Saat ini menunjukkan waktu sekira setengah dua siang waktu Indonesia bagian barat, hari Minggu Ahad tanggal dua puluh tiga, bulan Desember tahun dua ribu delapan belas.
Aku tengah berada di ruang tunggu Bandara Halim Perdanakusumah untuk keberangkatan pesawat ke Palembang. Hampir tiga jam lagi pesawat kami baru berangkat. Waktu tunggu yang sangat lama.
Aku tengah berada di ruang tunggu Bandara Halim Perdanakusumah untuk keberangkatan pesawat ke Palembang. Hampir tiga jam lagi pesawat kami baru berangkat. Waktu tunggu yang sangat lama.
Btw, ini masih berkisah tentang KKL, dan semoga tulisan ini Final Episode yaa. Ehehe..
Di bandara ini, walaupun berada di Jakarta, dimana-mana aku mendengar percakapan orang-orang menggunakan Bahasa Palembang. Sesuatu yang amat langka di tempat umum sejak satu pekan belakangan.
Kemudian aku mulai ingat, ini ruang tunggu penumpang untuk pesawat yang ke Palembang. Pasti banyak orang Palembang di tempat itu. Terang saja bahasa Palembang telah bergaung sejak tadi.
Apa yang aku lakukan menunggui waktu tiga jam?
Aku hanya ber-ghibah ria bersama teman untuk menghabiskan waktu. Sampai-sampai kami sudah kehabisan stok pembicaraan. Tidak tahu mau ngomongin siapa lagi.
Maka, seperti biasa aku mengeluarkan gawai dan mulai berselancar di sana. Membuka WhatsApp, kemudian Line, Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya.
Tidak ada yang penting untuk diceritakan dalam paragraf ini.
Baca juga ;
Akhirnya, waktu telah beranjak ke pukul enam belas alias empat sore. Kami dipersilahkan memasuki pesawat. Untuk menuju garbarata, disediakan shuttle bus. Lima menit kemudian, para penumpang telah duduk rapi di kursi masing-masing.
Oh ya, ketika masuk ke dalam pesawat. Para pramugari memberi kami sekotak kopi Nes*cafe. Kemudian, diumumkan bahwa akan ada sayembara dengan upload foto ke Instagram. Bagi yang terpilih, akan mendapat hadiah jalan-jalan ke suatu tempat di Indonesia. Aku lupa ke mana, kalau tidak salah ke salah satu pulau di Provinsi NTT, atau mungkin ke Sulawasi Utara, ya?
Karena aku adalah orang yang tidak mau kalah, aku mencoba mengikuti lomba tersebut (walaupun ternyata tidak menang).
Foto ini di-upload di Instagram. Itu bukan tanganku, tapi tangan teman di sebelahku. Ehehe.. |
Setelah itu, pesawat lepas landas. Tidak ada yang spesial.
Saat itu aku duduk di sebelah perempuan ukhti-ukhti berjilbab lebar dengan tangan mungil dan gelang imut, cocok dengan warna kotak kopinya seperti yang bisa kamu lihat di foto.
Di sebelah si ukhti, ada ukhti lain lagi yang mengenakan jilbab, namun jilbabnya tidak selebar ukhti pertama.
Mereka semua teman satu angkatanku.
Pemandangan dari jendela pesawat |
Seperti biasa, pilot menyapa para penumpang, memberi tahu ketinggian terbang dan estimasi waktu penerbangan. Beliau mengatakan bahwa penerbangan ini memakan waktu satu jam. Berbeda dengan apa yang Google katakan.
Menurut Google, waktu penerbangan hanya 20 menit. Nyatanya, satu jam. |
Baca juga ;
Akhirnya, kami tiba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang pukul setengah enam sore. Tak lama lagi masuk waktu Maghrib. Kami semua menunggui koper dari bagasi. Cukup lama memang. Mungkin lewat jam setengah tujuh malam baru kelar segala urusan.
Suasana di Bandara SMB II, mengambil koper |
Waktu menunjukkan pukul 18.20, di Bandara SMB II Palembang |
Selepas itu, aku bersama teman-teman yang rumahnya searah (ke Plaju) meng-order taksi daring menuju rumah. Saat itu kami menggunakan Gr*ab. Tidak seperti ketika di Yogjakarta atau Bandung, kami menggunakan aplikasi Go*jek.
Maka, apabila waktu telah menunjukkan pukul setengah sembilan malam - dua puluh lewat tiga puluh - aku telah mendapati diri berada di rumah dengan membawa koper berisi banyak oleh-oleh.
Tamat.
Terimakasih untuk kamu yang setia sudah membaca hingga dua puluh episode ini.
Mohon maaf jika ending-nya tidak ada yang greget. Bingung bagaimana mau menutupnya,
awkwokwokwwkwkwk.
Sampai jumpa di cerita perjalanan selanjutnya!
Ditulis ketika keadaan negeri masih dilanda wabah Corona..