Jadi Kita Sekarang Gimana? (3)


Jadi Kita Sekarang Gimana?

Pertanyaan ini kembali terngiang di kepalaku ketika aku tengah scrolling di Instagram. Saat itu, muncul akun si dia pada Beranda. Dalam foto yang diposting, terlihat dia dan suaminya tengah berada di suat restoran. Sedang meminum sebuah kelapa muda. Satu kelapa muda, diminum dengan dua sedotan bersama. Mereka saling bertatap mesra, membuat aku yang melihat menjadi merana.

Kemudian, jari-jemari seolah bergerak sendiri tanpa kendali, tersebab rasa penasaran yang tinggi. Aku klik profilnya, tiga detik selanjutnya telah terpampang nyata. Kehidupan mereka (nampak) bahagia di sosial media.
Aku terus scroll ke bawah. Terlihat postingan bulan lalu yang bercerita mengenai pesta pernikahan mereka.
Oh ya, artinya aku sekarang sudah satu bulan di Tanah Jawa. Mendapat kerja menjadi Engineer di salah satu perusahaan swasta.

   Episode sebelumnya ;
Dalam postingan itu, nampak acara yang sangat meriah dan cukup syar'i.
Pertama, tamu laki-laki dan perempuan dipisah. Ada semacam hijab (kain) pembatas di tengahnya. Tamu laki-laki di sebelah kiri, sedang yang perempuan di sebelah kanan. Kain pembatas ini, lagi-lagi mengingatkanku saat menjadi mahasiswa dulu, digunakan untuk pembatas antara ikhwan dan akhwat ketika rapat alias syuro di organisasi kampus yang aku ikuti. Jangan lupa, si dia juga merupakan peserta dari tiap-tiap syuro yang aku ikuti.
Kedua, acaranya sangat ramai. Aku lihat, teman-teman kampusku banyak yang datang ke acara itu. Beberapa dosen juga terlihat hadir. Bahkan, Walikota juga diundang hingga memberi sambutan. Tapi aku yakin, sambutan sang Walikota sedikit menyerempet dengan kampanye beliau. Yaa, beliau ingin maju lagi di Pilkada periode kedua. Ia pasti sangat senang menghadiri acara seperti ini, karena dapat kesempatan 'kampanye gratis'. Awkkwk. Hadeeuh, aku terlalu suu'zhon (:

Ketika sedang asyik men-stalk akun Instagram si dia. Kenangan-kenangan kami seolah muncul, menari-nari di kepala. Sedikit demi sedikit.
Aku ingat bagaimana pertama kali kami naik motor berboncengan berdua. Hal yang, lagi-lagi, sangat tabu di organisasi kami.
Saat itu, seusai syuro di sore hari. Kami bersiap pulang ke rumah masing-masing. Memang, kebanyakan dari mahasiswa saat itu tinggal di kos-kosan dekat kampus. Tidak masalah bagi mereka untuk pulang di sore hari. Lha, kami yang tidak tinggal di kos cukup kesulitan. Karena di sore hari, bus ke kota sudah sepi.

Aku melihat si dia tengah duduk sendirian di halte menantikan bus datang. Aku kemudian mendekatinya, bertanya apakah baik-baik saja. Aku saat itu mengendarai motor, hendak menawari tumpangan.
Awalnya dia menolak. Katanya, tidak pantas laki-laki dan perempuan bukan mahram berboncengan berdua. Aku bilang, ini sudah sore, tidak akan ada lagi bus lewat, akan tidak aman jika tetap di sini. Bagaimana jika sampai malam tidak ada bus. Aku meyakinkan sekali lagi, tidak apa-apa, toh ini darurat. Kita juga tidak 'ngapa-ngapain'.
Akhirnya, dia naik ke motorku. Aku dalam hati menjerit kegirangan. Aku bisa sedekat ini.
Fyi, kami duduk berdua dengan dipisahkan pembatas berupa tas. Biar tidak terjadi fitnah dan tetap ada jarak. Tidak boleh dempet-dempetan.

Jalan menuju rumah kami satu arah. Jadi, mudah saja aku mengantarnya. Aku menurunkannya hanya sampai di depan gang. Katanya, dia tidak mau kalau Abi tahu dia telah berboncengan dengan laki-laki, bisa-bisa beliau marah besar. Aku manut saja.
Setelah kejadian itu, apabila ada rapat organisasi sampai sore. Kami selalu pulang bersama, berboncengan motor. Sejak saat itulah, kami menjadi semakin mengenal satu sama lain.

Terkadang, kami juga tidak langsung pulang. Jika masih ada waktu luang, kami sempatkan dahulu untuk mampir ke warung bakso, atau warung kopi, atau warung apapun. Kami bisa bercengkrama lebih leluasa sambil makan bakso, atau minum kopi juga sekaligus ngudud samsu.
By the way, walaupun hubungan kami sudah semakin dekat seperti orang yang berpacaran, padahal cuma friendzone, kami tetap dalam batasan. Aku tidak pernah sekalipun mengenggam tangannya. Padahal, pengen. Wakakakkkw.

Ingatanku juga kemudian loncat ke kenangan yang lain. Saat itu, aku di tahun ketiga organisasi. Tanpa angin dan hujan, tiba-tiba dia memberiku kabar melalui chat.
"Doo, temenin aku ke pasar dong. Mau beli lemari. Kamu kan jago tawar-menawar."

Saat itu, aku tidak membalas pesannya, hanya aku read. Lima belas menit berselang, aku menelponnya.
"Ayook sekarang ke pasar. Aku sudah di depan gang rumahmu. Cepetan ke sini."

"Dodooo, iih... Nggak gitu juga kali! Aku siap-siap dulu."
Suara di seberang telepon, dijawab dengan gemas. Aku hanya merespon dengan tertawa. Haha.

Kami kemudian berangkat ke pasar, bertanya ke satu toko, kemudian toko lain. Membandingkan harga. Sedikit trik menawar, akirnya didapat harga yang cukup miring.
Dalam perjalanan di atas motor, kami selingi dengan bercanda ria.

"Astaghfirullah.."
Aku membatin. Kenapa aku malah memikirkan yang tidak-tidak. Itu semua telah menjadi kenangan. Si dia telah menjadi istri orang. Tidak boleh jika aku masih berharap akan hal itu.

Aku teringat kepada guru ngajiku, sekaligus mertua si dia; Pak Ahmad. Aku menelpon beliau dan menyampaikan permohonan maaf bulan lalu tidak bisa hadir ke acara pernikahan anaknya. Kami, semua muridnya diundang dalam pesta itu.
Beliau memaklumi, karena alasanku jelas. Aku telah berada dalam perjalanan menuju Tanah Jawa, yang tidak bisa ditunda. Beliau berpesan kepadaku, walaupun berada di tanah rantau, tetap harus mengaji. Jangan putus.

"Nanti kamu hubungi Ustadz Salim, beliau adalah temanku. Bilang saja kamu adalah muridku yang pindah ke Jawa. Saya juga sudah kontak ke beliau. Nanti kontaknya akan saya kirimkan ke kamu."
Begitu katanya dalam sambungan telepon denganku.

"Baik, tadz. Terima kasih banyak."
Aku mengucap terimakasih seraya takzim. Setelah itu, aku telah resmi menjadi murid pengajian Ustadz Salim.
  
    Baca juga dong ;

Kembali ke bulan lalu, cerita pernikahan si dia.

Si dia dan suaminya, beserta keluarga besar pulang dari hall menuju rumah orang tua dia. Pesta pernikahan dilakukan di hall terbesar yang ada di kota.
Suasana bahagia sangat terasa dari mereka berdua. Senyum selalu merekah dan merona.
Di malam hari, selepas shalat Maghrib. Untuk pertama kalinya, dia melepas jilbabnya di depan 'orang asing'. Yaa, suaminya saat itu masih seperti orang asing. Awalnya agak sedikit canggung, jarum pentul sedikit nyangkut. Hampir saja tertusuk masuk ke dalam kepala. Untungnya, tak terjadi masalah apa-apa.

Jilbab telah terbuka, rambutnya terurai panjang dan bergelombang. Kemudian, dia mendekat ke suaminya. Bibirnya yang berwarna merah muda, ditempelkan ke bibir hitam - tanda perokok berat - milik suaminya. Bibir-bibir itu bersatu padu dalam keheningan dan kehangatan. Suaminya diam saja, ternyata si dia yang cukup agresif. Kecupan itu mereka lakukan selama sepuluh detik. Di detik ke dua belas, pintu kamar mereka terbuka. Abi masuk tanpa dosa. Mengajak mereka makan malam. Untung saja, kegiataan itu telah selesai dua detik yang lalu. Kalau tidak, suasana makan malam saat itu, pasti akan menjadi sangat awkward. Awkwkwwk.
Apabila tiba pukul sebelas malam, mereka kembali ke kamar mereka. Karena sangat lelah, mereka tidak melakukan apa-apa. Mereka hanya tidur seperti biasa.
(Ciyee pembaca nungguin niih, uhuyyy!)

Esok hari tiba, pasutri baru itu mencoba bergumul selepas tengah malam. Si dia telah menanggalkan jilbabnya. Kegiatan selanjutnya adalah mencoba melucuti pakaian suaminya. Ketika dia telah sangat dekat dengan suaminya, kurang dari satu centi meter. Tiba-tiba, suaminya menggigigil, nafas sesak tersengal-sengal.

"Mas, kenapa? Apakah masuk angin? Yasudah, sekarang aku kerokin saja."
Si dia tetap melanjutkan melucuti baju suaminya, namun untuk mengerok badan suaminya. Setelah selesai mereka kembali tidur.
Percobaan pertama gagal.

Pekan depan tiba, mereka kembali mencoba ritual ibadah suci itu. Seperti biasa, si dia yang berinisiatif dan agresif kepada suaminya. Lagi-lagi, ketika selangkah lagi pergumulan itu resmi. Suaminya kembali menggigil dan tersengal-sengal.
Percobaan kedua gagal.

Waktu terus berjalan. Percobaan ketiga, empat, lima, enam, hingga sepuluh masih gagal dengan ritme yang sama. Sang suami tetiba menggigil dengan nafas sesak.
"Kamu kenapa, mas? Ada penyakit apa?

"Tidak ada, dek."
Ujar suaminya, nampak menutupi sesuatu.

"Cerita saja mas, aku ini istrimu. Kita saat ini sudah menjadi insan yang satu. Kalau kamu punya masalah, harus kita selesaikan bersama."

Suaminya masih diam saja.


Bersambung..

Capek nulisnya, mata udah perih. Wwkwk..

Share:

43 komentar

  1. Bagaimanakah kisah dari cerita ini apakah Si Dhodho akan menunggu janda dari sang kekasih yang kini sudah jadi istri orang...🙄😲


    Lalu masalah apa yang terjadi dengan mantan Dhodho kepada suami barunya..😲😲

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi inget cerita2 cerpen ala satria dan Agus niih kayaknyaaa . 😄. Mari kita lihaaat kenapakah si suami ini, apakah dia gay yg ga bisa bangun kalo hadapan Ama wanita 😁? Ato cm mengidap EDI TANSIL?? 😄

      Hapus
  2. Eh.. Ini ceritanya terus berpindah ke si dia dong...
    Saya tutup mata aja🙈 tapi udah kelar dibaca😂

    BalasHapus
  3. Wuaah .. kok bersambung ceritanya, kenapa ngga dilangsung tuntasin saja seeh .. udah terlanjur deg-degan bacanya nih 🙄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rencana nya mau dituntaskan, namun mata udah perih menatap layar kang.. 😀

      Hapus
  4. Ternyata ada tagar fiksi dibawahnya wkwkwk
    Baiklah!! Ku nanti nih sambungannya 🤣

    BalasHapus
  5. Waduh, murid pak ustadz kenapa bikinnya cerpen 18++ ya.😱

    Judulnya kalo bisa kedepannya jangan jadi kita sekarang gimana 4 tapi kutunggu jandamu.😋

    BalasHapus
  6. kok aku deg-degan ya baca akhir-akhirnya, *tutupmata :))

    BalasHapus
  7. Lhaa karena baru main kesini, kirain ini cerita tentang mantan (beneran)? Bener kata mba Lia, ternyata ada tagar fiksi wkwk.

    BalasHapus
  8. Wahh berlanjut tibae. Tiwas sudah sedih di episode 2 kmarin hehehe. Aku kok jadi penasaran, plotnya bisa jadi CLBK nih. Tapi blm jadi janda krn masih kinyis2 sm masnya gak ngapa2in. Hahaha reseh ya jd pembaca😝

    Dan ini sudut pandang berubah jd org ketiga dan tokoh utama jadi si dia ya. Soalnya serem bgt kok si aku jadi tau daleman rumahtangganya si dia 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwk, plot twistnya, si Aku masang cctv di kamarnya dia 😂😂

      Hapus
  9. Kok jadi cerita si dia sih? Tapi ini bikin penasaran aja.. kayaknya suaminya seperti nggak suka sama dia. Adakah nanti suami isteri itu akan berpisah dan si dia itu dapat bersama si doo?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cik, apakah kalimat-kalimat saya dapat difahami dalam Bahasa Melayu Malaysia, atau tidak ya?

      Hapus
    2. Saya bisa mengerti bahasa indonesia. Cuma mungkin ada sesetengah perkataan perlu di google. Tapi untuk bikin ayat itu mungkin masih belum bagus. Karna saya banyak belajar dari sinetron

      Hapus
    3. Oh aku pikir Cik TK ini orang Indonesia yang tinggal di Malaysia, lho. Karena kalau memberikan komentar bagus sekali bahasa Indonesianya 👍🙏

      Hapus
  10. Lah kok kukira ini cerita mu mas, wkwkwk aku tertipu malah udah menghayati pas dibawah kok ceritanya agak aneh gini... eh taunya ada label fiksi hadeuuh tepuk jidatt

    BalasHapus
  11. wah pas lagi seru-serunya malah bersambung :D, ah mungkin suaminya sakit apa gitu ya, masa istri baru di anggurin gitu aja :D

    BalasHapus
  12. Maraton baca dari part 1 sampai part 3, kirain udah tamat. Eh masih bersambung ini

    BalasHapus
  13. loh nggak ada sosial distancing? kapan ini acaranya? sebelum atau pas pandemi covid?

    BalasHapus
  14. Jangan-jangan, besok nya Si Suami mendadak berubah jadi Furqon ya Do ? 😂😁

    BalasHapus
  15. Kayaknya "ku tunggu jandamu" ini mah euy 😂
    Iya kan do? Wkwkwk

    BalasHapus
  16. aku mencium bau-bau kisah nyata yang kemudian dilanjut dengan kisah fiksi...Khayalan si tokoh utama tentang dia yang sudah jadi istri orang #eh

    BalasHapus