja oleh-oleh, kami meninggalkan kawasan Candi Prambanan sekira pukul tujuh malam. Kami kembali memasukki bus.

Malam hari di dalam bus, maen hape teroos

Tujuan kami selanjutnya adalah Bakpia Pathok 25. Kami langsung menuju ke toko (atau, pabrik?) pusat, toko ini adalah yang paling besar dari seluruh cabang yang mereka punya.
Did you know? Bakpia adalah salah satu makanan khas Yogyakarta, dan Bakpia Pathok 25 adalah merk yang paling terkenal. Jika seibarat air mineral, Bakpia Pathok 25 mungkin satu level dengan Aqua. Heheehe...

Di toko ini, banyak sekali wisatawan dan wistawati yang tengah membeli oleh-oleh. Apalagi saat ini malam Minggu Ahad, bertambah ramai orang yang datang. Kami tiba di sana, mungkin hampir pukul delapan malam. 
Oh ya, satu hal yang menarik. Ketika kami datang ke sana, ada bakpia gratis yang boleh dicip-icip.
Strategi marketing yang menurutku cukup baik.

Rute dari Candi Prambanan menuju Bakpia Pathok 25

Setelah membeli bakpia untuk dijadikan oleh-oleh, bus kembali berjalan. Kali ini, menuju butik batik (bacanya seperti orang Jawa, bhutek bhatek, hehehe) yang harganya tidak asyik, alias.. harganya selangit.
Mayoritas produk di sana, seharga jutaan rupiah. Aku hanya melihat-lihat saja, tidak membeli.

Singkat cerita, setelah dari butik batik, kami menuju salah satu restoran yang ada di Yogyakarta. Saat itu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Para karyawan restoran yang awalnya tengah bersiap bersih-bersih dan hendak menutup restoran, kini harus sigap melayani kami.
Di sana, kami tidak hanya makan malam, namun juga sholat Isya qoshor dan Maghrib jama' qoshor, hingga tak lupa untuk.. mandi.

Di sini, masalah baru timbul. Entah kenapa, koperku tidak dapat dibuka! Wkwkekk.
Eh, ralat. Maksudku, koper yang ku bawa. Aku tidak punya koper, jadi koper tersebut adalah koper milik sepupuku yang ku pinjam.

Sejujurnya, aku sedikit cemas.
Pertama, seluruh pakaian ada di sana. Bagaimana caranya, mau tidak mau aku harus mengganti pakaian. Sudah gerah sejak pagi tidak berganti.
Kedua, sabun, pasta gigi dan sikat gigi juga ada di dalam koper. Badanku telah penuh dengan peluh. aku harus bersih. Aku harus mandi!

Pasti kamu penasaran, kenapa koper tidak dapat dibuka?
Jadi, koper tersebut memiliki pengaman pada resletingnya. Akan ada kunci yang berisi kode angka-angka tertentu, seibarat PIN pada ATM. Entah kenapa semenjak tadi siang, kode angka yang biasa dimasukkan tidak dapat membuat koper terbuka. Telah dicoba berulang-ulang, hasilnya masih nihil.

Analisis sementara; Ada orang jahil yang ingin membuka koper, dan mungkin secara (tidak) sengaja, "PIN" pada koper berubah ketika ia tengah mengotak-atik angka kode pada resleting.
Analisis selanjutnya; Orang tersebut adalah... diriku sendiri! Jleb.

Alhasil, untuk ganti pakaian, aku mengenakan baju (oleh-oleh) yang baru dibeli di pasar tadi. Sedangkan untuk celana, aku tidak dapat mengganti.
Bagaimana dengan mandi? Aku tidak dapat menggunakan sabun. Handuk pun tidak dapat diambil. Aku juga tidak dapat menggosok gigi dengan sikat gigi malam itu. Jadi, aku minta sedikit pasta gigi ke temanku, dan menggosok-gosokkannya ke gigi menggunakan ujung jari. Hahaa!
Jadi, malam itu aku hanya mandi dengan air tok!

Setelah semua kenyang, sholat sudah selesai dan mandi telah ditunaikan. Kami meninggalkan restoran itu. Kejadian tersebut terjadi sekitar pukul sepuluh malam.

Kami kemudian hendak ke Jakarta. Esok hari adalah jadwal penerbangan kami pulang ke Palembang melalui Bandara Halim Perdanakusumah.

Selamat tidur!

Rute dari Yogyakarta menuju Jakarta
 
Candi Prambanan

Kami tiba di Candi Prambanan pada sore hari, setelah melakukan perjalanan sekira dua setengah jam.
Kami tiba di lokasi sekitar pukul setengah lima sore.

Kawasan wisata Candi Prambanan, ternyata dikelola oleh salah satu BUMN yakni PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (PT. TWCBPRB).
Sesuai namanya, PT. TWCBPRB mengelola tiga candi yang ada di Provinsi Jateng dan DIY.



Dalam perjalanan dari Pantai Drini menuju Candi Prambanan, ada hal unik yang ku jumpai. Bus kami melewati salah satu pos polisi yang bertuliskan Pos Piyungan.
Piyungan adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul, Provinsi DIY.
Enam tahun lalu, di tahun 2014, kecamatan ini menjadi sangat terkenal karena muncul website yang memakai nama Piyungan. Website ini disinyalir menjadi penyebar hoax.
Jika di tahun itu kamu mengikuti bagaimana perkembangan politik tanah air, aku yakin kamu tahu website apa yang dimaksud.

Yaps, website tesebut adalah pk*piyungan.com atau kemudian berubah menjadi portalpiyungan.com. Website ini betul-betul provokatif dan merugikan partai tersebut (pk*). Padahal, itu hanya inisiatif orang-orang yang berada di grass root, bukan di kalangan elite.
Namun, kabar baiknya adalah pengelola website tersebut tidak lagi berada di dalam pk*. Kata orang, mereka sudah bergelora dengan kapal barunya. Mereka telah pindah arah, ke arah baru yang dianggap lebih baik. No problem. Bukan itu masalahnya, setiap kita bebas mau menentukan mengikuti kelompok manapun. Kita adalah manusia yang merdeka!
(Yang dak ngerti diem lah bae, wkkwkwk)

Pos polisi Piyungan, difoto dari dalam bus

Kami kemudian menuju pintu masuk Candi Prambanan. Menurutku, tempat ini sangat excited. Kompleks candi ini begitu megah, menandakan peradaban zaman dahulu yang sepertinya begitu canggih.
Menurut Wikipedia, Prambanan merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia. Berdasarkan sejarah, telah dibangun sejak abad ke-9 masehi. Kompleks candi ini terletak di area perbatasan provinsi Jateng dan DIY. Di wilayah Jateng, masuk di Kecamatan Prambanan, Kabupaeten Klaten. Untuk wilayah DIY, masuk di Kabupaten Sleman dengan nama kecamatan yang sama; Kecamatan Prambanan.
Rute dari Pantai Drini menuju Candi Prambanan

Ketika kami mengunjungi Candi Prambanan, keadaan saat itu adalah akhir tahun. Artinya, banyak yang sedang melaksanakan liburan. Tempat wisata ini menjadi sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan. Ada keluarga, anak-anak sedang digandeng orang tua mereka, pengantin baru sedang bermesraan berjalan dengan saling menggenggam tangan seolah dunia milik mereka berdua, hingga ada pasangan yang masih pacaran (belum menikah) asyik bercumbu di bawah pohon jambu!

Area sekitar pintu masuk, Candi Prambanan terlihat dari kejauhan

Tak banyak kegiatan yang kami lakukan di sana, kecuali.... hanya berfoto-foto.
Di bawah ini beberapa foto yang aku ambil, ada juga yang menggunakan kamera dan ponsel teman.


Prambanan dari kejauhan

Adit, Sanny, Royhan dan Aku


Bersama Pembimbing Skripsi. Kata orang, kami mirip kwwkk



Ketua Jurusan Teknik Elektro Unsri di masa depan dan Ketua Jurusan Teknik Elektro hari ini, kwkwkw

Kegiatan kami di Pambanan resmi berakhir sekitar pukul setengah enam petang. Tidak lama lagi hendak maghrib. Kunjungan di candi ini diakhiri dengan foto bersama.


Teknik Elektro Unsri angkatan 2015 di Prambanan

Bersambung..
Pagi ini matahari telah menyapa penduduk Jogja. Para pedagang sayur di pasar, ibu-ibu yang menjual sarapan di pinggir jalan, hingga anak sekolah telah merasakan hangatnya sinar mentari. Hal ini sungguh berbanding terbalik dengan kami yang... kembali tidur selepas sholat Shubuh!
padahal sholatnya juga sudah kesiangan.

Ya, kami masih kelelahan setelah berkeliling di Malioboro semalam.

***

Pukul tujuh pagi, kami bersiap untuk sarapan yang telah disediakan di hotel. Suasana sarapan kali ini, begitu syahdu. Sangat mirip dengan hotel di Bandung. Bedanya, jika di sana diiringi dengan musik khas Sunda dengan suara angklung bambunya. Di sini kami diiringi dengan musik gamelas khas Jawa.

Sarapan di hotel bersama Adit dan RD, di-posting di Instagram
Selepas itu, kami kembali ke kamar masing-masing untuk tidur kembali mandi dan bersiap meninggalkan hotel. Ya, sekejap saja kami menginap di sini. Tak sampai dua puluh empat jam.
Kami kembali menaikki bus, untuk menuju Pantai Sepanjang, pantai selatan Jawa. Pantai ini masuk di wilayah Kabupaten Gunung Kidul, masih di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kami berangkat sekitar pukul setengah sembilan pagi. Oh ya, seperti biasa yang dilakukan teman-teman di dalam bus adalah bermain ponsel masing-masing hingga bercengkrama satu sama lain.
Aku saat itu memilih untuk menghubungi Bude ku, Bude Menik namanya. Beliau adalah sepupu Bapak. Tinggal di Yogyakarta di Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo. Sama dengan tempat asal Mbah ku dulu.

Aku mencoba mengirim Bude pesan singkat melalui WhatsApp, "Bude, saya sekarang sedang ada di Jogja. Sedang KKL."
Beberapa menit berselang, Bude menjawab seperti ini, "Lha, ayo sini mampir dulu.."
Aku kembali menjawab dengan basa-basi, "Alamatnya dimana Bude?"
Sekelebat kemudian, Bude mengirim alamat tempat tinggalnya. Aku coba cek melalui Google maps, ternyata jaraknya memakan waktu satu jam setengah dari tempatku.

"Aduh, mohon maaf Bude. Tidak bisa, ternyata itu cukup jauh dari sini. Lain kali saja insyaa Allah aku akan mampir. Sebab ini sama teman-teman di bus." Aku segera memohon maaf kepada Bude.

Kemudian, aku berinisiatif melakukan video call ke Bude. Aku bercerita bahwa ini adalah kegiatan KKL dari kampus. Telah dimulai dari hari Senin, dan saat ini kami hendak menuju pantai.
Oh ya, jika kamu belum tahu. Aku belum pernah sekalipun bertemu dengan Bude Menik. Hanya tahu via WhatsApp saja, haha!

Rute menuju Pantai Sepanjang
Akhirnya, kami tiba di Pantai Sepanjang sekira pukul setengah sebelas. Agak sedikit meleset dari waktu yang diperkirakan oleh Google maps.
Sejujurnya, ini adalah kali pertamaku ke pantai. Pantai yang betul-betul laut, yaa. Bukan pantai di Palembang yang sebenarnya adalah "pantai" Sungai Musi.

Sepanjang Beach
Kata temanku, di pantai kamu akan menemukan banyak bule yang mengenakan bikini hingga tidak pakai baju. Aku tidak menemukannya di sini, padahal sudah mencarinya kesana-kemari. Tidak ada yang aneh, pakaian para pengunjungnya biasa-biasa saja.
Namun, hal yang tidak biasa-biasa saja adalah pemandangannya. Pemandangan Pantai Sepanjang, menurutku sangat menakjubkan, begitu instagaram-able.

Pantai Sepanjang
Menjelang Zhuhur, kami kembali masuk ke bus untuk kemudian menuju Pantai Drini. Jaraknya hanya satu kali bersin. Sungguh dekat, sekitar dua kilometer dengan waktu tempuh enam menit.


Rute menuju Pantai Drini
Sampai di sana, kami langsung menuju Mushollah. Hal baru tentang air kembali ku temui. Setelah di beberapa tempat sebelumnya, air yang kutemui memiliki suhu yang sejuk. Kali ini airnya beda. Karena mushollah ini berada di pantai, maka air wudhu nya berasal dari air laut. Ya, ini pertama kali aku wudhu dengan air laut. Asin sekali. Lebih asin daripada air garam yang biasa dipakai di rumah. Wajar, sih air wudhunya asin. Garam kan berasal dari laut, wkwkwk!

Setelah Sholat Zhuhur dua raka'at dan Ashar dua raka'at, kami menuju salah satu rumah makan yang ada di pantai. Kami memakan ikan goreng, tak ada yang menarik. Ikannya juga biasa saja.

Pantai Drini
Wisata di Pantai Drini, agak sedikit berbeda dengan Pantai Sepanjang. Di sini, sedikit orang yang bermain langsung di bibir pantai. Para wisatawan lebih memilih ke tempat yang ada seperti jembatan kayu berwarna-warni, bagus untuk dijadikan spot berfoto. Tiket masuknya lima ribu rupiah.
Alasan lain, mungkin karena Pantai Drini lebih banyak bukit berbatu dibanding Pantai Sepanjang yang lebih banyak pasirnya. Para wisatawan menjadi sungkan untuk bermain-main dengan batu.

Bukit berbatu di Pantai Drini
Tidak lama waktu yang kami habiskan di sini, karena saat ini adalah tengah hari. Panas sekali, kulit ku menjadi lebih gelap (padahal sudah gelap).
Efek lain dari suhu yang panas adalah, mengingatkan kita pada neraka! Hikss :((
Pantai ini saja sangat panas sekali, apalagi neraka. Pasti jauh lebih panas!


Bersama teman-teman satu bus

Pukul setengah dua siang, kami putuskan untuk menyudahi wisata di pantai ini. Kami menuju tempat lain yang tidak kalah menariknya, tempat yang sarat akan sejarah.
Akan kemana?
Nantikan saja di postingan selanjutnya! Hehee...





Oh ya, jika kamu agak bingung dengan tulisan ini,
aku sarankan untuk membaca dari sini kemudian ke Part 1.
Sabtu, 22 Desember 2018

Saat ini hari telah berganti. Telah lewat pukul dua belas tengah malam. Beberapa menit yang lalu, kami baru saja melaksanakan sholat Isya qoshor dua raka'at dan Maghrib jama' qoshor dua rakaat. Aku melaksanakan ibadah di dalam kamar hotel, tentu bersama teman satu kamar.
Ya, setelah beberapa hari hanya tidur di bus, malam ini kami bisa tidur di hotel. Kali ini satu kamar diisi oleh empat orang, tidak bertiga seperti di Bandung. Teman satu kamarku saat ini adalah Adit, Qolbi dan Asyef. Di sini, kami menginap di hotel Pandanaran.

***

Jogjakarta, atau Jogja, atau Yogyakarta adalah provinsi istimewa di Indonesia. Karena gubernurnya bergelar Sultan Hamengkebuwono dan wakilnya bergelar Paku Alam. Tak ada pemilihan gubernur. Jabatan ini diwariskan turun temurun, karena wilayah ini merupakan wilayah kesultanan sejak sebelum Indonesia merdeka. Di situlah letak istimewanya.
Maka, nama Provinsi ini adalah DIY; Daerah Istimewa Yogyakarta atau dalam aksara Jawa disebut ꦝꦲꦺꦫꦃ​ꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮ​ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ. (Silahkan dibaca sendiri, kwkwwk)

Yogyakarta dini hari, di-posting di Instagram

Saat ini Provinsi DIY dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkebuwono X yang telah menjabat sebagai Gubernur sejak Oktober 1998. Nama asli Sultan adalah Bendoro Raden Mas Herjuno Darpito.
Sementara, rekan Sultan saat ini adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X, dengan nama asli RM Wijoseno Hario Bimo. Beliau mulai menjabat sebagai Wakil Gubernur DIY sejak Januari 2016, menggantikan ayahnya; Paku Alam IX.

Provinisi ini adalah tempat Mbahku lahir. Tepatnya di Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo. Kata Bapak, Mbah puluhan tahun lalu pergi merantau ke Palembang dengan modal ijazah Sekolah Rakyat (SR) dari Muhammadiyah tanpa tahu mau kerja apa.
"Pokoknya, orang zaman dulu pergi merantau dahulu. Urusan kerja dimana, itu nanti!"

Fyi, Mbah akhirnya bekerja di salah satu perusahaan minyak milik negara. Kilangnya terletak di dekat rumahku. Sangat dekat. Kamu pasti tahu perusahaan apa itu!

***

Karena waktu kami hanya tersisa sangat sedikit, rencana untuk tidur ditunda. Aku dan beberapa teman keluar dari hotel, menuju kawasan Malioboro. Mayoritas dari kami keluar saat itu.
Seteguk Dalgona coffee kemudian, kami telah sampai di sana. Jaraknya hanya empat kilometer dari hotel. Saat itu, kami memilih menggunakan taksi daring.

Rute dari hotel menuju kawasan Malioboro

Di luar dugaan, tengah dalu seperti ini, kawasan Malioboro masih sangat ramai. Banyak anak muda nongkrong, duduk-duduk melingkar (mungkin sedang Halaqoh, tapi aku rasa tak mungkin), berdiskusi, main gitar, dan sebagainya.
Itu dua tahun lalu. Namun hari ini, aku tidak yakin. Boleh jadi, selepas Maghrib, Malioboro telah sepi. Semua berubah karena Corona!

Pelataran Malioboro

Di sepanjang Malioboro, tak banyak yang kami lakukan. Hanya berjalan-jalan menyusuri kawasan ini. Kami menemukan penjual oleh-oleh berupa gantungan kunci. Ada yang seharga seribu rupiah, ada yang seribu lima ratus rupiah. Ada pula yang unik. Salah satu penjual ternyata orang Sumsel. Dia bilang, berasal dari Palembang.
Aku tanya, "Kamu Plembang dimano nyo kak? Aku di Plaju!"
Dia menjawab, "Aku dari Sekayu!"
Aku menjawab di dalam hati, "Sekayu itu bukan Plembang. Tapi di Kabupaten Musi Banyasin, Mang Cek!"

Tugu Jalan Malioboro


Selain itu, kami juga menjumpai penjual baju kaos. Aku membeli dengan harga dua puluh ribu rupiah. Dan terakhir, jangan lupa, tempat makan paling fenomenal di Yogyakarta; Angkringan.
Angkringan adalah tempat makan sederhana berupa gerobak, di sana menjual menu utama nasi kucing, dan berbagai lauk pauk berupa tusukan.

Nasi kucing bukanlah nasi dengan lauk daging kucing. Makanan ini adalah nasi dengan porsi yang kecil, sangat sedikit seperti makanan kucing. Itulah sebab namanya seperti itu. Sedangkan tusukan adalah makanan berbentuk sate, ada usus, kulit ayam, telur puyuh dan sebagainya. Di angkringan juga ada gorengan seperti tempe, tahu dan bakwan.
Jangan lupa, ada juga kopi joss. Kopi yang diberi arang di dalamnya. Aku tidak faham sih dimana nikmatnya minum kopi seperti itu. Eh, maksudku, seluruh kopi aku memang tidak suka meminumnya. Haha!

Qolbi, Aku dan Royhan sedang di angkringan.. Kira-kira apa yang sedang aku bincangkan dengan Qolbi, ya?

Ada satu hal lagi yang menarik. Di kawasan Malioboro, ternyata ada Pasar Beringharjo. Kata orang, pasar ini pusat penjualan batik di Yogyakarta.
Aku pertama kali mendengar tentang pasar ini dari novel Ketika Cinta Bertasbih, karya Kang Abik alias Ustadz Habiburrahman El Shirazi, Lc., Pg.D.
Aku kemudian bergumam, "Akhirnya, pasar yang ada di novel sudah bisa didatangi, walau tak bisa dimasukki."

Pasar Beringharjo

Kami terus berkeliling di kawasan ini, melihat satu persatu pedagang mulai bersiap tutup. Mereka hendak pulang ke rumah.
Dengan itu pula, kami bersiap kembali ke hotel. Waktu telah menunjukkan lewat pukul dua dini hari. Tidak baik begadang terlalu lama. Ada hak tubuh untuk istirahat yang harus ditunaikan. Ini lah foto kami terakhir, tepat di tugu Jalan Malioboro.

Royhan, Qolbi, Arif, Aku dan Aan. Dengan muka kelelahan menahan kantuk

Sekitar pukul 02.10 WIB, kami memesan taksi daring untuk kembali ke hotel.
Oh ya, sebelum itu, Qolbi membeli Gudeg untuk dimakannya. Kalau kamu belum tahu, Gudeg adalah makanan khas Yogyakarta. Silahkan cari sendiri di Google. Aku sedang malas menjelaskannya. Ehehehe...

Akhirnya, pukul 02.30 WIB kami telah tiba di hotel. Aku langsung menuju kasur untuk tidur. Sudah sangat lelah sekali.
Hasil berkeliling saat dini hari, kami terbangun sekitar pukul setengah enam pagi!
Ya, sudah telah hampir satu setengah jam dari adzan Shubuh (waktu Shubuh di sini pukul empat pagi). Sungguh betul-betul telat. Boleh jadi, setengah enam pagi telah masuk waktu syuruq (batas akhir waktu Shubuh) di Jogja.

Namun, tak apalah. Aku masih ingat satu kaidah yang didapat dari guru ngaji. Sholat Shubuh masih boleh dilaksanakan walaupun telat, ketika kita bangun kesiangan.
"Tapi, Antum jangan bangun kesiangan setiap hari, Akh!"
Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Kang Mas Joe adalah seorang yang berpengalaman dalam pahit dan getirnya kehidupan, walaupun nyatanya tidak terlalu pahit. Mencoba berbagi tulisan melalui blog, semoga ada hikmah yang bisa diambil. Apabila ada kritik, saran, nasihat dan mau kerjasama. Silahkan DM melalui Instagram dan Twitter @KanggMas_Joe. Terimakasih!

POPULAR POSTS

  • Pencitraan Jilid Dua; Buku yang Aku Baca di Tahun 2020
      Beberapa hari ke belakang, rumahku sedang direnovasi. Maka buku-buku yang ada di rumah sedang tidak ada di rak buku seperti biasa. Begini ...
  • Masjid Cheng Hoo
    Masjid Muhammad Cheng Hoo, adalah salah satu masjid yang cukup terkenal di Palembang. Sering dijadikan sebagai tempat wisata religi. Menurut...
  • Balonku Ada Lima
    Jangan terkejut, ini bukan jimat, mantra, doa atau sebagainya!  Untuk kamu yang sudah jago membaca Al-Quran sejak kecil, aku yakin kamu past...
  • Menjadi Pacar Sewaan
    Hari ini adalah hari Ahad, pukul sepuluh pagi. Aku sedang duduk bersantai di rumah, sedang menatap layar laptop untuk melakukan blog walking...
  • 3 Bloggers yang Rajin BW
    Seperti biasa, di setiap penghujung bulan, Mbak Eno yang baik hatinya kembali membuat challange. Ini adalah event ketiga dari challange- nya...

Categories

  • Bisnis
  • Cerita
  • Opini
  • Perjalanan
  • Pernikahan
  • Sajak
  • Tutorial

Copyright © 2021 Kangg Mas Joe. Created by OddThemes