Jadi Kita Sekarang Gimana? (2)


Jadi Kita Sekarang Gimana?
Pertanyaan ini terlontar dari si dia dalam obrolan kami, setelah di sore hari dia kedatangan tamu spesial.

"Tadi sore, Pak Ahmad datang ke rumahku."
Kalimat tersebut yang dia katakan mengenai tamu spesial ini.

Siapa itu Pak Ahmad?
Kamu bisa baca cerita bagian sebelumnya di sini!


"Ngapain belio datang ke rumahmu?"
Aku bertanya penasaran.

"Pertama, silaturahmi. Beliau adalah teman Abi ketika kuliah dulu."
Dia menjawab.

"Waah, aku baru tahu kalau Abimu adalah teman Pak Ahmad." 
Aku manggut-manggut di ujung telepon.

Tanpa jeda, dia kembali melanjutkan percakapan.
"Kedua, Pak Ahmad datang untuk melamar."

Aku menggodanya.
"Wiih, asyik dong. Kamu dilamar Pak Ahmad untuk jadi istri keduanya? Nanti kalo aku ngaji ke rumahnya, tidak hanya Bu Ahmad yang menyajikan makanan ke kami, murid-muridnya. Kamu juga akan menyajikan makanan ke kami, dong! Hahaha."

Dia langsung manyun, aku bisa merasakannya walaupun tidak berada di dekatnya.
"Yeeeey. Nggaklah, geblek!"

"Ehehe.. Yaa maap!"

"Jadi gini, Doo. Aku sekarang mau ngobrol serius. Tadi sore aku udah resmi dilamar oleh Bang Roy. Kamu ingat dia, kan? Dia itu anaknya Pak Ahmad dan Bu Ahmad. Tadi mereka bertiga datang ke rumah, dan niat baik itu telah diterima dan disetujui oleh Abi."

Sontak saja, aku betul-betul terkejut. Obrolan kali ini benar-benar serius. Aku fokus mendengarkan.

Kemudian, dia kembali melanjutkan cerita.
"Oh ya, Bang Roy itu lulusan S2 dari Inggris. Sekarang sudah diterima jadi PNS. Kamu tahu lah, PNS adalah pekerjaan idaman mertua!"

Aku mencoba mencerna, dan bertanya dengan saksama.
"Kamu kok gak pernah cerita?"   

Dia menjawab dengan mengeluarkan dalil.
"Afwan, bukankah kamu ingat bahwa hadits dari Baginda Nabi kita, yang mengatakan bahwa rahasiakanlah lamaran, umumkanlah pernikahan. Oh ya, sebetulnya aku sudah menjalani proses ta'aruf dengan Bang Roy sejak dua bulan lalu. Dan hari ini, adalah final prosesnya dengan meresmikan lamaran itu."

*hening*

"Halo, Doo. Kamu masih di sana kan? Dodoo, percakapan telepon kita kali ini aku sekalian mau mengundang kamu untuk nanti hadir di acara pernikahanku satu bulan lagi. Pekan depan bisa datang yaa ke rumahku. Aku mau bagi-bagi baju seragam."
Dia tetap bicara sekenanya. 

Aku bertanya perihal permintaannya. Sejujurnya, percakapan kali ini tidak sudah menjadi tidak menarik bagiku.
"Baju seragam untuk apaan?" 

"Itu looh. Yang sekarang lagi nge-trend macam orang barat. Kamu dan beberapa teman lain aku minta menjadi Bridesmain dan Groomsmen dalam acara nanti."

"Lha, kamu ngapain jadi tasyabuh? Ikut-ikutan budaya orang ka*fir?" 
Aku menjawab sembarang.

"Yeey, nggaklah. Itu kan bisa dikatakan sebagai panitia khusus, atau panitia penyambut tamu gitu, atau apa yaa. Aku juga gak faham, sih. Cuma ikut-ikutan trend saja."

"Hemm.. Bukankah kita..."
Awalnya, aku hendak melanjutkan kalimatnya. Namun aku urungkan. Aku tidak mau merusak suasana bahagia si dia yang sebentar lagi hendak menikah.

"Kenapa, Doo?"
Dia bertanya seolah khawatir.

"Eh, tidak jadi."
Aku merasa telah salah bicara.

"Kamu bisa datang, kan?"
Dia bertanya memastikan kehadiranku.

"Selamat yaa. Sebentar lagi kamu mau menikah!"
Aku tidak menjawab pertanyaannya, mengalihkan dengan hal yang lain.

"Maafkan aku."
Dia berkata seperti itu, diiringi dengan sedikit suara serak. Seolah air mata hendak tumpah.

"Kenapa?"
Aku bertanya pura-pura bodoh.

"Assalamu'alaykum!"
Dia langsung menutup sambungan telepon.

"Alaykumussalam.."

Malam itu adalah malam terakhir dari rutinitas kami. Apabila pekan selanjutnya tiba, tidak ada lagi kegiatan rutin bercakap-cakap ria dalam sambungan telepon di setiap Rabu malam.

     Baca juga dong ;
 
Hari yang ditentukan tiba, dia mengirim pesan singkat melalui aplikasi chat di ponsel. Aku diminta hadir untuk ke rumahnya agar mengambil baju seragam untuk dikenakan di hari pernikahan si dia.
Aku memohon maaf, tidak bisa hadir mengambil baju seragam tersebut dengan alasan sedang ada pekerjaan lain yang tidak bisa ditinggalkan. Padahal, aku hanya di rumah saja. Tidak kemana-mana. Huuhu..

Akhirnya, dia menitipkan baju itu kepada teman yang lain. Sebut saja namanya Adit (emang nama sebenarnya).
Di sore hari, Adit tiba di rumahku. 
"Ada pekerjaan apa sehingga kamu tidak datang?"

Aku berterus terang.
"Tidak ada apa-apa dit. Aku di rumah saja, malas datang ke sana. Ehehe.."

"Hadeeh. Udahlah, Doo. Aku tahu. Kamu pasti sedang dalam suasana tidak enak hati. Kamu sih, udah aku bilangin sejak lama tentang 'hubungan terlarang' kalian. Malah direspon dengan iri bilang, bos! Salah sendiri." 
Adit berkata juga dengan berterus terang.

Kenapa hubungan aku dan dia dianggap terlarang?
Seperti yang telah aku katakan di cerita sebelumnya. Di organisasi yang kami ikuti, adalah tabu jika seorang laki-laki akrab dengan perempuan. Aku dan dia, di mata teman-teman organisasi nampak seperti orang yang berpacaran. Namun, kami menolak tuduhan tersebut.
"Kami hanya bersahabat, koq."

"Bersahabat, ndasmu!"
Adit langsung menyambarku.

Aku dan dia tahu, berpacaran tidaklah dibenarkan dalam organisasi agama kami. Hal ini telah ter-doktrin sejak dini.
Maka dari itu, aku menyangkal. Aku dan dia hanya berteman seperti biasa. Mejadi ehm, sahabat. Sama seperti aku berteman dengan perempuan-perempuan lain di kampus.
Namun, apabila aku bertanya pada hati kecil ini, dapat diakui. Si dia memang punya tempat yang spesial di dalam hati.
Si dia memang bukan sahabat biasa, namun (telah aku anggap) lebih dari sahabat. #eaa

Aku kemudian sadar. Mungkin, saat ini dia tidak mau digantung dengan hubungan-hubungan tidak jelas denganku, dia lebih memilih sesuatu yang pasti.
Di sisi lain, aku memang seorang pemuda yang baru saja menjadi sarjana, belum punya pekerjaan apa-apa.
Jelas akan kalah dengan seorang pegawai negeri, yang lulusan luar negeri.
Aku sadar diri.

***

Hari pernikahannya segera tiba, acara tersebut dilaksanakan di hari Ahad alias hari Minggu. Di hari Sabtu, si dia kembali mengirim pesan singkat melalui aplikasi chat. Isi pesan itu adalah menanyakan apakah aku akan hadir atau tidak, dia betul-betul mengarapkan kehadiran sahabatnya.
Sialnya, di hari Sabtu adalah hari yang benar-benar sibuk bagiku. Aku baru saja diterima kerja ke Pulau Jawa. Ini berarti aku harus merantau. Kesibukanku di hari itu adalah menyiapkan berbagai berkas, tiket pesawat, barang-barang yang akan dibawa ke dalam koper dan sebagainya.
Di malam hari aku baru sempat membaca pesannya. Karena kelelahan, aku lupa membalas pesan tersebut. Jadilah, dalam aplikasi pesan tersebut tersisa tanda centang biru sahaja.

Keesokan hari, aku telah duduk manis di dalam kursi pesawat terbang. Memerhatikan pramugari cantik yang tengah memberikan penjelasan apa-apa saja yang harus dilakukan jika pesawat sedang dalam kondisi darurat. Pesawat bersiap meluncur ke pulau seberang. Tepat pukul sepuluh pagi.
Di sisi lain, di saat yang sama. Si dia tengah duduk bahagia di kursi pelaminan bersama sang pujaan hati.

Aku hanya bisa mendoa dari jauh.
Baarakallahu lakuma, wa baaraka 'alaykuma, wa jama'a baynakuma fii khayr..
Semoga Allah karuniakan barakah kepada kalian, dan semoga Dia limpahkan barakah atas kalian, dan semoga Dia himpun kalian berdua dalam kebaikan.

Foto di atas, bukanlah foto si dia. Melainkan foto sepupuku.
Ehehe... 


Bersambung..

Share:

43 komentar

  1. Jadi, begini akhirannya kisahnya :(

    Semoga segera bisa dipertemukan dengan yang lebih baik dari dia ya :)

    BalasHapus
  2. Akhirnya Do...Luh ditinggal kawin sama si anu...🤣🤣

    Yaa mungkin ini yang terbaik buat dirimu Do...Dan kamu masih diberikan kesempatan untuk jadi playboy. 🤣🤣🤣

    Siapa tahu jika dirimu menjadi playboy bisa menemukan arti cinta yang sesungguhnya..😊😊

    BalasHapus
  3. Haduh kok sedih kali boskuhhh. Tetap semangat. Jodoh gakan kemana yaa

    BalasHapus
  4. Kategori nya fiksi, maka fix ini adalah cuma karangan ya kang Dodo.

    Tapi memang harus lebih memilih yang pasti dari pada hubungan menggantung ya. Mau melamar belum punya pekerjaan, tapi ngga dilamar akhirnya disambar orang.😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walaupun fiksi, ini terinspirasi dari kisah nyata loh kang.. Wkwkwk

      Hapus
    2. Nggak apa-apa mungkin memang belum jodohnya. Daripada terpaksa melamar namun bekalnya belum ada untuk menghidupi anak orang 😆 hehehe. Lagipula tokoh Dodonya (entah ini kisah asli mas Dodo apa nggak), bisa lebih fokus upgrade diri dulu, bekerja dengan giat, punya tabungan dan settle dalam segala hal sebelum akhirnya meminang seseorang 😁 nanti akan datang jodoh yang tepat hehehe. Mana tau jodohnya sekarang lagi sibuk memperbaiki diri juga.

      Semangat!

      Hapus
    3. Hehehee... Termakasih atas nasihatnya, dan terimakasih udah mampir Mbak Eno
      Matur suwun 😀🙏

      Hapus
  5. menyetuh sekali mas ceritanya, meski cuma baca part dua fell nya dapet banget.. mungkin nanti di jawa bisa dapet yang lebih baik :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.. 😀

      Btw, aku orang Jawa juga, tapi lahir di Sumatera.
      Rasanya, pen nyari yg sama sepertiku. Sesama orang Jawa dari Sumatera. Biar nanti mudik lebarannya gampang, mas. Hahahaa

      Hapus
    2. betul juga mas, cwe di jawa sini cakep2 kok hihihi :D

      Hapus
  6. Eh.. Jadi ini kisah nyata atau bukan mas? Kalau kisah nyata.. Sungguh saya ikutan sedih😟 kalau bukan kisah nyata tetep aja bikin saya sedih😟

    BalasHapus
  7. Yahhh kok sad ending sih. Aku tak suka. Pembaca kecewa :')

    Aku sering berharap cerita cinta itu jangan sad ending lah, karena merusak harapan pembaca. Plot twist boleh, tapi endingnya harus sama2 bahagia. *romantismodeon* *lohkokjadiprotes*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di episode ketiga nanti bakal happy ending kok mbak..
      *spoilermodeon* wkwkk

      Hapus
  8. Lain kali kasih kepastian kak ke mbaknya wkwk.. gpp pelajaran haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan diambil hikmahnya may hahaha
      Btw, jangan lupa baca part 1 ny dulu yee 😀

      Hapus
  9. Saya mempercayai tulisan ini dengan porsi:
    50% Fakta
    49% Fiksi
    1% standar eror

    Hayo ngakulah kak dodo, cerita ikhwan akhwat tuh bener awkwkwk

    BalasHapus
  10. Balasan
    1. Ada kelanjutannya.. Insyaa allah tidak sad ending hahaha

      Hapus
  11. Thank you for sharing this wonderful post keep your awesome work
    I have many hobbies. I love to travel and read. But my favorite hobby is cooking. Let me tell you why! First, I'll tell you a little bit about why I started cooking. Secondly, I'll give you some information about what I like to cook. Third, I will say how I use the Fooddy Blog for cooking.

    When I started cooking, I was 10 years old. My mom wants me to be a chef. She has always believed that girls have to make different types of food, because one day they will get married. In my country, it is normal for girls not to cook. I feel lucky because I can cook many dishes. Now that I cook some of the dishes my children and husband love, I become happy and proud of my mother and myself. Foody

    BalasHapus
  12. Bagus sekali karangan fiksinya mas.. Kasian karakternya si doo ya.. orang yang disukainya menikah sama orang lain..

    BalasHapus
  13. Sepertinya cerpen ini adalah curhat terselubung 😂

    BalasHapus
  14. Ini fiksi yang terinspirasi dari kisah nyata kak? Wkwkw colek kak tegar ah..

    BalasHapus
  15. Kak dodo kalo cerita ini beneran, izin ketawa kak wkwkk

    BalasHapus
  16. Fiksi tapi dirasa seperti dunia asli, mantep kak tetap semangat dan makasih hikmah untuk cerita kali ini heeh

    BalasHapus
  17. #SobatAmbyar
    At least, kau bisa jadi puitis Do :v (kalo cerita ini real)

    BalasHapus
  18. Tadi aku mikirnya ini cerita sebenernya :D. Tapi dari jawaban komen di atas, ternyata fiksi yaaa :D.

    Ikutan patah hati, malah ga happy ending. Eh tapiii ada part 3&4 :D. Aku msh berharap happy ending nih.

    BalasHapus