Pertama, sebelum cerita lebih jauh. Ini bukanlah tulisan mengenai promosi BSM a.k.a. Bank Syariah Mandiri. Nasabah BSM adalah nama grup kami di WhatsApp, sebuah grup pertemanan absurd. Entahlah, kenapa kami satu sama lain menjadi cocok untuk berteman.
Well, kenapa namanya harus Nasabah BSM?
Simpel saja, kami mencari suatu kesamaan. Kami semua adalah sama-sama nasabah dari Bank Syariah Mandiri. Maka, nama grupnya menjadi demikian. Sesimpel itu.
Oh ya, kelompok pertemanan ini terdiri dari tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Kata orang, laki-laki dan perempuan tidak akan bisa berteman hingga bersahabat. Tapi, kami bisa kok. Kami sudah berkomitmen satu sama lain untuk tidak saling jatuh cinta,Insyaa Allah. Ehe... Hehe...
Well, kenapa namanya harus Nasabah BSM?
Simpel saja, kami mencari suatu kesamaan. Kami semua adalah sama-sama nasabah dari Bank Syariah Mandiri. Maka, nama grupnya menjadi demikian. Sesimpel itu.
Oh ya, kelompok pertemanan ini terdiri dari tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Kata orang, laki-laki dan perempuan tidak akan bisa berteman hingga bersahabat. Tapi, kami bisa kok. Kami sudah berkomitmen satu sama lain untuk tidak saling jatuh cinta,
Suatu saat, dalam percakapan kami melalui sambungan video call. Salah seorang bilang bahwa dia mendapat informasi lowongan pekerjaan.
"Hooy, aku dikirimin dosenku lowongan kerja di Bank Indonesia. Beliau suruh aku daftar itu."
"Terus?"
"Aku bilang ke beliau, tidak bisa ikut lah. Lha wong itu bank. Terus kata bu dosen, jadi orang tuh jangan terlalu idealis!"
Kami semua tertawa mendengar ucapan itu,
Yaa, kami semua di grup itu bisa dikatakan agak sedikit idealis. Walaupun mayoritas dari kami masih merupakan job seeker, kami tidak mau memilih kerjaan yang sembarang. Kerjaan yang dicari harus halal.
Kami tidak mau bekerja di bank. Tidak juga di perusahaan asuransi, pegadaian, peminjaman modal, hingga pasar uang reksadana dan sebagainya. Kenapa? Karena di sana ada riba yang sudah jelas diharamkan di kitab suci kita.
Memang saat ini bank, pegadaian, asuransi hingga reksadana punya anak perusahaan mereka yang bergerak dengan sistem syariah. Namun, tetap saja sistemnya belum full 100% syari dan bukan seperti itu yang kami inginkan.
Satu lagi, selain hal-hal yang beruhubungan dengan riba. Beberapa perusahaan lain kami juga anti terhadapnya seperti perusahaan rokok, minuman keras, perjudian, dan hal-hal haram lainnya. Kami tidak mau bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang-bidang tersebut.
Bagi kami, kehalalan dan kejelasan rejeki adalah yang terpenting. #eaaa
"Walaupun begitu." Kata seorang teman, "Tetap saja kita tidak boleh men-judge teman kita yang lain apabila ada yang hendak bekerja di bank."
"Yaa, aku sepakat!" Kataku, "Adalah hak mereka mau bekerja dimana saja. Yang penting kita tidak saling ganggu dan harus saling menghormati pilihan masing-masing."
Teman yang lain lagi ikut nimbrung, "Yang harus kita ingat adalah, batasan. Cukup bagi kita saja untuk tidak mau bekerja di bank. Orang lain mah, terserah. Kita jangan!"
Semua berseru, "Sepakat!"
Okeey, aku rasa doktrin kepada para pembaca cukup sampai di sini.
AWKOWKWKW.
Okeey, aku rasa doktrin kepada para pembaca cukup sampai di sini.
AWKOWKWKW.
Kali ini, aku hendak bercerita pegalaman kami, para Nasabah BSM pergi berwisata ke Punti Kayu. Tempat ini bisa kita sebut sebagai hutan wisata atau semacam kebun binatang yang ada di kotaku; Palembang.
Aku sudah dua puluh tahun tidak pergi ke sana. Terakhir ke sana adalah ketika berusia tiga tahun. So, kamu bisa tebak umurku, kan?
Saat itu, aku pergi ke sana bersama orang tua dan adikku. Aku masih ingat betul, adikku masih digendong ibuku ketika itu. Aku melihat berbagai hewan dan pepohonan. Rasanya, saat itu aku naik ke gajah. Duduk di atas punggungnya, si gajah berjalan beberapa meter dalam arena selama sepuluh menit. Di dalam pikiranku, aku adalah anak kecil paling bahagia di dunia-akhirat.
Saat itu, aku pergi ke sana bersama orang tua dan adikku. Aku masih ingat betul, adikku masih digendong ibuku ketika itu. Aku melihat berbagai hewan dan pepohonan. Rasanya, saat itu aku naik ke gajah. Duduk di atas punggungnya, si gajah berjalan beberapa meter dalam arena selama sepuluh menit. Di dalam pikiranku, aku adalah anak kecil paling bahagia di dunia-akhirat.
Sebelum berangkat bersama teman-teman Nasabah BSM, aku sudah membayangkan untuk mengulang memori masa kecil. Memori dua puluh tahun lalu. Aku sudah membayangkan akan kembali naik gajah, kemudian berkuda sambil membonceng si doi, memberi makan rusa, dan melihat hewan-hewan lainnya.
Namun, semua itu sirna.
Kami batal ke Punti Kayu, maka harapan aku untuk kembali naik gajah harus diurungkan. Kami janjian jam satu siang, namun satu jam sebelum itu, seorang teman bilang di grup, "Gimana kalo kita ke tempat lain saja?"
Aku tidak tahu alasannya. Setelah merenung
Aku bilang ke grup, "Sejak kapan duit jadi masalah?"
Krik krik..
Tidak ada yang merespon.
Akhirnya, kami, para Nasabah BSM memutuskan pergi ke Benteng Kuto Besak (BKB), terletak di pinggir Sungai Musi, tidak jauh dari Jembatan Ampera. Selanjutnya dipilih rumah salah seorang teman sebagai titik kumpul.
"Doo, kamu berangkatlah ke rumahku sekarang!" Ujar my girl friend alias teman perempuanku, dalam sebuah chat di WhatsApp. Sebagai informasi, rumahku adalah yang paling dekat dengan si doi, dibanding teman-teman yang lain.
Aku membalasnya, "Eeh, jangan. Aku tunggu teman-teman yang lain aja, baru bisa ke rumahmu. Aku belum siap ketemu Abi." Sangat tidak mungkin jika aku ke rumah teman perempuan sendirian, tidak ada teman.
Doi hanya menjawab, "-...-"
Fyi, Abi-nya my girl friend alias teman perempuanku ini adalah seorang ustadz sekaligus pengurus parpol Islam. Parpolnya cukup berpengaruh di Indonesia. Aku tidak mau memberi tahu kamu partai apa yang dimaksud. Aku hanya mau memberi tahu inisialnya saja, yakni.. PKS.
Sebakda shalat Ashar, kami telah tiba di sana.
Nampaknya, kostumku berbeda sendiri. Temanku menggunakan baju kemeja. Aku hanya menggunakan baju kaus oblong dan jaket. Yang lain menggunakan sepatu, aku hanya menggunakan sandal. Hehehee.
Kemudian, kami menuju restoran apung yang ada di BKB. Restoran ini berbentuk ketek yang tersandar di pinggir Sungai Musi. Ketek adalah sebutan untuk kapal atau perahu di Palembang, yaa.
Restoran perahu Ketek di pinggir Sungai Musi |
Restoran ini menjual berbagai makanan Palembang seperti pempek, model, tekwan dan sebagainya. Kalau boleh sedikit me-review makanan yang dijual di sini, menurutku rasanya biasa-biasa saja. Tidak berbeda jauh dengan yang ada di kantin-kantin sekolah.
Mohon maaf, aku punya standar yang tinggi untuk makanan Palembang, ehehehee. Karena aku biasa memakan pempek buatan ibuku yang menggunakan komposisi dan takaran yang pas. Ibuku menggunakan perbandingan 1:1 untuk daging ikan dan tepung tapioka. Daging ikan yang digunakan juga menggunakan ikan gabus.
Untuk restoran ini, aku tidak yakin. Sepertinya perbandingan ikan dan tepung tidak 1:1. Aku rasa, lebih banyak tepung daripada ikan, dan nampaknya mereka juga tidak menggunakan ikan gabus.
Jembatan Ampera di sebalik perahu Ketek |
Girl friend bertanya, "Gimana rasa makanannya, Doo?"
"Biasa saja." Kataku.
"Oh ya? Menurutku ini enak loh!" Ujar girl friend yang satu lagi.
Aku merespon, "Rasa makanan kali ini tidak terlalu penting, yang terpenting adalah dengan siapa kita makannya. Eaaa."
Lagi-lagi.. krik krik.
Selepas itu, kami duduk-duduk santai di pinggir Sungai Musi, sambil ngobrol ngalur ngidul dan ber-ghibah ria.
Mulai dari ngomongin kejelekan tetangga hingga keburukan negara. Ternyata asyik juga, ditemani semilir angin sore, ditambah ombak air sungai yang bergelombang ketika ada ketek lain lewat. Kami terus mengobrol hingga akhirnya sayup-sayup suara adzan terdengar.
Adzan Maghrib telah berkumandang, saling sahut-menyahut di sepanjang Sungai Musi. Matahari akhirnya benar-benar tenggelam di sebalik aliran sungai terpanjang di Sumatera. Tanda hendak usainya pertemuan kami di hari itu.
Kami semua berjalan menuju mushalla yang ada. Berjalan kaki.
"Eh, Doo. Kenapa ya saat ini banyak orang yang kek ndak sadar. Ini sudah adzan loh, kenapa banyak yang masih santai-santai saja. Sangat sedikit sekali yang terlihat bergegas shalat ke mushalla." Seorang girl friend memecah keheningan kami.
"Hemm.. Iya juga ya." Lagi-lagi, girl friend yang satunya ikut nimbrung.
"Udahlah, ingat obrolan kita beberapa hari yang lalu di video call. Tidak usah men-judge orang. Selalu berfikir positif kepada orang lain." Kata my boy friend alias teman laki-laki ku.
Kami semua mengamini perkataan boy friend. Yang harus difokuskan saat ini adalah, jangan saling men-judge dan bagaimana orang-orang yang tidak shalat, menjadi mau shalat.
Kalau terus men-judge, mereka shalat tidak, kabur iya.
#eaa
Mulai dari ngomongin kejelekan tetangga hingga keburukan negara. Ternyata asyik juga, ditemani semilir angin sore, ditambah ombak air sungai yang bergelombang ketika ada ketek lain lewat. Kami terus mengobrol hingga akhirnya sayup-sayup suara adzan terdengar.
Adzan Maghrib telah berkumandang, saling sahut-menyahut di sepanjang Sungai Musi. Matahari akhirnya benar-benar tenggelam di sebalik aliran sungai terpanjang di Sumatera. Tanda hendak usainya pertemuan kami di hari itu.
Kami semua berjalan menuju mushalla yang ada. Berjalan kaki.
"Eh, Doo. Kenapa ya saat ini banyak orang yang kek ndak sadar. Ini sudah adzan loh, kenapa banyak yang masih santai-santai saja. Sangat sedikit sekali yang terlihat bergegas shalat ke mushalla." Seorang girl friend memecah keheningan kami.
"Hemm.. Iya juga ya." Lagi-lagi, girl friend yang satunya ikut nimbrung.
"Udahlah, ingat obrolan kita beberapa hari yang lalu di video call. Tidak usah men-judge orang. Selalu berfikir positif kepada orang lain." Kata my boy friend alias teman laki-laki ku.
Kami semua mengamini perkataan boy friend. Yang harus difokuskan saat ini adalah, jangan saling men-judge dan bagaimana orang-orang yang tidak shalat, menjadi mau shalat.
Kalau terus men-judge, mereka shalat tidak, kabur iya.
#eaa