Ngomongin PKI Lagi!


Seorang ibu, duduk di beranda rumahnya menantikan kabar anaknya. Sudah tiga hari tak kunjung pulang. Tiada kabar pula. Maklum, zaman itu. Tahun enam puluhan tidak ada yang namanya SMS, apalagi WhatsApp dan update status hingga story.

Sumber gambar: pixabay.com

Anak itu tiba-tiba hilang. Info apakah dia mati, atau diculik atau apa dan bagaimana. Tidak ada. Hilang begitu saja. Kalaupun benar-benar saat itu mati, mayatnya dimana tidak ada yang tahu.

Sang ibu harap-harap cemas. Sebenarnya beliau curiga, kenapa anaknya tak kunjung pulang. Ini pasti ada hubungannya dengan apa yang terjadi dengan keadaan politik nasional. Mengancam stabilitas negara. Anaknya, seorang remaja tanggung yang usia hampir dua puluh, ikut suatu organisasi kepemudaan, yang ternyata adalah underbow dari partai terlarang. Aku tidak perlu memberi tahu nama jelas dari partainya. Tapi kamu pasti sudah tahu semua. Inisial partainya adalah... Pe-ka-i..

Yaa, itu beberapa waktu setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI. Pemerintah dengan semangat membabat habis seluruh anggotanya, hingga juga hal-hal yang terlibat dengan mereka. Organisasi yang terafiliasi pun, harus dihancurkan. PNS dan karyawan BUMN yang terlibat, dipecat. Namanya dicatat. Database mereka jadi cukup lengkap.

Pertanyaannya adalah, siapa anak muda itu?
Anak muda yang ikut organisasi kepemudaan underbow dari PKI adalah, adik mbahku! Hahaha.
Aku baru mengetahui cerita ini dari bapakku, ketika lebaran kemarin.

Ketika ngobrol, mebicarakan silsilah keluarga, aku bertanya iseng, “Adik mbah putri (nenek) itu cuma satu kan ya pak?”
Aku sebenarnya berekspektasi jawaban bapak adalah memang satu, karena aku selama ini tahunya begitu, dan rumah adiknya mbah putri tidak jauh dari rumah mbahku.
Ternyata tidak. Bapak menjawab bahwa ada adik satu lagi yang ‘tiba-tiba hilang’.

PKI. Walaupun peristiwanya telah terjadi puluhan tahun lalu. Saking lamanya, saat itu pun orang tuaku belum lahir. Tapi masih hangat perbincangannya hingga saat ini. Anak keturunan orang-orang yang telibat dengan PKI, baik kader, simpatisan, hingga anggota organisasi underbow partai (walaupun belum tentu berideologi komunis), di-blacklist. Seperti yang disebut di awal, nama-nama mereka ada dalam database. Mbah kakung (kakek) yang ikut salah satu organisasi pekerja yang ada di BUMN, yang ternyata adalah underbow-nya PKI, ikut termasuk namanya tercatat di Koramil. Tapi, nasib baik mbah tidak ikut dipecat karena sudah menjelang masa pensiun. Sedangkan karyawan yang masih muda, tentu saja dipecat dari BUMN.
Mungkin, kamu pernah ingat cerita itu di (Hampir) Dituduh PKI.

Diskriminasi apalagi yang didapat?
Katanya, zaman dulu anak keturunan yang terlibat PKI (secara langsung maupun tidak langsung) agak sulit jika ingin berkontribusi kepada negara. Mereka tidak bisa menjadi PNS, ABRI, dan juga karyawan BUMN. 
Jadi, saat itu kalau mau daftar menjadi prajurit, selain melampirkan SKCK (seperti sekarang), harus melampirkan 'Surat Bersih Diri'. Itu diterbitkan oleh Koramil setempat. Dinyatakan bersih kalau kita bukan keturunan yang terlibat PKI.

Padahal, yang tertuduh PKI itu adalah bapaknya. Kenapa anak dan cucunya juga ikut menanggung ‘dosa’ leluhurnya?
Tapi itu katanya loh. Atau mungkin memang sempat ada, tapi aturan tersebut sudah dihapus. Toh, buktinya, pakdeku ternyata bisa menjadi PNS.

Kalau BUMN, anggota Polisi danTNI? Bagaimana?
Baru-baru ini, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyatakan bahwa anak keturuan PKI boleh mendaftar menjadi prajurit. Aturan lama telah dihapus, dan aku kini bisa melamar jadi prajurit TNI! 😀


*Tulisan ini berisi opini dan hasil obrolan ringan, jadi apabila ada yang salah. Harap dikoreksi.. 😊

Tags:

Share:

8 komentar

  1. Nah ini, anak dan cucu yang gak ngerti apa2 ikut kena imbasnya. Ngeri ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benerr mbak hehehee,
      tapi yaa mungkin ini upaya dari pemerintah kita saat itu, untuk melindungi pemahaman itu terus berkembang. Jadi diboikot ke anak cucu mereka, yang mungkin saja tidak tahu apa apa

      Hapus
  2. Katanya sih memang begitu, anak keturunan PKI tidak bisa jadi pegawai jaman orde baru, padahal yang ikut organisasi itu bisa jadi cuma ikut ikutan saja, tidak tahu sama sekali dengan gerakan G30S PKI.

    Aku pernah baca di internet, ada seorang pemuda yang jadi algojo untuk membunuh orang-orang yang divonis terlibat PKI, pemuda itu mau membunuh karena gurunya seorang kyai mengijinkan, alasannya PKI musuh Islam.

    Nah, suatu saat ia disuruh memenggal kepala seseorang di tengah malam di suatu hutan yang divonis PKI. Nah, sebelum dipenggal maka orang itu minta agar ia bisa membaca dua kalimat syahadat dulu sebelum mati. Pemuda itu tentu saja kaget, pedang yang sudah siap untuk memenggal kepalanya pun jatuh. Akhirnya pemuda itu dibawa keluar oleh komandan militer karena komandan itu tahu pemuda itu tidak akan mau membunuhnya.

    Cerita selanjutnya kurang tahu, apakah orang itu tetap dibunuh atau enggak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, seru banget kisahnya mas. Jadi kepo kelanjutannya kayak gimana nih. Ngeri ah algojo2 pembasmian PKI zaman dulu ya. Tapi memang apakah darah yang mengalir pada anak, cucu dan keturunannya bakalan berpikiran seperti itu (PKI)? Pusing wkwkwkwkwk :D

      Hapus
  3. iya dulu yang aku tahu kalau ada "turunannya" PKI ruang geraknya terbatas, bingung juga ya, padahal yang PKI buyutnya, ehh cucunya juga jadi malu gitu

    BalasHapus
  4. yang saya tahu, PKI itu Partai Komunis Indonesia.... benarkah?😁😁 kalau salah maafin ya mas...

    BalasHapus
  5. Enak bukan? Zaman sekarang. Dendam politik dianggap hangus. Resikonya, malah presidennya dituding pki. Kasian.

    BalasHapus