Kangg Mas Joe

Blognya Dodo. Tidak semua yang diposting adalah nyata, banyak pencitraan dan fiksinya.

Apa yang ada di pikiranmu mengenai wakaf?
Wakaf sebidang tanah untuk pembangunan masjid? Wakaf dengan uang untuk pendirian dan renovasi masjid? Atau mungkin wakaf Al-Quran dan karpet sajadah kepada masjid agar selalu dibaca dan dipakai oleh para jama'ah?
Well, itu semua adalah benar.

Namun, sebenarnya wakaf tidak hanya ke masjid saja. Ada banyak cara lain untuk berwakaf. Sorry to say, hari ini masyarakat tahunya wakaf yaa hanya seperti itu. Kalo tidak pembangunan masjid, ya beliin Al-Quran buat masjid.
Oh yaa, sebelum dituduh yang bukan-bukan, aku ingin bilang bahwa wakaf tersebut juga bagus. Di sini aku akan sedikit sharing cara wakaf yang populer di zaman dahulu, namun hari ini mulai kita tinggalkan.

Sebelum lebih jauh. Aku mau cerita tentang berbagai istilah lain yang ada hubungannya dengan wakaf. Disingkat ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf). Kesemuanya ialah berbeza.

Zakat, adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan bagi umat Islam. Ada dua jenis zakat, yakni zakat fitrah dan zakat maal (bukan mall alias mol).

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan setiap muslim di bulan Ramadhan, sebelum shalat Hari Raya Idul Fitri. Bahkan, anak yang masih bayi pun wajib untuk mengeluarkan zakat. Tapi tentu saja, orangtuanya yang membayarkan zakatnya. Yakali si dedeq bayiik disuruh belanja ke pasar dan bayar zakat sendiri. Wokwkw.
Zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok, sebanyak 2,5kg (untuk berjaga-jaga siapa tahu timbangannya kurang, kami berzakat sebanyak 3kg). Kalau di Indonesia, zakat fitrah diberikan dalam bentuk beras. Kalau di Timur Tengah, dalam bentuk kurma atau gandum yaa. Zakat ini diberikan kepada para kaum fakir dan miskin.

Kedua, zakat maal. Artinya, zakat harta. Zakat yang dikeluarkan jika harta kita telah mencapai halu haul dan nishab yang telah ditentukan. Haul artinya waktu minimal, yaitu satu tahun. Sedangkan nishab adalah jumlah minimal hartanya, sebanyak 20 dinar alias 85 gram emas. Jika kita konversi ke rupiah, 85 gram emas memiliki harga sekitar Rp 80,5 juta.
Artinya, kamu harus punya uang yang tersimpan minimal Rp 80,5 juta selama satu tahun. Baru wajib zakat mal.
Jadi, apabila kamu punya uang Rp 70 juta dalam setahun, belum wajib zakat. Pun juga jika kamu sudah punya uang Rp 100 juta, namun baru selama enam bulan. Itu belum wajib zakat. Kesimpulannya, kedua syarat tersebut (haul dan nishab) harus terpenuhi. Baru kita wajib zakat.

Pertanyaannya adalah, beerapa zakat maal yang harus dikeluarkan setiap tahunnya? Mudah saja. Hanya sekecil 2,5% dari total harta. 2,5% dari Rp 80,5 juta adalah sekitar Rp 2 juta. Sesimpel itu.

Oke, lanjut ke infaq dan shadaqah.
Infaq biasanya ditujukan untuk masjid, lembaga sosial keagamaan atau sejenisnya. Diberikan dalam bentuk uang atau harta lainnya. Contohnya, kita bisa infaq uang ke kotak amal masjid, mushalla dan sebagainya.
Namun, jika shodaqoh (Bahasa Indonesia: sedekah) tidak melulu ke lembaga atau ke masjid, tidak pula hanya berupa harta atau uang. Senyuman pun bisa bernilai sedekah.
Jadi, sudahkah kamu senyum hari ini? :))

Sekarang, lanjut ke wakaf. Ini adalah fokus bahasan kita hari ini.
Wakaf berasal dari bahasa Arab (waqafa - yaqifu - waqfan) yang secara bahasa berarti menahan. Maka, sesuai namanya, harta wakaf sebenarnya adalah harta yang ditahan.
Eh, gimana gimana?

Mari kita kembali ke masa 1400 tahun silam. Ini adalah sejarah wakaf pertama dalam dunia Islam. Kisah ini berkisah tentang Umar bin Khath-thab, sang Khalifah kedua pasca Rasulullah. Suatu saat, Umar mendapat sebidang tanah di daerah Khaibar.
Dimana daerah itu? Yang jelas tidak jauh dari Palembang, hanya sekitar 10 cm kalo di peta, hahaa.

Kemudian, Umar mengahadap ke Nabi Muhammad, meminta saran kepada beliau. Sebab ia belum pernah mendapat harta sebanyak ini.
Nabi Muhammad kemudian berkata kepada Umar, "Kalau kamu suka, tahanlah pokok tanah itu, kemudian sedekahkkan hasilnya. Tidak dijual, tidak dihibahkan, tidak juga diwariskan."

Maka. setelah tanah itu dikelola, Umar menyedekahkan hasil pengelolaan tanah itu kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah ibnu sabil, dan tamu. Tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.

Faham sampai di sini?
Jadi, apabila dalam suatu bisnis, harta wakaf diibaratkan sebagai modal usahanya. Sebagai dana investasi.
Dan keuntungan dari pengelolaan bisnis tersebut, dapat diberikan kepada orang yang membutuhkan. Hal inilah yang dimaskud dengan menahan harta. Harta ditahan dahulu untuk dikelola, agar memperoleh keuntungan. Bukan seperti zakat, atau infaq, atau sedekah, yang dananya langsung diberikan kepada fakir miskin.

Jadi, pada hakikatnya, wakaf yang baik adalah wakaf produktif. Wakaf yang dapat menghasilkan harta lagi sebab ia dikelola. Bukan wakaf mati alias wakaf konsumtif.
Wakaf yang barangnya mati, tidak bisa menghasilkan harta baru. Contoh, wakaf Al-Quran dan karpet sajadah adalah wakaf mati, sebab dari kedua barang tersebut tidak dapat menghasilkan apa-apa. Al-Quran dan karpet sajadah hanya bermanfaat untuk dipakai jama'ah. Kecuali... Al-Quran dan sajadahnya disewakan, maka akan dapat uang dari situ, ahaha.

Disclaimer!
Sekali lagi, aku tidak bilang kalo wakaf konsumtif itu jelek yaak!

Bagaimana pengaplikasian tata kelola dana wakaf di zaman modern ini?
Hari ini kita bisa berwakaf dengan uang, tidak harus repot berwakaf sebidang tanah atau kebun seperti Umar bin Khath-thab.

Gimana cara pengembangan uangnya agar dapat menghasilkan? Ada banyak cara. Dana wakaf tersebut dijadikan modal usaha. Kita buat suatu bisnis yang menguntungkan.
Cara lain? Ada! Bisa juga kalau mau simpel ndak ribet, Dana wakaf yang telah dihimpun, masukkan saja ke instrumen keuangan modern. Bisa ke reksadana, pasar modal saham, sukuk, obligasi atau deposito. Pastikan kepada pengelola keuangan yang syariah, bukan yang konvensional alias ribawi. Biar berkah, sebab dana yang kita kelola adalah dana milik ummat!

Sebagai contoh, dana wakaf tadi kita masukkan ke deposito bank syariah. Anggap saja Rp 1 T, maka akan dapat 3% "bunga" (kalo di bank syariah dapatnya bukan bunga, tapi aku lupa namanya ehehe), sebesar Rp 300 juta setiap tahunnya. Tahun ini dapat, tahun depan dapat lagi, tahun depan lagi, dapat lagi. Terus begitu. Dananya tidak habis-habis sebab pokoknya kita tahan. Hal ini disebut dana abadi (endowment fund).

Bayangkan, Rp 300 juta adalah angka yang cukup bagus untuk membantu orang lain. Bisa memberi makan fakir dan miskin, memberi bantuan modal usaha kepada mereka, bahkan untuk beasiswa kepada mereka. Maka, secara tidak langsung, apabila dana wakaf dikelola dengan sungguh-sungguh, tentu saja dapat mengentaskan kemiskinan.

Kembali muncul pertanyaan. Apakah cerita ini hanyalah sebuah teori belaka? Tentu saja tidak, kawan!
Universitas Al-Azhar hari ini berdiri telah berusia ribuan tahun. Mereka juga telah memberikan beasiswa kepada jutaan mahasiswa dari seluruh dunia. Bagaimana cara mereka bisa melakukannya? Tentu saja dengan dana wakaf. Mereka punya dana abadi.
For your information, berbagai universitas yang ada di Eropa dan Amerika pun, hari ini punya "dana wakaf" untuk mengelola beasiswa mereka. Maksudnya... sistem dana abadi (endowment fund) seperti dana wakaf tadi yaak. Hehehehe.

***


Melihat jumlah penduduk muslim yang sangat besar di Indonesia, merupakan tantangan tersendiri bagi kita. Peluang wakaf kita tersedia sangat lebar. Maka kami, mencoba untuk ikut berkontribusi dalam bidang ini.

Aku dan teman-temanku sejak awal tahun ini telah memulai suatu gerakan baru; Teman Wakaf. Sebuah akun Instagram yang berisikan konten edukasi mengenai wakaf. Mencoba lebih memperkenalkan wakaf kepada masyarakat luas. "Gini loh wakaf zaman nabi tuh, ga melulu wakaf Al-Quran ke masjid, doang!" Kira-kira gitu yang pengen kami sampaikan kepada para netizen.

Teman Wakaf, tidak hanya sebuah akun Instagram. Kami mencoba menjadikan ini bisnis. Start-up, kata orang. Aku dan teman-temanku mencoba berinovasi dalam pengelolaan wakaf. Kami mencoba menjadi market-place barang wakaf.
Eh, pasti pada bingung lagi yaak?

UMKM hari ini mengalami beberapa kendala dalam pengadaan komponen penjunjang usaha mereka. Misal, apabila mereka berjualan makanan, pasti butuh piring, sendok, garpu dan sebagainya. Mereka juga akan butuh gerobak, meja dan kursi. Namun, di sisi lain terkadang mereka terkendala biaya modal yang cukup besar untuk membeli itu semua.

Kami hadir untuk menjadi solusi permasalahan tersebut. Piring, sendok, garpu, gerobak, meja dan kursi bisa kita beli menggunakan dana wakaf. Nanti, barang-barang tersebut bisa dipakai oleh para UMKM. Akad yang dipakai adalah bagi hasil (mudhorobah), maka hal ini tidak terlalu memberatkan mereka.

Selain kepada UMKM, masyarakat umum perseorangan juga bisa memanfaatkan fasilitas ini. Misal, mau buat acara pesta di rumah, pasti butuh piring dan sendok yang banyak, kan?
Masyarakat bisa memakai barang-barang yang kami tawarkan, namun dengan akad yang berbeda. Yakni akad sewa (ijaroh).

Tunggu, market-place nya dimana?
Oh yaa, aku belum jelaskan. Barang-barang tadi, tentu kami tidak mengelolanya. Kami hanya menjadi perantara. Menjadi tempat informasi penyewaan barang-barang wakaf. Maka, yang akan mengelola barang wakaf tersebut adalah nazhir. Lembaga ZISWAF yang telah terdaftar secara sah di negara. Siapa saja mereka? Sebut saja Aksi Cepat Tanggap (ACT), Dompet Dhuafa (DD), Rumah Zakat (RZ), Yayasan Kesejahteraan Madani (Yakesma), Askar Kauny, dan sebagainya.
Kami akan bekerja sama dengan para nazhir.

Setelah deal kepada nazhir, kami akan meminta mereka untuk menyediakan barang-barang sewaan yang dibutuhkan masyarakat. Dan sudah pasti, harga kami jauh lebih rendah daripada kompetitor (platfrom sewa barang, tetapi bukan dari barang wakaf). Jadi, kami akan mendapat keuntungan dari sedikit kutipan fee hasil sewa barang.

Kenapa kami tidak menjadi nazhir saja?
Tentu saja arah kami menuju ke sana. Namun semua itu ada prosesnya. Untuk saat ini, kami masih bekerja sama dengan lembaga ZISWAF lain. Jadi belum bisa mengelola sendiri dana wakafnya, karena ilegal di mata hukum negara! :D

***

Ide ini kami lombakan dalam kompetisi bisnis yang diadakan oleh salah satu parpol Islam di Indonesia. Parpol tersebut berinisial PKS. Akan dipilih beberapa tim yang akan didanai dan dimentori oleh para pebisnis terkemuka. Tim kami berlima (ternyata saat tulisan ini di-publish, sudah berenam). Dua perempuan, tiga laki-laki. Tim kami dipimpin oleh seorang perempuan.

Sekilas, setelah aku pikir-pikir, ternyata tim kami mirip dengan cerita yang ada pada serial Drakor Start-Up.
Samsan Tech. CEO-nya seorang perempuan bernama Seo Dal Mi, anggotanya juga dua perempuan dan tiga laki-laki. Dan Samsan Tech tengah berjuang untuk mendapat pendanaan dari Sand Box.
Sangat mirip dengan keadaan Teman Wakaf hari ini. Bedanya, CEO-nya akan menikah dengan Nam Do San sang CTO. Sedangkan tim kami? Aku yakin hal itu tidak akan terjadi. Haha!



Edit;
Jika kamu tertarik dengan ide yang kami tawarkan. Kemudian kamu ingin bekerja sama dengan kami, atau bahkan berinvestasi. Aku dengan senang hati menerima. Silahkan hubungi melalui email dhodonugraha@gmail.com yaak!






Halo semuanya! Tidak terasa, sudah delapan hari blog ini tidak update lagi. Beberapa teman bertanya mengenai ini. Mengapa Dodo mengubah nama blog-nya menjadi Kangg Mas Joe? Dari mana asal-usulnya? Dari mana nama Joe? Kenapa harus ada Mas, setelah itu ada Kangg pula. Ditambah lagi, huruf ge-nya ternyata ada dua!

Langsung saja, agar kamu tidak penasaran lagi. Mari kita mulakan!

Joe. Ada dua sebab terkait nama ini.
Pertama, nama itu adalah nick-name dari nama Pakdhe (paman)ku. Nama asli pamanku adalah.... Rahasia (ga jadi di-publish, masalah privasi. Kalo di riil-laif kamu kenal denganku, kamu pasti terkejut mengetahui siapa beliau sebenarnya hiihihii).
Di hampir setiap buku-buku milik belio di lemari, selalu tertulis nama Joe. Bahkan, di ponsel Nokia miliknya juga tertulis nama pengguna demikian (aku sering main gim di hape Nokia belio ketika masih SD).
Well, menurutku nama ini keren.

Kedua, nama panggilanku selain Dodo, Dodo, Dodo’ atau Dou-dou (baca selengkapnya: Siapa Namamu?), adalah Joe! Beneran, ga bohong! Walopun yang panggil begitu hanya lima orang. Iyaak, kamu tidak salah baca. Lima orang!
Mereka adalah teman dan adik kelasku ketika SMA. Bisa dibilang, circle alias lingkaran alias halaqoh terdekatku. Bagaimana sejarahnya nama Joe bisa muncul? Ceritanya panjang. Bahkan, aku juga sudah lupa. Wkowkwk.
Kapan-kapan, mungkin kalo aku sudah ingat, akan aku ceritakan.

Baca juga;
   Ghibah-in Tetangga
   Nulis Baso Plembang
   Tertypu

Oh yaa, aku sekarang sudah ingat.
Intinya, Joe adalah salah satu tokoh fiksi yang aku ciptakan ketika SMA. Cerita simpelnya, Joe punya teman perempuan alias girl-friend yang bernama Cha. Mereka berdua hanya berteman dekat, persahabatan biasa antara laki-laki dan perempuan. Sayangnya, Joe dan Cha tidak berpacaran. Sebab mereka anak Rohis yang didoktrin kalo pacaran adalah haram. WKWKOWKWK.

Ini rahasia terakhir.
Tokoh Cha merupakan tokoh yang benar-benar ada. Dia adalah teman satu kelasku di SMA, yang nampaknnya sebentar lagi akan menikah. Lagi-lagi lima orang tadi yang mengetahui keberadaannya. Jadi, bisa dikatakan cerita Joe dan Cha adalah “cerita khayalan” dari aku dan kelima orang teman terdekatku.
Eh, apa sih. Ga jelas!
Yaa maap.

Kenapa akhirnya aku memilih nama seperti ini?
Aku baru ingat, ada satu bagian yang terlewat yang seharusnya diceritakan di awal. Kenapa harus Joe.
Jujur, aku terinspirasi dari nama tutor (guru les) Bahasa Inggrisku. Dia memperkenalkan diri sebagai Kak Zie. Menurutku, nama Zie adalah nama yang keren dan kebarat-baratan. Ternyata, di kemudian hari, nama asli tutor tersebut adalah Kak Fauziyah (aku pernah bercerita di postingan Santuy-nya Liberalisme).

Tidak hanya Kak Zie. Aku juga punya dua tutor lain yang memiliki nama panggilan kebarat-baratan. Padahal nama aslinya Indonesia sekali. Nama panggilan mereka adalah Mr. Sue dan Mr. Jack.
Coba tebak, siapa nama asli mereka? Susanto untuk Mr. Sue dan Joko untuk Mr. Jack.
Sungguh mengejutkan sekali, bukan!

Kembali ke cerita SMA.
Temanku menyaranku untuk ikut mengubah nama menjadi keren dan kebarat-baratan. Awalnya, aku menggunakan nama Doe. Tapi menurutku tidak keren. Karena aku ingat nick-name pamanku yang menurutku keren, maka aku putuskan untuk menggunakan nick-name tersebut. Joe.
Jadi, ceritanya sinkron dengan di awal yaa, hehee.

Masuk ke bagian kedua. Mas.
Nama “tokoh” yang aku ciptakan di awal, sebenarnya adalah Mas Joe. Lima orang itu terkadang memanggil aku dengan sebutan demikian. Walaupun terkadang dipanggil dengan Kak Joe. Wajar saja, di Palembang orang biasa memanggil “kak”, jarang menggunakan “mas”.

Jadi, aku menyematkan “mas” di nama tersebut, sebab ingin mem-branding bahwa aku adalah orang Jawa. Aku bangga dengan identitas ke-Jawa-an-ku, (walupun aku saat ini tidak belum bisa berbahasa Jawa). Di Palembang tidak banyak orang Jawa. Suku Komering dan suku Sumatera lainnya yang cukup dominan di sini.

Oh yaa, karena sudah kepalang ngomongin Jawa. Aku mau cerita di sini. Ada hal unik ketika aku pergi ke Tanah Jawa. Di sana, aku mengaku sebagai orang Palembang. Tidak hanya mengaku, sih. Tapi Pakdhe dan Budhe yang ada di Jawa, bilang kalo aku adalah orang Palembang, bukan orang Jawa. Haha.

Namun, di sisi lain. Ketika di sini, di Palembang. Aku tidak mengaku sebagai orang Palembang, melainkan mengaku sebagai orang Jawa. Nanti orang Palembang “asli” bakal marah kalo aku ngaku-ngaku jadi orang Palembang wkwkkw.

Lanjut ke bagian terakhir. Kangg. Ge-nya ada dua.
Beberapa teman menganggap, bagian ini sangat mengganggu. Kenapa pula ada dua huruf ge. Kenapa tidak satu saja ge-nya. Jawabannya simpel. Karena Instagram!

Seperti di paragraf sebelumnya, aku telah bilang bahwa nama awalnya adalah Mas Joe. Aku mencoba dengan nama seperti itu, ternyata tidak diizinkan Instagram, user name-nya terlalu pendek. Maka aku mencari suatu kata yang cocok untuk menemani Mas. Dapatlah Kang yang ternyata cocok; Kang Mas.
Maka, akun Instagram milikku bernama @kang_mas.joe.

Waktu terus berjalan, menurutku nama ini terlalu alay. Ada dua simbol. Pertama underscore, kedua titik. Maka, aku coba hilangkan satu saja. Lagi-lagi Instagram tidak mengizinkan. Karena karakter atau jumlah hurufnya terlalu sedikit. Masih kurang. Maka, untuk mencukupkan jumlah karakter yang diminta, aku tambah saja huruf ge satu lagi. Maka, saat ini nama Instagram milikku telah berubah menjadi @kanggmas_joe. Jangan lupa di-follow yaak, wkkwwk!


***

Menuju ke alasan utama.
Tulisan di atas sebenarnya adalah basa-basi saja. Haha.

Alasan utama aku mengubah nama blog adalah, aku ingin lebih menjaga privasi. Kata orang, privasi itu mahal. Jadi, aku sedikit demi sedikit mulai membatasi aktivitas media sosialku. Biarkan orang tidak mengetahui apa yang terjadi padaku. Siapa diriku sebenarnya. Itu bukan urusan orang lain.

Aku salut kepada Mbak Creameno, atau Mbak Lia si Peri Kecil, atau Pakdhe Agus. Nampaknya, mereka tidak mau menceritakan diri mereka secara detail. Bahkan, fotonya pun tidak terpampang. Jadi, apabila suatu saat bertemu, mungkin aku tidak tahu bahwa orang yang berada di depanku adalah orang yang kerap kali saling berkomentar di Blog.

Kemudian, aku juga teringat salah satu video seminar yang aku tonton di Youtube. Bang Tere Liye bercerita, dia berada di suatu pesawat, dan orang di sebelahnya sedang membaca buku karya beliau. Orang itu tidak tahu, bahwa penulis bukunya sedang berada persis di sebelahnya.

Biarkan orang mengenal karya kita, bukan mengenal siapa diri kita. #Eaaakk



What is your name? 
Maa ismuka? 
Jenenge sopo? 
Namina saha? 
Namo kau siapo? 
Itu semua punya arti yang sama dalam Bahasa Indonesia; Siapa namamu?

Yaa, di postingan perdana dalam alamat blog yang baru (#eaaak), aku mau memerkenalkan namaku. Nama panggilanku sebenarnya simpel. Dodo.
Akan tetapi, ada tiga versi dalam nama panggilan ini. Selama aku hidup dua puluh tiga tahun, beginilah orang-orang memanggil namaku. Ada tiga versi. Pertama, Dodo. Kedua, Dodo. Dan ketika Dodo'.
Eh, apa bedanya?? Silahkan disimak paparan di bawah ini!

1. Dodo
Keluargaku memanggil aku seperti ini. Bapak, Mamak, Pakdhe, Budhe, Paklek, Bulek, Om, Tante, Uwak, Mamang, Bibik, Adek, Ayuk, Kakak, Mbak, dll. Mereka semua, mayoritas, memanggilku Dodo.

Bagaimana pelafalannya? Huruf o, seperti o pada nama umum orang Jawa. Sukarno, Suharto, Susilo, Yudhoyono, Prabowo dan Joko Widodo.
Atau, jika kamu bingung, seperti huruf o dalam beberapa huruf Arab. Kho, ro, sho, dho,  tho, zho, gho, dan qo. Apabila kita gunakan pada nama seperti ini huruf o-nya. Khoirul, Rohman, Sholihin, Dhodho #ehh, Thoha, Zhohri, Ghofur, dan Qomar.
Jika dalam diksi Bahasa Indonesia, mungkin sama dengan orang, wortel, robot, tolol, togel, tongkol dll.

Menurut survey sederhanaku, orang memanggilku dengan cara seperti ini ada sekitar 35% saja. Tidak banyak.

2. Dodo
Masuk ke bangku sekolah, muncul panggilan aneh yang asing menurutku. Dodo. Banyak teman-teman, guru dan dosen yang memanggilku seperti ini.

Cara membaca huruf o-nya seperti o pada kuno, elo, burjo atau bakso . Atau go dalam Bahasa Inggris kali yaak. Jika dipakai pada nama orang, huruf o seperti pada nama Ronaldo, Ronaldinho, Roberto, Fernando, Fablo, Aldo, dan sebagainya.

Kelompok ini adalah mayoritas, ada sekira 60% penduduk yang memanggil seperti ini.

3. Dodo'
Well, ini adalah kelompok minoritas. Hanya 5% saja dari populasi.
Bagimana cara membacanya? Mirip seperti jenis pertama, namun di akhir ada seperti huruf hamzah yang di-sukun-kan (kalo kamu belajar baca Quran pasti ngerti apa yang aku maksud).
Jadi, Dodo' itu seperti Bapak atau Ibuk atau gilaak atau ndak. Gitu lah pokoknya, hahaa. Huruf k di akhir contoh kata tadi, tidak benar-benar k, kan?

Edit tambahan;
4. Dou-dou
Aku baru sadar, kalau seorang bule biasanya agak sulit menyebutkan nama orang Indonesia. Aku punya guru Bahasa Inggris, seorang Turki. Belio memanggilku seperti itu. Hahaha.
Tapi, itu untuk awal-awal saja. Setelah beberapa pertemuan, dia sudah bisa memanggilku seperti orang Indonesia pada umumnya. Sang guru berlatih keras bagaimana prononsesyen yang benar atas namaku.
By the way, guruku saat ini telah pulang ke Turki. Entah kapan bisa berjumpa dengannya lagi. Hikss :((

***

Dodo lebih senang dipanggil seperti apa?
Ini adalah pertanyaan yang menarik. Aku pribadi lebih suka dengan panggilan pertama, karena itu bagaimana orang tua ku memanggil. Jadi aku menghargai mereka. Inilah perjuanganku agar kamu memanggil namaku dengan benar, dan perjuanganku untuk selalu menghargai jasa orang tua! #Eaak #pesanMoral
Jadi, gimana cara kamu memanggilku? Share di kolom komentar, yaak! :)

***

Haloo, jangan terkejut ketika kamu berkunjung ke blog ini, alamatnya sudah berubah. Dari awalnya dodonugraha.blogspot.com, kini berubah menjadi kanggmasjoe.my.id (ge nya ada dua).
Pada postingan selanjutnya, aku akan cerita, insyaa Allah!


Dodo Nugraha alias Kangg Mas Joe
Jujur saja, tulisan ini terinspirasi dari Mbak Lia sang Pemimpi ~ si Peri Kecil (eh, bener ga namanya?). Aku ter-trigger atas tulisannya yang menceritakan bahwa sudah baca tujuh puluh dua buku di tahun 2020, dan me-review beberapa buku yang doi baca.

Aku memang telah membaca beberapa buku di tahun 2020, walaupun tidak sebanyak mbak Lia. Aku akan membahas di sini, sekaligus buat pencitraan (sesuai dengan judul). Biar dikira rajin baca buku. Padahal, aselii nya mah kagak! Ehehe.


Foto di atas adalah rak buk milikku, tidak banyak memang isinya. Dan juga masih banyak yang masih terplastik, belum dibuka. Ada juga yang plastiknya udah dibuka, tapi belum selesai dibaca. Wowkwok.

Jadi, buku apa aja yang udah aku baca? Cekidot!


Bulan Terbelah di Langit Amerika


Buku ini aku mulai baca di bulan Desember 2019, dan selesai pada Januari 2020. Kalo ga salah sih, gitu. Harganya Rp 20.000. Aku beli di Gramedia, di rak buku diskon. Lumayan. Ini novel yang cukup terkenal beberapa tahun lalu. Sebelum membacanya, aku telah menonton film ini sebelumnya, ketika masih jadi siswa SMA. Itulah sebab aku tertarik untuk membelinya.

Buku ini bercerita tentang seorang tokoh Hanum dan Rangga (sesuai nama asli penulisnya, tapi aku tidak tahu apakah ini kisah nyata  atau tidak). Dikisahkan tentang pertanyaan Apakah Dunia akan Lebh Baik tanpa Islam? Kira-kira seperti itu. Dan di akhir cerita, terjawab pertanyaannya. Ada tokoh yang sangat membenci Islam (sebab dilatari oleh peristiwa "terorisme" 9/11), akhirnya ia tersadar. Dan tokoh Hanum, menjadi ber-hijrah. Sebelumnya tidak menggunakan jilbab, kemudian memutuskan untuk mengenakan jilbabnya.

Menurutku, bukunya cukup lambat dalam alurnya. Jadi, aku tidak terlalu menikmatinya. Aku lebih suka menonton filmnya daripada membaca bukunya. Overall, buku ini tetap menarik. Banyak hikmah yang didapat.


Strategi B25


Masih dari rangkaian buku diskon Gramedia, buku ini juga seharga Rp 20.000. Strategi mengenai bisnis properti (dan bisnis lainnya) agar bisa lebih maju dan berkembang. Banyak strategi yang diajarkan di buku tersebut. Salah satu yang aku ingat adalah, tentang hutang. Penulis buku, yang juga praktisi bisnis properti, mengatakan bahwa untuk memulai bisnis janganlah melalui hutang. Kenapa? Bisnis belum tentu laku, tapi membayar hutang adalah pasti. Kalo bisnis kita rugi, hutang tetaplah harus dibayar. Itu resiko yang cukup besar.

Di bab terakhir, dijelaskan mengenai strategi utama yang sangat menarik. Namun, aku sebagai seorang muslim, tidak bisa menerapkan strategi utamanya. Sebab, dalam kepercayaanku, ada batasan dalam berbisnis. Kami tidak bisa menghalalkan segala cara. Cara yang diajarkan di buku itu, ternyata bersistem dengan riba dan gharar. Dosa riba yang paling ringan adalah, sama dengan berhubungan badan dengan ibu kandung sendiri. Seram sekali, bukan!
So, bagiku hal ini tidak bisa ditawar. Hehehe.


Memotret Milky Way


Buku ketiga dari perburuan buku diskon Gramedia, wkwkkw. Harganya Rp 10.000. Berisi foto-foto angkasa. Menurutku foto-fotonya cukup indah, dari pandanganku sebagai orang awam dalam dunia fotografi.


Kiss The Kong


Lagi-lagi, perburuan buku diskon belum usai. Buku ini harganya juga sama, Rp 10.000. Menjelaskan tentang bagaimana strategi closing ke suatu perusahaan, dengan posisi kita adalah karyawan suatu perusahaan mitra (B2B). King kong di sini adalah boss dari perusahaan yang hendak menjadi target closing kita. 


Rentenir Penolong Pedagang Kecil


Buku terakhir dari preburuan diskon. Ekspetasi awalku ketika membeli ini adalah, pasti akan  bercerita tentang kiat-kiat menghadapi rentenir bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Aku sangat butuh asupan materi tentang menghadapi rentenir, karena aku memang berencana untuk "memerangi" riba, terutama masyarakat menengah ke bawah. Banyak yang tak faham bahwa rentenir adalah riba, dan itu tidak dibenarkan dalam agama. #Eaakk
Nyatanya? Kamu bisa lihat sendiri daftar isi dan bab pertama buku ini.



Sejujurnya, aku awalnya berniat untuk memfoto sendiri buku yang aku miliki. Karena sudah kadung kesal, kecewa dengan ini bukunay yang click-bait, aku sudah menyimpan bukunya ke gudang, bukunya tidak aku selesaikan. Aku simpan di box tempat buku-buku lama. Kemarin aku hendak mencari buku  itu, namun tidak ketemu. Jadi, aku mencari referensi lewat Google saja. Hehhee.

Well, kenapa bukunya malah bahas politik? -_-
Kemudian, isinya juga cukup tendensi ke kelompok Islam Politik yang dianggap menolak Jokowi-Ahok menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Menurutku adalah wajar sebagian ummat Islam menolak dipimpin oleh minoritas karena mereka mayoritas. Coba logikanya dibalik. Apakah mayoritas ummat Hindu di Bali akan menolak ataukah menerima apabila ada seorang Muslim yang ingin menjadi Gubernur di sana?


Notes from Qatar


Buku ini bukan buku diskon, tapi pemberian dari girl-friend alias teman perempuanku. Doi memberi beberapa buku lamanya kepadaku dan dengan senang hati aku terima (walaupun sampai sekarang belum semuanya dibaca). Buku ini ditulis oleh seorang blogger. Intinya, tulisan blog yang dijadikan buku. Si penulis adalah mahasiswa di salah satu kampus yang ada di Qatar. Buku ini banyak bercerita bagaimana kehidupan dan perkuliahannya di sana. Jujur, aku jadi ingin berkuliah di Qatar juga. Hahaa!


Marmut Merah Jambu


Sama seperti buku Notes from Qatar, buku ini juga pemberian dari seorang girl-friend. Tapi, girl-friend yang lain lagi. Ehehe.
Doi memberi tiga buku kepadaku, sebab katanya mau bersih-bersih rumah. Mau "membuang" barang yang tiak diperlukan, sebab mau pindahan.... Pindah ke rumah suami alias doi mau nikah bentar lagi.. ~

Salah satu cerita yang menarik dari buku ini adalah, ketika Bang Radit sedang nge-date. Kemudian, doi-nya Bang Radit bilang bahwa dia suka sekali cerita di salah satu bab bukunya, tentang bokep bokapnya dan celana dalamnya. Bang Radit jadi merasa ilfill dengan cewek tersebut. Bang Radit lebih respect sama cewek yang ngobrol tentang kehidupan yang nyata. Maksudnya, persona Bang Radit sebagai sosok yang bodoh dan kocak di bukunya, dalam kehidupan nyata belum tentu demikian.

Jadi, kalo kamu hanya kenal dengan aku melalui media sosial, yang kesannya seperti ini. Bisa jadi kalo kamu kenal dengan aku di real life, tidaklah demikian. Media sosial hanyalah pencitraan! :")


Ngenest Ngetawain Hidup ala Ernest


Buku ini adalah buku kedua (dari tiga buku yang diberi girl friend). Ditulis oleh Ernest, seorang komika beretnis Tionghoa. Berisi banyak lawakan yang menceritkan keresahannya sebagai minoritas di Indonesia. Banyak lawakan dari buku ini sebenarnya sudah aku tonton di stand-up Koh Ernest di Youtube.


Manusia Setengah Salmon


Karena sudah membaca salah satu buku Bang Raditya Dika, aku jadi kepengen baca buku belio yang lain lagi. Walaupun udah baca berulang-ulang, tetap saja ngakak.

Buku ini, adalah buku yang bersejarah bagiku. Sebab, ini adalah buku fiksi pertama yang aku beli dengan uang sendiri. Seingatku, aku membelinya ketika kelas tiga SMP. Saat buku ini baru di-launching, beberapa temanku membicarakan buku ini dan bahkan ada yang membawannya ke sekolah dan "menyombongkan" buku itu. wkwkwk. Aku hanya bisa pinjam sebentar saja. Sebab aku kesal dan tidak enak sama teman kalo pinjam terus. Jadi aku beli sendiri saja. Hahaa!

By the way, Bang Raditya Dika adalah salah satu penulis favoritku. Style cara menulisnya, sedikit-sedikit aku ikuti, walaupun tidak sama persis. Hehehe.


Pulang, Pergi dan Pulang-Pergi





Ketiga buku ini adalah buku bersambung yang ditulis oleh Tere Liye. Buku ini menceritkan suatu konflik politik dan ekonomi dunia yang ternyata dikuasai oleh hanya segelintir orang, di belakang layar. Katanya hanya ada sembilan keluarga penguasa dunia, para elit global yang merancang konspirasi di dunia. Disebut juga shadow economy.

Aku tidak tahu, bagaimana bang Tere bisa sedetail itu menggambarkan shadow economy di bukunya. Jangan-jangan, di dunia nyata beliau memang pemain shadow economy haha!
Selain ketiga buku ini, telah ada dua buku sebelumnya yang berhubungan. Negeri di Ujung Tanduk dan Negeri Para Bedebah. Kemudian, kelanjutan dari sekuel ini adalah Bedebah di Ujung Tanduk. Sungguh strategi marketing yang sangat menarik!
Oh yaa, ketiga buku ini aku baca secara online. Beli bukunya di Google Books.


Drunken Mama, Drunken Molen dan Drunken Moster




Buku ini cukup kocak, ditulis oleh dosen ITB. Pak Pidi Baiq. Karya beliau yang fenomenal selain sekuel ini adalah Dilan dan Milea (aku lupa judul aslinya gimana, wkwk).
Yang menarik dari buku Drunken Mama, Drunken Molen dan Drunken Moster adalah di akhir buku terdapat Referensi alias Daftar Pustaka, berasal dari beberapa buku Bahasa Inggris pulaak. Penulis yang sangat serius untuk buku yang tidak serius!
Oh yaa, buku ini aku baca gratis melalui ponsel di aplikasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia; iPusnas.




Merindu Baginda Nabi dan Kembara Rindu



Buku yang ditulis oleh Ustadz Habiburrahman El-Shirazy (Kang Abik). Seorang ustadz pengasuh salah satu Ponpes di Jawa Tengah, lulusan Universitas Al Azhar Mesir. Karya beliau yang tak lekang oleh zaman adalah Ayat Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.

Kedua buku ini (bahkan buku-buku Kang Abik yang lain), punya alur yang mirip. Bercerita tentang lingkungan pesantren, keislaman, dan prestasi si tokoh utama.
Merindu Baginda Nabi menceritakan tentang seroang anak perempuan yang merupakan "anak pungut" yang diasuh oleh orang yang tepat. Akhirnya menjadi anak yang berprestasi sampai ikut program pertukaran pelajar ke Amerika dan Eropa.

Sedangkan Kembara Rindu, berkisah tentang konflik keluarga. Seorang ayah yang diam-diam berpoligami. Sedihnya, terjadi ketimpangan di sini. Anak-anak dari istri pertama hidup berkecukupan, sedangakan anak dari istri kedua hidup prihatin. Akhirnya anak-anak mereka memperebutkan harta warisan. So, buku ini bagus sebab mengajarkan bagaimana warisan yang seharusnya dibagi secara adil. Adil dalam hukum Islam yaak! :)
Sayangnya, buku ini belum selesai. Bersambung ke jilid kedua yang belum tahu kapan terbitnya.

Oh yaa, kedua buku ini sebenarnya sudah kubaca sebelumnya. Karena gabut, aku coba baca ulang. Siapa tahu dapat hikmah-hikmah baru. Fyi, untuk buku Kembara Rindu aku dapatkan saat open BO eh, open PO. Bertanda tangan sang penulis.

Terkahir, sepengamatan sotoy-ku, Kang Abik adalah kader salah satu parpol Islam, yang mana parpol tersebut baru saja mengubah logonya menjadi dominan berwarna oren.


Udah, segitu dulu yaak. Capek menatap laptop sejak pagi. Besok-besok disambung, insyaa Allah!

Bersambung..


Baru tadi sore, aku membuka Facebook di ponsel kesayanganku. Aku mendapati notifikasi dari sebuah postingan bapakku. Seseorang berkomentar beberapa menit yang lalu, “Waah selamat yaa anaknya diwisuda!”

Aku kemudian meng-klik notif itu. Postingan tersebut sangat ramai oleh ucapan selamat, hampir seratus dua puluh jumlah komentarnya. Semakin scroll ke atas, semakin aku sadar. Postingan itu sudah sejak delapan bulan lalu, Yaa, artinya aku menjadi pengangguran sudah selama itu.

Dua hari yang lalu, aku diajak oleh seorang teman untuk mengunjungi sebuah coffee shop yang baru saja buka. Sebagai traktiran atas gaji pertama, katanya ketika mengajakku. Aku mengiyakan. Sejujurnya, aku cukup senang mendengar hal ini. Temanku akhirnya mendapat pekerjaan yang telah dia idam-idamkan sejak kecil. Aku telah mengenalnya sejak masih menjadi bocah ingusan. Kami bersekolah di SD hingga SMA yang sama.

Di sisi lain, aku juga masih merasakan getir. Ada suatu ruang hampa yang bergetar. Walaupun sekolah kami sama, nasib kami berbeda. Hampir sembilan puluh lamaran (saat tulisan ini terbit, sudah seratus sepuluh jumlahnya) telah aku apply kemana-mana. Perusahaan milik negara sampai milik swasta. Dari Aceh, kotanya Cut Nyak Dhien hingga Makassar, kerajaannya Sultan Hasanuddin. Hasilnya beragam, ada yang gagal di tahap tes tertulis, ada yang di psikotes, namun lebih banyak yang tiada ber-khabar. Pandemi Covid-19 benar-benar melumpuhkan roda perekonomian. Jangankan orang mau cari kerja, yang ada pekerjaan saja banyak yang di-PHK. 

Apa yang kami obrolkan di coffee shop itu? Tentunya beragam. Mulai dari perkembangan ekonomi dunia, konspirasi elite global, hingga geo-politik di Timur Tengah. Dan pada akhirnya, tiba pada bahasan favorit kita semua. Ghibah. Apalagi tetangga sendiri yang jadi obyeknya. Pasti seru! Hehehe.

Apa itu ghibah? Simpelnya, bisa diartikan sebagai kegiatan nyinyir alias membicarakan keburukan orang lain dari belakang. Hal yang diperbincangkan berupa fakta, memang benar-benar terjadi.

Namun, apabila perbincangannya bukanlah suatu fakta, tidak benar-benar terjadi, kabar bohong alias hoax maka jatuhnya bukanlah ghibah, melainkan fitnah. Maju kena, mundur kena. Sama-sama dosa!

Kemudian, level advanced dari nyinyir adalah namimah. Didefinisikan sebagai membicarakan keburukan orang di depan orangnya langsung. Kadang juga, namimah disebut sebagai adu domba. Sungguh mulia sekali perbuatan ini!
Aku masih sangat hafal definisi dan perbedaan antara ghibah, fitnah dan namimah. Materi ini aku dapatkan ketika pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA kelas sebelas. Hehehe.

Well, berdasarkan definisi yang telah aku paparkan di atas, aku sebenarnya ragu untuk menuliskan cerita ini. Awalnya yang hanya per-ghibah-an antara dua orang, kini menjadi ratusan hingga ribuan orang. Sebab, tulisan ini tersebar di internet dan dapat diakses oleh siapa saja. Haha.
Namun, karena sudah terlanjur. Yaa udah, silahkan menikmati materi pergunjingan duniawi ini! Awkwokwk.

***

So, apa kesibukanku saat ini setelah wisuda? Jawabannya simpel, mencari kesibukan. #Ehh
Selain itu, aku juga membantu ibu berjualan. Kami punya warung kecil di rumah. Menjual berbagai kebutuhan pokok seperti minyak goreng, mie instan, gula, gandum, garam, ciki, permen, pulsa, micin hingga rokok. Aku adalah penjual rokok yang tidak merokok. Aku peduli kepada kesehatan diri sendiri, tapi tidak peduli kepada kesehatan orang lain. Heee~

Saat itu, ada seorang tetangga yang hendak membeli rokok.
“Doo!” Katanya.
“Iya!” Kataku.
“Mau beli nih.”Katanya lagi.
“Beli apa?” Kataku lagi.
“Beli rokok.” Kata orang itu.
“Rokok apa?” Aku mulai kesal.
“Rokok Sam*su.” Orang itu menjawab.
“Berapa batang?” Aku bertanya lagi.
“Dua batang saja.” Dia menjawab pertanyaanku.

“KENAPA KAU TIDAK DARI AWAL LANGSUNG BILANG SAJA, MAU BELI ROKOK SAM*SU DUA BATANG! AKU TIDAK CAPEK BERTANYA TERUS. WOYY!” Aku bergumam kesal dalam hati.

Orang itu kemudian meminjam korek untuk menyalakan rokoknya. Menghisapnya dalam-dalam, sampai ke paru-paru. Setelah itu menghembuskan asapnya ke wajahku. Memang ga ada akhlak.
“Jadi kamu sudah kerja di mana, Doo?” Dia bertanya sambil menghisap rokok.
“Masih mencari, om.” Kataku sambil tersenyum.

“Kalau anakku, si Bejo, kini sudah jadi PNS. Dia jadi guru di salah satu SMA unggulan yang ada di kabupaten sebelah. Nasibnya baik sekali, wisudanya dapat summa-cum-laude. Habis wisuda langsung ngajar di bimbel. Tidak lama setelah itu, ada pendaftaran PNS dan langsung diterima. Tidak ada jadi pengangguran dia. Katanya pun, tidak lama lagi bakal diangkat jadi wakil kepala sekolah.” Orang itu mulai menyombongkan anaknya.

“Padahal, dulu dia pengen jadi polisi. Tapi aku larang, aku suruh kuliah saja jadi guru. Guru itu nasibnya terjamin. Terbukti kan hasilnya sekarang. Coba kamu kuliahnya jadi guru saja, Doo. Tidak usah kuliah di Fakultas Teknik. Pabrik mana yang sekarang mau terima sarjana teknik, sedang pandemi seperti ini. Masa depan tidak cerah. Sudahlah, pokoknya jadi guru saja.” Orang itu kembali meracau tidak jelas.

“Iya, om.” Aku menjawab sekenanya saja, demi menjaga sopan santun. Heyy, apa hak Anda melarang-larang saya berkuliah di Fakultas Teknik dan menyuruh saya menjadi guru. Kenapa Anda mengatur-ngatur hidup saya! Wqwkqk.

Apakah hanya satu tetangga yang kurang ajar seperti itu? Tidak, masih ada lagi.
Ceritanya masih sama, terjadi di warung. Seorang bapak-bapak hendak membeli pulsa. Setelah pulsanya masuk, dia malah mengajakku ngobrol, “Kamu sudah kerja, Doo?”

“Belum, om. Hehe.” Lagi-lagi, aku menjawab sambil tersenyum.

“Waaah. Kalau anakku, kemarin tamat SMA langsung bekerja jadi teknisi di tempat pemasangan CCTV. Kini dia telah sangat ahli. Jadi, kalo ada kerusakan, boss-nya pasti langsung memanggilnya. Lumayanlah, dapat banyak bonus. Satu bulan bisa sampai sembilan juta rupiah. Sekarang dia mau daftar kuliah, jadi sambil kerja sambil kuliah.” Orang ini juga membanggakan anaknya di depanku.

“Iya, om.” Aku hanya menjawab seperti itu. Dia terus nge-bacot tanpa jemu.

Belasan menit kemudian, orang tua itu akhirnya berhenti meracau ketika ada orang lain yang mau belanja di warungku.
“Sudah dulu yaa, Doo.”
“Iya, hati-hati di jalan om!” Aku tetap terlihat ramah pada pelanggan dengan rupa seperti apapun. 

***

Adakah pelajaran yang dapat diambil dari cerita ini? Menurutku, ada dua hikmah dari masing-masing persepsi.

Pertama, dari sisi pembeli di warung alias dari sisi orang yang telah mendapat sesuatu yang diinginkan. Mungkin, kamu boleh bangga, boleh senang hati atas apa yang telah didapatkan. Siapa dong orang tua yang tidak senang terhadap anaknya yang telah mendapat pekerjaan dengan gaji lumayan. Orang tua mana pula yang tidak bangga ketika anaknya menjadi PNS. Pasti orang tua sangat senang dan bangga akan hal itu. Namun, harus diperhatikan tempatnya.

Apabila orang yang menjadi lawan bicara malah menjadi sedih atau kesal atau malah iri hati dengan isi pembicaraanmu, baiknya tidak usah berbicara. Jangan membicarakan anakmu yang telah mendapat pekerjaan, kepada orang yang belum mendapat pekerjaan. Jangan membicarakan tentang penatnya dunia perkuliahan, kepada orang yang tidak kuliah. Jangan membicarakan keuntungan bisnismu yang sedang melimpah ruah, kepada orang yang bisnisnya baru saja hancur berantakan. Jangan bicara tentang lelahnya kaki yang dipakai untuk berjalan dan berlari, kepada orang yang tidak punya kaki. Jangan! Kehadiran dirimu malah menjadi masalah baru.

Pelajaran kedua, dari sisi aku si penjual di warung alias dari sisi orang yang belum mendapat sesuatu yang diinginkan. Baiknya, kita tidak usah terlalu ambil pusing terhadap perkataan orang. Anggap saja angin kentut yang telah berlalu. Tidak usah baper. Kita harus tetap selalu mensyukuri apa-apa yang telah kita dapatkan.

Kita bisa bersekolah, bisa berkuliah di perguruan tinggi, atau bisa hidup di dunia. Adalah perkara-perkara yang harus benar-benar disyukuri. Ada berapa banyak anak-anak yang tidak ada biaya untuk bersekolah. Berapa banyak pula yang tamat SMA, namun tidak lulus tes masuk perguruan tinggi negeri. Berapa banyak yang mau kuliah di swasta, namun terhalang biaya. Banyak sekali kalau dipikir-pikir.

Ingatlah, rezeki tiap-tiap orang berbeda-beda bentuknya, berbeda-beda waktunya. Semuanya ada di tangan-Nya. Kalau kata pepatah, setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Tidak usah risau, apabila memang rezeki kita, sudah pasti rezeki kita. Tidak akan lari. Rezeki tidak akan tertukar.

Oh yaa, terakhir. Toloong, kepada om pertama yang beli rokok dan om kedua yang beli pulsa kalau kau baca tulisan aku ini. Ingat, yaa!  Aku tidak peduli dengan anak kalian. Mau jadi PNS kek, mau jadi teknisi kek, bahkan mau jadi koruptor atau teroris pun. Aku tidak peduli!!
Keuntungan dari rokok dua batang, hanya lima ratus rupiah. Keuntungan pulsa juga tidak besar, hanya seribu rupiah. Untung lima ratus dan seribu rupiah, tidaklah sebanding dengan lelahnya aku mendengar bacotan tentang anak-anak kalian. Sekali lagi, Aku tidak peduli!

***


Jadi, apakah kisah dalam tulisan ini benar-benar terjadi, atau hanya sebuah kisah fiksi?
Aku malas untuk memberi informasi, silahkan nilai sendiri.
Yang terpenting, ada hikmah yang bisa digali. Hihiii..

Eniho, tulisan ini adalah tulisan yang diikutsertakan dalam Paid Guest Post #2-nya Mbak Eno - Creameno, dengan tema dua hal yang dipelajari dari 2020. Namun, saat itu aku belum berkesempatan menang, wkwokw.
Walopun belum menang, belio memberi kami, para peserta berupa hadiah kenang-kenanangan notebook cantiq. Lumayan, di sana aku bisa menulis ide-ide gila untuk tahun 2021. Oh yaa, permohonan maaf kalo fotonya tidak sebagus dengan teman blogger lain. Maklum, aku tidak pandai mengambil foto, ehehe.


Well, semoga tahun depan menjadi lebih baik. Dan post ini, adalah post terkahir di tahun 2020.
Sampai jumpa!


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Kang Mas Joe adalah seorang yang berpengalaman dalam pahit dan getirnya kehidupan, walaupun nyatanya tidak terlalu pahit. Mencoba berbagi tulisan melalui blog, semoga ada hikmah yang bisa diambil. Apabila ada kritik, saran, nasihat dan mau kerjasama. Silahkan DM melalui Instagram dan Twitter @KanggMas_Joe. Terimakasih!

POPULAR POSTS

  • Pencitraan Jilid Dua; Buku yang Aku Baca di Tahun 2020
      Beberapa hari ke belakang, rumahku sedang direnovasi. Maka buku-buku yang ada di rumah sedang tidak ada di rak buku seperti biasa. Begini ...
  • Masjid Cheng Hoo
    Masjid Muhammad Cheng Hoo, adalah salah satu masjid yang cukup terkenal di Palembang. Sering dijadikan sebagai tempat wisata religi. Menurut...
  • Balonku Ada Lima
    Jangan terkejut, ini bukan jimat, mantra, doa atau sebagainya!  Untuk kamu yang sudah jago membaca Al-Quran sejak kecil, aku yakin kamu past...
  • Menjadi Pacar Sewaan
    Hari ini adalah hari Ahad, pukul sepuluh pagi. Aku sedang duduk bersantai di rumah, sedang menatap layar laptop untuk melakukan blog walking...
  • 3 Bloggers yang Rajin BW
    Seperti biasa, di setiap penghujung bulan, Mbak Eno yang baik hatinya kembali membuat challange. Ini adalah event ketiga dari challange- nya...

Categories

  • Bisnis
  • Cerita
  • Opini
  • Perjalanan
  • Pernikahan
  • Sajak
  • Tutorial

Copyright © 2021 Kangg Mas Joe. Created by OddThemes