Terpaksa (tidak) Merokok

Aku telah tiga jam berada di kolong masjid milik Sekolah Islam Terpadu (SIT) di dekat rumahku. Duduk berkonsentrasi. Berada di depan tumpukan daging-daging qurban.
Daging ini harus dipotong lagi menjadi lebih kecil, agar mudah didistribusikan ke warga. Satu kantong memuat tiga perempat kilogram daging, seperempat kilogram tulang. Jadinya, total satu kilogram.


 
Saat ini telah menunjukkan pukul sepuluh pagi, artinya aku telah stay sejak pukul tujuh pagi. Sepuluh dikurang tujuh sama dengan tiga. Tidak perlu dijelaskan.
Tiga jam, bukan waktu yang singkat bagiku untuk... tidak merokok.
(Yaa, kamu tidak salah baca!)

***

Aku saat ini tengah belajar, berusaha menjadikan diri lebih baik lagi.
Aku mengikuti komunitas hijrah. Komunitas ini cukup lain daripada komunitas mainstream yang ada di masyarakat kampung. Jika pengajian kampung lebih berfokus kepada shalawatan, tahlilan, yasinan, dan berbagai ritualnya. Komunitas yang aku ikuti ini tidak berfokus kepada hal tersebut. Mereka lebih berfokus kepada, yang penting kami mau untuk Shalat (dari sebelumnya tidak/jarang shalat). Harapannya, setelah mau, meningkat menjadi rajin, kemudian meningkat menjadi mengerjakan ibadah-ibadah yang lain. Ibadah sunnah, misalnya.

Oh ya, satu lagi. Komunitas ini tidak memaksa kami untuk harus shalat.
Heey Antum, bacanya jangan dipotong sampe ini, ntar dikira aliran sesat -_-

Maksudku, setiap pengajian sang guru hanya memberikan nasihat-nasihat ringan kepada kami. Memotivasi dan mengingatkan kami untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas shalat. Sekali lagi, sang guru sekadar mengingatkan. Mau diterima atau tidak nasihatnya, itu kembali ke pribadi masing-masing.
Seperti dalam surat Al-Baqarah, ..Laa ikraaha fiiddiin..
Tidak ada paksaan dalam agama.

Kembali ke topik.
Kerana sekarang tengah ber-iduladha. Maka kami melaksanakan pemotongan hewan qurban. Bertempat di sekolah Islam milik salah seorang guru kami. Hampir seluruh anggota komunitas hadir ikut membantu.
Aku menaksir delapan puluh orang hadir saat itu.

Ada satu hal yang menarik. Di sini, kamu tidak akan menemukan anggota yang merokok. Lagi-lagi berbeda dari kebiasaan masyarakat mainstream.
Masyarakat mainstream merokok tidak pandang tempat, tidak pandang bulu. Kaya-miskin, tua-muda, pengusaha-buruh, dosen-mahasiswa.
Mereka dapat disatukan dengan benda luck nut ini.
Mereka akan merokok di acara apapun; pesta pernikahan, takziyah orang meninggal, mengajar di kelas, hingga sidang anggota dewan!
(Aku pernah melihat video anggota dewan provinsi sedang melakukan sidang sambil merokok di dalam gedung parlemen, wkwkw)

Hal ini lah yang aku lupa.
Padahal, aku sudah membawa satu bungkus rokok di kantong agar dapat di-share kepada yang membutuhkan. Wkwkwk.
Pasti asyik, memotong daging sambil menghisap rokok. Agar tidak bosan. Penat. Mulut masam.

Karena tidak ada yang merokok, aku tidak berani menyalakan rokok sendirian. Terpaksa aku menahan diri, walaupun sudah gelisah setengah mati.
Ternyata, ada tiga orang sepertiku, yang aku yakin, mereka juga perokok.
Aku dapat melihat dari bibir yang hitam. Namun tidak hanya tanda itu, aku lihat dengan pasti, kegelisahan dari diri mereka.
Mereka (dan aku) sudah seperti orang ling-lung kebingungan. Macam orang sakaw.

Aku kemudian mendekati mereka,
“Bro, sebats yook. Aku tahu mulut kau pasti sudah masam. Sudah dari tadi pagi kita belum menghisap tembakau, loh!”

Salah seorang dari mereka menjawab,
“Jangan bro, ndak enak sama Ustadz. Di sini ga ada yang merokok. Tahan saja lah. Hitung-hitung sebagai latihan diri kita menjadi lebih baik. ”

Maka, dengan sangat terpaksa aku tidak merokok seharian.
Sebungkus rokok yang telah dibawa, kembali disimpan. Padahal aku sudah berniat sedekah rokok kepada mereka. :)

Baca juga ;

Apabila boleh flashback ke masa sepuluh tahun lalu. Ketika-aku-masih-jadi-orang-baik-baik. Aku pun mengalami hal yang sama; terpaksa.
Bedanya, saat itu aku terpaksa menerima rokok dari teman satu tongkronganku.
Karena aku tidak enakkan, semuanya saat itu merokok, akhirnya aku terima rokok dari mereka. Aku hisap dalam-dalam. Asapnya dapat aku rasakan telah sampai ke paru-paru, kemudian aku hembuskan ke udara. Ada sensasi plong setelah itu.

Kembali ke sang guru.
Salah satu pelajaran dari beliau terbukti efektif. Guru kami tidak pernah memaksa untuk berhenti merokok. Walaupun Beliau tahu, kami adalah perokok.
Awalnya terpaksa, menjadi terbiasa.
Dahulu, terpaksa menerima rokok, akhirnya terbiasa, hingga menjadi candu.
Kini, tengah terpaksa tidak merokok, kemudian terbiasa, hingga menjadi berhenti dari rokok. Berhenti tanpa paksaan.
 
Mohon doanya kepada para pembaca sekalian, agar akudapat segera berhenti dari kebiasaan buruk ini.
Salut kepada kalian yang tidak merokok!



Cerita ini adalah Fiksi :)

Share:

47 komentar

  1. Loh loh, jadi ini cuma fiksi kah???
    Kalau betulan, aku dukung kakak supaya berhenti rokok! Ingat kak, uang rokoknya bisa dikumpulin buat nanti naik hajii 😄😄😄
    Istilahnya, uang yang biasa buat dibelikan rokok, skrg diganti jadi tabungan buat naik haji
    Keren kan tuh! Hehehe

    BalasHapus
  2. Endingnya ternyata ada diakhir nya yaitu cerita ini adalah fiksi.🤣

    Kirain beneran. Eh tapi bagus itu ustadz nya, hanya sekedar mengingatkan tidak memaksa. Karena kalo dipaksa takutnya tidak masuk hati.😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, takutnya mungkin ada rada ga ikhlas Ngejalanin ibadahnya mas 😀

      Hapus
  3. Ceritanya kayak curhat hehe jadinya saya nggak sadar kalau ceritanya fiksi belaka 😁 berasa lagi baca tulisan personal mas Dodo soalnya ~

    Bagus, mas! 🤭

    BalasHapus
  4. Eh fiksi. Tapi alhamdulilah kalau mas dodo nggak ngerokok. Karena denger cerita dari yang ngerokok kayak bapak saya berhentinya emang susah. Bapak saya sekarang udah berhenti setelah beberapa kali percobaan.

    BalasHapus
  5. hihihi itu twist nya ternyata fiksi. Tadinya saya mau tanya, di kolong masjid itu kaya bagaimana? apa kaya di basement gitu?
    Eh, kalau kakak tertarik sama soal rokok dan segala topiknya, bisa ditengok lomba menulis bertema rokok. Ini linknya: https://kbr.id/intermezzo/05-2020/yuk__ikuti_lomba_blog__putusinaja__berhadiah_total_21_juta/103163.html.

    Btw suka dengan artikel eh fiksinya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kayak basement gitu mbak. Latar ceritamya asli semua, saya ikut panitia Qurban di sana. Tapi kalo cerita tentang merokok yg fiksi hahaha.

      Btw, makasih infonya ya. Akan saya coba

      Hapus
  6. Yaaah sayang banget ini fiksi, padahal real-kan saja wkwkwk
    Semoga mas nya bner2 bisa berhenti merokok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya tidak merokok loh, beneran. Wkwkwk..
      Kalo ada yg merokok di dekat saya, saya langsung berusaha menjauh dari asapnya :D

      Hapus
    2. Iyah menjauh dari asapnya .. tapi diam-diam ngumpet ngrokok juga, wwkkk

      Hapus
  7. Loh ini fiksi? Padahal udah serius bacanya. Hahaha.

    BalasHapus
  8. Owalah mas Dodo ikiii ..,kirain iki kisah nyata, hahaha.
    Seriusan nih dirimu ngga perokok 😉 ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lhamdulillah ga merokok. Justru aneh kalo ada yg merokok di Circle ku mas, eheheh

      Hapus
  9. Hahaha aku juga kiranya kisah nyata ternyata fiksi! Btw, tetap pertahankan untuk tidak merokok ya kak, sayangi kesehatan soalnya kalau udah sakit, mahal harganya 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaaa betul, sehat itu mahal mbak. Tapi untung ada BPJS *eh
      Ngga ding, canda 😂

      Hapus
  10. Hahahaha, semoga siapapun yang merokok di luar sana, segera bisa berhenti merokok, meski awalnya terpaksa berhenti, lama-lama terbiasa berhenti merokok dan enggak merokok lagi :D

    BalasHapus
  11. Ini fiksikah, atau memang kisah nyata yang dikisahkan oleh penulis??

    BalasHapus
  12. Ajib alur cerita ini seperti nyata eh fiksi wkwk

    BalasHapus
  13. oke fix, punchline tulisan ini adalah bagian kalimat terakhir "cerita ini adalah fiksi :("

    BalasHapus
  14. Baru aja terbesit di pikiran "Jadi kak dodo perokok?" ehhhh pas baca diakhir, hmmm. Baguslah kalau nggak merokok, ngabisin uang aja itu wkwk

    BalasHapus
  15. Ealah, bang. Semoga si aku tetap semangat dan sehat selalu, deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. eheheeh, siapp. Nanti tak sampaikan salam buat si Aku :D

      Hapus
  16. Baru aja saya mau menyemangati proses hijrahnya ini, lah sama ketipu kayak komentar lain haha. Tapi keren sih! Aku pun salut sama orang2 yg gak merokok atau merokok tapi tau tempat. Semoga konsisten selalu ya kak! Aamiin.

    BalasHapus
  17. oalah ternyata fiksi, padahal terasa sekali lho penderitaan menahan rokok di kisah tersebut wkwkwk

    jadi ingat pas nahan lapar padahal sudah jam 9 malam, mau tidur gak bisa karena laper, tapi mau makan kok sayang sudah jam 9, toh besok pagi tetap laper. dilema abad ini pokoke wkwkwk

    BalasHapus
  18. Waktu pemotongan kurban kemaren di tempat saya, selain menyediakan snack dan makan, panitia juga menyediakan berbungkus-bungkus rokok untuk warga yang membantu memotongi daging kurban.
    Karena selera rokok saya agak lain dari orang-orang, saya juga bawa sebungkus rokok sendiri, saya merokok sebatang lalu meletakkan bungkus rokok tersebut, kemudian saya beraktivitas ke sana kemari, kurang dari sejam kemudian saya kembali ke tempat naruh rokok dan, sudah habis....
    Lalu saya terpaksa merokok rokok yang disediakan panitia...
    Begitulah.. :D

    BalasHapus
  19. Untuk berubah menjadikan diri lebih baik memanglah perlu adanya yang namanya proses, dari hal kecil hingga naik naik level terus dan akhirnya sampai ke suatu tujuan yang kita memang tuju. Fiksi toh kak hehe bagus banget kak feel nya dapet terbawa suasana. Btw Semangat Kaka👏🌺

    BalasHapus
  20. Memang kalo kisah nyata sih mustahil terjadi yg seperti ini mas Dod, ahaha..

    BalasHapus
  21. Gw baru aja pikir mau nasihatin mas rokok itu merbahaya untuk kesihatan. Kok malahan jadi fiksi aja.. huhuuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huuhuuhu... 😀😂
      Btw, alhamdulillah ya tulisanku dapat difami oleh kawan Malaysia. Terimakasih sudah berkenan mampir

      Hapus
  22. Wah, kirain Mas Dodo beneran perokok hihihihi :) Syukurlah kalau ga mah, mantap jiwa raga. Iya lah kalau udah niat stop mah pasti bisa :) Pelan2 dikit2 semua butuh proses menjadi lebih baik :)

    BalasHapus