04. Menuju Bandung

Perjalanan menuju Bandung, adalah saat pertama kali aku melakukan Sholat Jama' dan Qoshor. Ternyata cukup asyik ya, sholat cukup di tiga waktu dalam satu hari. #Eh

Oke, bahasan kita kali ini serius.

Islam memberi keringanan (ruqshoh) ketika dalam perjalanan (safar). Maka, sholat boleh diringkas dan dikerjakan di waktu yang lain. Pun ketika Ramadhan, ruqshoh ketika safar di bulan Ramadhan adalah dibolehkan tidak berpuasa, namun harus diganti di hari lain.

Pada bulan November (satu bulan sebelum berangkat KKL), Departemen Kerohanian Himpunan Mahasiswa Elektro Unsri telah mengadakan pelatihan terkait Fiqih Sholat Jama' dan Qoshor.
Simpelnya, sholat boleh di-Jama' dan Qoshor jika jarak perjalanan telah mencapai lebih dari 80 km. Walaupun, terdapat perbedaan pendapat para ulama terkait jarak berapa kilometer yang pasti.

Pertama, Sholat Jama' adalah sholat yang boleh dilakukan di waktu yang tidak seharusnya. Hanya ada dua kondisi.
1. Zhuhur dan Ashar
2. Maghrib dan Isya

Artinya, sholat Zhuhur boleh dilakukan di waktu Ashar, atau sholat Ashar boleh dilakukan di waktu Zhuhur. Pun juga dengan sholat Maghrib boleh dilakukan di waktu Isya, atau sholat Isya boleh dilakukan di waktu Maghrib.
Tidak boleh kawin silang. Misal, Zhuhur dikerjakan di waktu Maghrib, atau Isya dikerjakan di waktu Ashar. Hal ini tidak ada tuntunannya.
Kemudian, bagaimana dengan Shubuh? Sholat ini tak boleh di-jama'. Yakali mau sholat Shubuh di waktu Dhuha wkwkwkw.

Kedua, Sholat Qoshor adalah sholat yang jumlah raka'atnya diringkas menjadi setengahnya. Hanya ada 4 sholat yang boleh di-qoshor.
1. Sholat Zhuhur, 4 raka'at menjadi 2 raka'at
2. Sholat Ashar, 4 raka'at menjadi 2 raka'at
3. Sholat Maghrib, 3 raka'at menjadi 2 raka'at (bukan 1,5 raka'at yaa wkwkwkkw)
4. Sholat Isya, 4 raka'at menjadi 2 raka'at
Lagi-lagi, Shubuh adalah istimewa. Sholat Shubuh tidak boleh di-qoshor menjadi 1 rakaat. Fix jika kamu melakukannya, ini adalah Bid'ah dholaalah, wa dholaalatun fiin naar!

For your information, Sholat Jama' dan Qoshor boleh digabung. Artinya, kamu bisa meringkas sholat dan mengerjakannya di waktu yang lain.


*** 

Selepas Sholat Ashar di Masjid PLTU Suralaya, kami bersiap memasukki bus untuk kemudian menuju Bandung. Ketika aku memasukki bus, ibu-ibu travel yang kami panggil Bunda kaget.
"Bunda kira, yang tadi masuk itu Dosen. Ternyata bukan. Kaget Bunda gara-gara kamu!"
Entahlah, sejak semester 1 teman-teman ku banyak yang bilang bahwa aku mirip dengan dosen hingga menyuruhku nanti di masa depan bekerja sebagai dosen saja.

Tak lama berselang, Dosen yang asli masuk ke bus; Pak Kajur. Pak Kajur bukanlah nama beliau. Kajur adalah kepanjangan dari Ketua Jurusan. Beliau hendak sharing ke kami. Beliau bilang, harusnya kami tadi Zhuhur melakukan sholat Jama' dan Qoshor.
Beliau menjelaskan secara ringkas seperti apa yang telah dituliskan di atas.

Akhirnya, bus berjalan menuju Bandung. Menurut Google Maps, jarak dari PLTU Suralaya menuju Bandung sejauh 266 km dengan waktu tempuh hampir 5 jam. Kami berangkat pukul empat sore, maka prediksi tiba di Bandung jika kami tanpa istirahat adalah sekitar pukul sembilan malam.

Tampilan di Google Maps dari PLTU Suralaya menuju Kota Bandung

Pemandangan di perjalanan ini tak berbeda jauh dengan tadi siang. Di sore hari, aku melihat perumahan penduduk yang cukup padat di Banten. Banyak bendera partai politik di sana. Maklum, ini tahun 2018. Sebentar lagi Pemilihan Umum.

Sepanjang jalan banyak ditemui bendera Parpol, foto diambil dari dalam bus
Kamu tahu? Sepanjang jalan, bus diisi dengan kegiatan karaoke bersama. Ada satu lagu yang sering diputar dan dinyanyikan teman-temanku di dalam bus. Yakni lagunya Via Vallen dengan judul Selow. Sampai-sampai, lagu itu masih terngiang-ngiang di kepalaku sampai hari ini!

Pemandangan pemukiman warga sekitar (lokasi di Cilegon, Banten)
Susana di dalam bus pada hari pertama

Menjelang pukul 6 sore, bus kami istirahat di Rest Area. Tujuannya adalah untuk mengambil makan malam dan istirahat sholat Maghrib dan Isya. Kami sholat Maghrib secara berjama'ah seperti biasa, tiga raka'at. Setelah itu, kami sholat Isya dua raka'at. Sholat Isya yang dilakukan kali ini adalah secara Jama' (sholat Isya yang dikerjakan di waktu Maghrib) dan Qoshor (Sholat Isya yang empat raka'at, dijadikan dua raka'at).
Ini adalah momen pertamaku melakukan sholat Jama' dan Qoshor. Aku begitu excited.


Selepas sholat, aku tak langsung naik ke bus. Beberapa teman masih ada yang sholat, kami memilih untuk duduk-duduk sambil ngudud di kantin Rest Area.
Aku tidak terbiasa berbicara dengan Bahasa Indonesia. Berbicara sehari-hari menggunakan Bahaso Plembang. Sejujurnya, aku agak kesulitan untuk membeli sesuatu ke ibu-ibu pedagang di kantin karena kendala bahasa.
"Bu, ini aku beli aqua  dan satu oreo ya. Sosoknya berapa bu? Eh, maksudku kembaliannya berapa bu?"

Mungkin ibu-ibu itu agak kaget mendengarkan kalimatku yang amburadul.
Sehari-hari aku biasa bilang sikok dan sosok. Kali ini harus bilang satu dan kembalian.


Kota Jakarta di malam hari dengan gedung tingginya
Perjalanan kami terus berlanjut hingga kembali melintasi kota Jakarta. Pemandangan kemacetan malam hari dan gedung-gedung pencakar langit dengan lampu kerlap-kerlip, kami saksikan sembari menikmati hidangan makan malam dalam bentuk nasi box. Hari pertama KKL begitu melelahkan, hingga akhirnya banyak yang terlelap di bus dengan lagu dangdut yang masih terus menyala.
Aku pun ikut telelap.

Setelah cukup lama terlelap, pukul setengah sebelas malam aku akhirnya sadar tersebab suara berisik dari luar. Lamat-lamat ku lihat di luar jendela. Ada rumah makan yang plang namanya tertulis alamat Jln. XXX, Kota Bandung. Dalam hati ku bergumam, "Akhirnya aku sampai di kota ini!"

Apa yang terjadi?
Ternyata bus kami nyasar. Salah jalan.

Suara berisik tadi disebabkan bus kami mengenai pepohonan yang ada di suatu pemukiman penduduk. Aku melihat sekilas, sepertinya bus kami masuk ke kompleks perumahan yang bentuknya mirip rumah-rumah jadoel, namun tetap elit. Kompleks ini seolah membawaku ke zaman awal kemerdekaan. 
Menurutku, suasana kala itu begitu syahdu. Mengingatkanku seperti suasana dalam buku-buku sejarah yang ku baca mengenai Soekarno, atau dalam film kisah cinta yang melegenda; Habibie dan Ainun, hingga mengingatkan pada Novel yang cukup ternama dan menjadi film layar lebar fenomenal; Dilan 1990!

Foto candid ketika tengah tertidur dalam perjalanan menuju Bandung
Sampai di hotel.
Kami masuk ke kamar sekitar pukul sebelas malam. Satu kamar berisi tiga orang. Lagi-lagi aku bersama Adit. Orang lain di kamar kami adalah Abeng. Cukup penat, namun kami masih sempat ber-kelakar hingga tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 12 dini hari.

Foto di dalam kamar hotel, ada petunjuk arah kiblat
Kamar di sebelah kami ternyata ditempati oleh tiga orang perempuan. Entah apa yang merasuki Abeng. Ia berniat iseng. Dini hari seperti ini, hendak mencoba menelpon ke kamar sebelah menggunakan telepon yang ada. Abeng hendak menjadi lelaki pengganggu wanita di tengah malam!

Telepon yang digunakan untuk 'ngolai' kawan cewek di kamar sebelah
Ternyata, nasib baik berpihak pada perempuan di sebelah. Telepon di kamar kami ternyata tidak berfungsi dengan baik. Abeng tak kehabisan akal. Abeng tetap berusaha mengganggu kamar sebelah, namun menggunakan cara lain.
Abeng menggunakan aplikasi WhatsApp!
Dan, tahukah kamu? Saat ini, satu tiga orang di kamar sebelah sudah menjadi istri orang.
Sungguh malang nasibmu, Beng!

Share:

1 komentar

  1. Dibuka dengan hal yang mengagumkan (red: pengetahuan tentang pelaksanaan sholat dalam perjalanan), ini sangat bagus. But, ditutup dengan ending yang amat receh dan mengumbar aib wkwk. Byw aku kenal abeng dan dia cukup sholeh menurutku, tapi tidak setelah membaca tulisan ini. Semua ikhwan gakada yang bener bener sholeh dan terbebas dari wanita wkwk.

    BalasHapus