Jangan terkejut sama judulnya. Ini cuma click-bait! Ini bukan cerita tentang aku yang hendak ketemu istri kedua. Gimana, yaa.. Istri pertama aja, aku belum punya.. Wkwkw.
Cerita ini berawal di waktu sore, dua hari yang lalu. Saat itu sedang hujan, sangat deras. Aku tengah memacu motorku, hendak pulang ke rumah dari suatu tempat. Total jaraknya sekira dua puluh dua kilometer. Namun, baru jalan tujuh kilometer, motorku mogok. Tiba-tiba mati. Ini lah penyakit motorku, kalau hujan dan terkena air dengan intensitas yang tinggi, tidak kuat.
Maka, aku memberhentikan motor di tepi jalan. Berteduh di bawah stasiun LRT di tengah kota. Aku terus mencoba untuk men-starter dan meng-engkol motorku. Masih saja tidak nyala. Maklum saja, motor ini sudah agak tua. Biasanya, motor ini akan nyala kembali jika didiamkan agak lama. Jika sudah kering dan tidak basah lagi.
Sebetulnya, niat utamaku ke Gramedia adalah hanya untuk numpang baca, sambil menunggu motor kering agar kemudian bisa nyala lagi. Namun, karena tidak enak sama pak satpam yang sudah baik hati, maka aku jadi kepengen beli buku di sana.
"ATM di sini ada di mana, pak?" Aku bertanya pada satpam.
"Waah, di sini kita sudah tidak ada ATM lagi, dek." Kata beliau.
Artinya, fiks. Berarti aku tidak jadi beli buku di sini. Numpang baca doang!
Aku menuju lantai tiga. Melihat-lhat tempat buku novel. Pekan lalu aku juga ke sini, membaca novel karya Bang Tere Liye. Namun, ketika sampai di sana, tidak ada lagi novel yang plastiknya sudah terbuka. Semua dibungkus rapi. Harapan melanjutkan bacaan pekan kemarin, sirna.
Akhirnya, aku berkeliling ke rak-rak yang lain. Aku tertuju pada buku karya Bunda Asma Nadia, judulnya Istri Kedua. Buku ini, merupakan lanjutan dari buku CHSI. Catatan Hati Seorang Istri. CHSI sukses menjadi buku best seller, sampai-sampai dijadikan sinetron di televisi. CHSI berisi curhatan ibu-ibu kepada Bunda Asma. Ada yang suaminya selingkuh, kawin lagi, nikah siri, poligami, anak terlantar dan sebagainya. Kira-kira itu isinya.
Aku mengetahui hal ini dari kata pengantar buku Istri Kedua.
Kemudian, apa beda dengan buku selanjutnya? Buku Istri Kedua, menurutku cukup unik. Jika selama ini, masyarakat umum memandang negatif kepada istri kedua, di buku ini istri kedua dikesankan positif. Maksudku, buku ini berasal dari perspektif istri kedua. Mereka adalah manusia biasa, sama seperti kita. Tidak berhak mendapat judge yang sedemikian rupa.
Banyak kisah unik dan inspiratif dari buku ini. Ada yang seorang suami berpoligami, diam-diam. Istri pertama menjadi sangat benci kepada istri kedua. Anak-anaknya juga. Istri pertama "men-doktrin" anak-anaknya untuk ikut benci kepada istri kedua.
Hingga di penghujung usia, istri pertama jatuh sakit. Maka si suami merawatnya sebab anak-anak mereka semua berada di luar kota. Artinya, si suami menjadi lebih intens kepada istri pertama, jadwal kunjungan ke istri kedua menjadi berkurang.
Singkat cerita, si suami menjadi ikut sakit. Suami dan istri pertamanya sama-sama sakit. Apa yang terjadi? Ternyata istri kedua datang kepada mereka, dan merawat mereka berdua. Sungguh di luar dugaan.
Cerita belum usai. Di luar dugaan, ternyata si suami yang lebih dahulu meninggal. Setelah itu, rupa-rupanya istri kedua tetap dengan ikhlas merawat istri pertama. Tidak dapat dibayangkan betapa akward momen itu. Orang yang sudah berpuluh-puluh tahun dibenci, tiba-tiba hari ini menjadi orang yang merawat ketika diri sudah lemah tak berdaya. Di akhir cerita, istri pertama akhirnya meninggal, menyusul sang suami. Anak-anak dari istri pertama kemudian dapat akur kepada ibu tiri mereka, alias si istri kedua.
Ini kisah nyata teman-teman, benar-benar terjadi!
Kisah di bab selanjutnya, ada dari perspektif seorang pria dewasa yang punya komunitas poligami. The Poligamiers, namanya komunitasnya memang begitu kalo gak salah, wkkwqk. Beliau menceritakan anggota dari komunitas itu, aku benar-benar berdecak "kagum" ingin mengikuti jejak komunitas ini. #Ehh, bukan gitu maksudnya.
Salah satunya adalah begini. Ada cerita dari anggotanya, yang istrinya membolehkan poligami seandainya si suami telah memiliki penghasilan 10 juta rupiah per bulan. Si istri memberikan syarat yang dianggap tidak masuk akal untuk saat itu, sebab gaji suaminya hanya 700 ribu rupiah. Harapan si istri, suaminya tidak akan bisa poligami.
Namun, tak disangka, beberapa tahun setelah itu si suami benar-benar memiliki penghasilan 10 juta rupiah per bulan. Sebab janji telah diucapkan, akhirnya sang suami benar-benar melakukan poligami. Hahaha!
Btw, aku tidak bisa bercerita banyak tentang buku ini. Sebab saat itu aku hanya membaca sekitar 40 halaman saja. Baru tiga bab yang aku baca. Baru tiga cerita dari belasan cerita yang disajikan di buku tersebut.
Sejujurnya, setelah membaca sedikit dari buku tersebut, terutama bab mengenai komunitas The Poligamiers, aku jadi punya keinginan untuk melakukan poligami juga. Awkwkokw. Tapi nanti dulu mau poligami, monogami pun belum.
Buat si doi kalo baca paragraf ini, jangan dianggap serius. Becanda doang!
Masyarakat kita hari ini, sering menganggap poligami sebagai sunnah rasul. Padahal... bener sih. Eh, tapi sunnah rasul tidak hanya itu. Ada banyak sunnah yg lain. Membaca Al-Qur'an, shalat Dhuha, shalat Rawatib, bersedekah dan lain sebagainya. Masih banyak sekali.
Tapi, apabila memang ada yang melakukan poligami, kita tidak boleh nyinyir, men-judge, apalagi sampai memperolok mereka. Sebab pertama, itu adalah pilihan pribadi dan tidak menyalahi hukum agama. Poligami adalah halal! Sebab kedua, poligami adalah aturan agama yang dibenarkan syariat, maka tidak patut untuk kita jika memperolok aturan agama.
Apakah aku akan ber-poligami? Aku tidak tahu. Tunggu saja puluhan tahun ke depan!
Semoga tidak, tapi kalo memang terjadi yaa apa boleh buat. EHEHEHEE.