Kangg Mas Joe

Blognya Dodo. Tidak semua yang diposting adalah nyata, banyak pencitraan dan fiksinya.

Malam ini malam terakhir bagi kita
Untuk mencurahkan rasa rindu di dada
Esok aku akan pergi lama kembali
Kuharpakan agar engkai sabar menanti
 
Rhoma Irama

***

Selepas dari Candi Prambanan, kami seyogyanya langsung menuju Kota Yogya. Namun tertunda untuk beberapa jam. Kami semua menuju suatu pasar yang ada di kompleks Candi Prambanan. Pasar tersebut menjual berbagai oleh-oleh khas Prambanan, dan terutama khas Yogyakarta.

Pihak travel memberi kami ultimatum waktu hingga adzan Maghrib. Namun kenyataannya adalah, kami tidak mengindahkan ultimatum tersebut.
Aku mendapati diri tengah bablas berbelanja oleh-oleh. Harga di sana cukup murah. Ada baju batik, dompet bercorak batik hingga tas bercorak batik. Ada lagi baju kaus oblong bertuliskan Prambanan, atau Yogyakarta dengan segala macam desain motifnya.
(Ketika tengah menulis ini, aku sedang mengenakan baju kaus oblong yang dibeli di sana).

Apabila puas berbelanja oleh-oleh, kami meninggalkan kawasan Candi Prambanan sekira pukul tujuh malam. Kami kembali memasukki bus.

Malam hari di dalam bus, maen hape teroos

Tujuan kami selanjutnya adalah Bakpia Pathok 25. Kami langsung menuju ke toko (atau, pabrik?) pusat, toko ini adalah yang paling besar dari seluruh cabang yang mereka punya.
Did you know? Bakpia adalah salah satu makanan khas Yogyakarta, dan Bakpia Pathok 25 adalah merk yang paling terkenal. Jika seibarat air mineral, Bakpia Pathok 25 mungkin satu level dengan Aqua. Heheehe...

Di toko ini, banyak sekali wisatawan dan wistawati yang tengah membeli oleh-oleh. Apalagi saat ini malam Minggu Ahad, bertambah ramai orang yang datang. Kami tiba di sana, mungkin hampir pukul delapan malam. 
Oh ya, satu hal yang menarik. Ketika kami datang ke sana, ada bakpia gratis yang boleh dicip-icip.
Strategi marketing yang menurutku cukup baik.

Rute dari Candi Prambanan menuju Bakpia Pathok 25

Setelah membeli bakpia untuk dijadikan oleh-oleh, bus kembali berjalan. Kali ini, menuju butik batik (bacanya seperti orang Jawa, bhutek bhatek, hehehe) yang harganya tidak asyik, alias.. harganya selangit.
Mayoritas produk di sana, seharga jutaan rupiah. Aku hanya melihat-lihat saja, tidak membeli.

Singkat cerita, setelah dari butik batik, kami menuju salah satu restoran yang ada di Yogyakarta. Saat itu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Para karyawan restoran yang awalnya tengah bersiap bersih-bersih dan hendak menutup restoran, kini harus sigap melayani kami.
Di sana, kami tidak hanya makan malam, namun juga sholat Isya qoshor dan Maghrib jama' qoshor, hingga tak lupa untuk.. mandi.

Di sini, masalah baru timbul. Entah kenapa, koperku tidak dapat dibuka! Wkwkekk.
Eh, ralat. Maksudku, koper yang ku bawa. Aku tidak punya koper, jadi koper tersebut adalah koper milik sepupuku yang ku pinjam.

Sejujurnya, aku sedikit cemas.
Pertama, seluruh pakaian ada di sana. Bagaimana caranya, mau tidak mau aku harus mengganti pakaian. Sudah gerah sejak pagi tidak berganti.
Kedua, sabun, pasta gigi dan sikat gigi juga ada di dalam koper. Badanku telah penuh dengan peluh. aku harus bersih. Aku harus mandi!

Pasti kamu penasaran, kenapa koper tidak dapat dibuka?
Jadi, koper tersebut memiliki pengaman pada resletingnya. Akan ada kunci yang berisi kode angka-angka tertentu, seibarat PIN pada ATM. Entah kenapa semenjak tadi siang, kode angka yang biasa dimasukkan tidak dapat membuat koper terbuka. Telah dicoba berulang-ulang, hasilnya masih nihil.

Analisis sementara; Ada orang jahil yang ingin membuka koper, dan mungkin secara (tidak) sengaja, "PIN" pada koper berubah ketika ia tengah mengotak-atik angka kode pada resleting.
Analisis selanjutnya; Orang tersebut adalah... diriku sendiri! Jleb.

Alhasil, untuk ganti pakaian, aku mengenakan baju (oleh-oleh) yang baru dibeli di pasar tadi. Sedangkan untuk celana, aku tidak dapat mengganti.
Bagaimana dengan mandi? Aku tidak dapat menggunakan sabun. Handuk pun tidak dapat diambil. Aku juga tidak dapat menggosok gigi dengan sikat gigi malam itu. Jadi, aku minta sedikit pasta gigi ke temanku, dan menggosok-gosokkannya ke gigi menggunakan ujung jari. Hahaa!
Jadi, malam itu aku hanya mandi dengan air tok!

Setelah semua kenyang, sholat sudah selesai dan mandi telah ditunaikan. Kami meninggalkan restoran itu. Kejadian tersebut terjadi sekitar pukul sepuluh malam.

Kami kemudian hendak ke Jakarta. Esok hari adalah jadwal penerbangan kami pulang ke Palembang melalui Bandara Halim Perdanakusumah.

Selamat tidur!

Rute dari Yogyakarta menuju Jakarta
 
Candi Prambanan

Kami tiba di Candi Prambanan pada sore hari, setelah melakukan perjalanan sekira dua setengah jam.
Kami tiba di lokasi sekitar pukul setengah lima sore.

Kawasan wisata Candi Prambanan, ternyata dikelola oleh salah satu BUMN yakni PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (PT. TWCBPRB).
Sesuai namanya, PT. TWCBPRB mengelola tiga candi yang ada di Provinsi Jateng dan DIY.



Dalam perjalanan dari Pantai Drini menuju Candi Prambanan, ada hal unik yang ku jumpai. Bus kami melewati salah satu pos polisi yang bertuliskan Pos Piyungan.
Piyungan adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul, Provinsi DIY.
Enam tahun lalu, di tahun 2014, kecamatan ini menjadi sangat terkenal karena muncul website yang memakai nama Piyungan. Website ini disinyalir menjadi penyebar hoax.
Jika di tahun itu kamu mengikuti bagaimana perkembangan politik tanah air, aku yakin kamu tahu website apa yang dimaksud.

Yaps, website tesebut adalah pk*piyungan.com atau kemudian berubah menjadi portalpiyungan.com. Website ini betul-betul provokatif dan merugikan partai tersebut (pk*). Padahal, itu hanya inisiatif orang-orang yang berada di grass root, bukan di kalangan elite.
Namun, kabar baiknya adalah pengelola website tersebut tidak lagi berada di dalam pk*. Kata orang, mereka sudah bergelora dengan kapal barunya. Mereka telah pindah arah, ke arah baru yang dianggap lebih baik. No problem. Bukan itu masalahnya, setiap kita bebas mau menentukan mengikuti kelompok manapun. Kita adalah manusia yang merdeka!
(Yang dak ngerti diem lah bae, wkkwkwk)

Pos polisi Piyungan, difoto dari dalam bus

Kami kemudian menuju pintu masuk Candi Prambanan. Menurutku, tempat ini sangat excited. Kompleks candi ini begitu megah, menandakan peradaban zaman dahulu yang sepertinya begitu canggih.
Menurut Wikipedia, Prambanan merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia. Berdasarkan sejarah, telah dibangun sejak abad ke-9 masehi. Kompleks candi ini terletak di area perbatasan provinsi Jateng dan DIY. Di wilayah Jateng, masuk di Kecamatan Prambanan, Kabupaeten Klaten. Untuk wilayah DIY, masuk di Kabupaten Sleman dengan nama kecamatan yang sama; Kecamatan Prambanan.
Rute dari Pantai Drini menuju Candi Prambanan

Ketika kami mengunjungi Candi Prambanan, keadaan saat itu adalah akhir tahun. Artinya, banyak yang sedang melaksanakan liburan. Tempat wisata ini menjadi sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan. Ada keluarga, anak-anak sedang digandeng orang tua mereka, pengantin baru sedang bermesraan berjalan dengan saling menggenggam tangan seolah dunia milik mereka berdua, hingga ada pasangan yang masih pacaran (belum menikah) asyik bercumbu di bawah pohon jambu!

Area sekitar pintu masuk, Candi Prambanan terlihat dari kejauhan

Tak banyak kegiatan yang kami lakukan di sana, kecuali.... hanya berfoto-foto.
Di bawah ini beberapa foto yang aku ambil, ada juga yang menggunakan kamera dan ponsel teman.


Prambanan dari kejauhan

Adit, Sanny, Royhan dan Aku


Bersama Pembimbing Skripsi. Kata orang, kami mirip kwwkk



Ketua Jurusan Teknik Elektro Unsri di masa depan dan Ketua Jurusan Teknik Elektro hari ini, kwkwkw

Kegiatan kami di Pambanan resmi berakhir sekitar pukul setengah enam petang. Tidak lama lagi hendak maghrib. Kunjungan di candi ini diakhiri dengan foto bersama.


Teknik Elektro Unsri angkatan 2015 di Prambanan

Bersambung..
Pagi ini matahari telah menyapa penduduk Jogja. Para pedagang sayur di pasar, ibu-ibu yang menjual sarapan di pinggir jalan, hingga anak sekolah telah merasakan hangatnya sinar mentari. Hal ini sungguh berbanding terbalik dengan kami yang... kembali tidur selepas sholat Shubuh!
padahal sholatnya juga sudah kesiangan.

Ya, kami masih kelelahan setelah berkeliling di Malioboro semalam.

***

Pukul tujuh pagi, kami bersiap untuk sarapan yang telah disediakan di hotel. Suasana sarapan kali ini, begitu syahdu. Sangat mirip dengan hotel di Bandung. Bedanya, jika di sana diiringi dengan musik khas Sunda dengan suara angklung bambunya. Di sini kami diiringi dengan musik gamelas khas Jawa.

Sarapan di hotel bersama Adit dan RD, di-posting di Instagram
Selepas itu, kami kembali ke kamar masing-masing untuk tidur kembali mandi dan bersiap meninggalkan hotel. Ya, sekejap saja kami menginap di sini. Tak sampai dua puluh empat jam.
Kami kembali menaikki bus, untuk menuju Pantai Sepanjang, pantai selatan Jawa. Pantai ini masuk di wilayah Kabupaten Gunung Kidul, masih di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kami berangkat sekitar pukul setengah sembilan pagi. Oh ya, seperti biasa yang dilakukan teman-teman di dalam bus adalah bermain ponsel masing-masing hingga bercengkrama satu sama lain.
Aku saat itu memilih untuk menghubungi Bude ku, Bude Menik namanya. Beliau adalah sepupu Bapak. Tinggal di Yogyakarta di Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo. Sama dengan tempat asal Mbah ku dulu.

Aku mencoba mengirim Bude pesan singkat melalui WhatsApp, "Bude, saya sekarang sedang ada di Jogja. Sedang KKL."
Beberapa menit berselang, Bude menjawab seperti ini, "Lha, ayo sini mampir dulu.."
Aku kembali menjawab dengan basa-basi, "Alamatnya dimana Bude?"
Sekelebat kemudian, Bude mengirim alamat tempat tinggalnya. Aku coba cek melalui Google maps, ternyata jaraknya memakan waktu satu jam setengah dari tempatku.

"Aduh, mohon maaf Bude. Tidak bisa, ternyata itu cukup jauh dari sini. Lain kali saja insyaa Allah aku akan mampir. Sebab ini sama teman-teman di bus." Aku segera memohon maaf kepada Bude.

Kemudian, aku berinisiatif melakukan video call ke Bude. Aku bercerita bahwa ini adalah kegiatan KKL dari kampus. Telah dimulai dari hari Senin, dan saat ini kami hendak menuju pantai.
Oh ya, jika kamu belum tahu. Aku belum pernah sekalipun bertemu dengan Bude Menik. Hanya tahu via WhatsApp saja, haha!

Rute menuju Pantai Sepanjang
Akhirnya, kami tiba di Pantai Sepanjang sekira pukul setengah sebelas. Agak sedikit meleset dari waktu yang diperkirakan oleh Google maps.
Sejujurnya, ini adalah kali pertamaku ke pantai. Pantai yang betul-betul laut, yaa. Bukan pantai di Palembang yang sebenarnya adalah "pantai" Sungai Musi.

Sepanjang Beach
Kata temanku, di pantai kamu akan menemukan banyak bule yang mengenakan bikini hingga tidak pakai baju. Aku tidak menemukannya di sini, padahal sudah mencarinya kesana-kemari. Tidak ada yang aneh, pakaian para pengunjungnya biasa-biasa saja.
Namun, hal yang tidak biasa-biasa saja adalah pemandangannya. Pemandangan Pantai Sepanjang, menurutku sangat menakjubkan, begitu instagaram-able.

Pantai Sepanjang
Menjelang Zhuhur, kami kembali masuk ke bus untuk kemudian menuju Pantai Drini. Jaraknya hanya satu kali bersin. Sungguh dekat, sekitar dua kilometer dengan waktu tempuh enam menit.


Rute menuju Pantai Drini
Sampai di sana, kami langsung menuju Mushollah. Hal baru tentang air kembali ku temui. Setelah di beberapa tempat sebelumnya, air yang kutemui memiliki suhu yang sejuk. Kali ini airnya beda. Karena mushollah ini berada di pantai, maka air wudhu nya berasal dari air laut. Ya, ini pertama kali aku wudhu dengan air laut. Asin sekali. Lebih asin daripada air garam yang biasa dipakai di rumah. Wajar, sih air wudhunya asin. Garam kan berasal dari laut, wkwkwk!

Setelah Sholat Zhuhur dua raka'at dan Ashar dua raka'at, kami menuju salah satu rumah makan yang ada di pantai. Kami memakan ikan goreng, tak ada yang menarik. Ikannya juga biasa saja.

Pantai Drini
Wisata di Pantai Drini, agak sedikit berbeda dengan Pantai Sepanjang. Di sini, sedikit orang yang bermain langsung di bibir pantai. Para wisatawan lebih memilih ke tempat yang ada seperti jembatan kayu berwarna-warni, bagus untuk dijadikan spot berfoto. Tiket masuknya lima ribu rupiah.
Alasan lain, mungkin karena Pantai Drini lebih banyak bukit berbatu dibanding Pantai Sepanjang yang lebih banyak pasirnya. Para wisatawan menjadi sungkan untuk bermain-main dengan batu.

Bukit berbatu di Pantai Drini
Tidak lama waktu yang kami habiskan di sini, karena saat ini adalah tengah hari. Panas sekali, kulit ku menjadi lebih gelap (padahal sudah gelap).
Efek lain dari suhu yang panas adalah, mengingatkan kita pada neraka! Hikss :((
Pantai ini saja sangat panas sekali, apalagi neraka. Pasti jauh lebih panas!


Bersama teman-teman satu bus

Pukul setengah dua siang, kami putuskan untuk menyudahi wisata di pantai ini. Kami menuju tempat lain yang tidak kalah menariknya, tempat yang sarat akan sejarah.
Akan kemana?
Nantikan saja di postingan selanjutnya! Hehee...





Oh ya, jika kamu agak bingung dengan tulisan ini,
aku sarankan untuk membaca dari sini kemudian ke Part 1.
Sabtu, 22 Desember 2018

Saat ini hari telah berganti. Telah lewat pukul dua belas tengah malam. Beberapa menit yang lalu, kami baru saja melaksanakan sholat Isya qoshor dua raka'at dan Maghrib jama' qoshor dua rakaat. Aku melaksanakan ibadah di dalam kamar hotel, tentu bersama teman satu kamar.
Ya, setelah beberapa hari hanya tidur di bus, malam ini kami bisa tidur di hotel. Kali ini satu kamar diisi oleh empat orang, tidak bertiga seperti di Bandung. Teman satu kamarku saat ini adalah Adit, Qolbi dan Asyef. Di sini, kami menginap di hotel Pandanaran.

***

Jogjakarta, atau Jogja, atau Yogyakarta adalah provinsi istimewa di Indonesia. Karena gubernurnya bergelar Sultan Hamengkebuwono dan wakilnya bergelar Paku Alam. Tak ada pemilihan gubernur. Jabatan ini diwariskan turun temurun, karena wilayah ini merupakan wilayah kesultanan sejak sebelum Indonesia merdeka. Di situlah letak istimewanya.
Maka, nama Provinsi ini adalah DIY; Daerah Istimewa Yogyakarta atau dalam aksara Jawa disebut ꦝꦲꦺꦫꦃ​ꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮ​ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ. (Silahkan dibaca sendiri, kwkwwk)

Yogyakarta dini hari, di-posting di Instagram

Saat ini Provinsi DIY dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkebuwono X yang telah menjabat sebagai Gubernur sejak Oktober 1998. Nama asli Sultan adalah Bendoro Raden Mas Herjuno Darpito.
Sementara, rekan Sultan saat ini adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X, dengan nama asli RM Wijoseno Hario Bimo. Beliau mulai menjabat sebagai Wakil Gubernur DIY sejak Januari 2016, menggantikan ayahnya; Paku Alam IX.

Provinisi ini adalah tempat Mbahku lahir. Tepatnya di Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo. Kata Bapak, Mbah puluhan tahun lalu pergi merantau ke Palembang dengan modal ijazah Sekolah Rakyat (SR) dari Muhammadiyah tanpa tahu mau kerja apa.
"Pokoknya, orang zaman dulu pergi merantau dahulu. Urusan kerja dimana, itu nanti!"

Fyi, Mbah akhirnya bekerja di salah satu perusahaan minyak milik negara. Kilangnya terletak di dekat rumahku. Sangat dekat. Kamu pasti tahu perusahaan apa itu!

***

Karena waktu kami hanya tersisa sangat sedikit, rencana untuk tidur ditunda. Aku dan beberapa teman keluar dari hotel, menuju kawasan Malioboro. Mayoritas dari kami keluar saat itu.
Seteguk Dalgona coffee kemudian, kami telah sampai di sana. Jaraknya hanya empat kilometer dari hotel. Saat itu, kami memilih menggunakan taksi daring.

Rute dari hotel menuju kawasan Malioboro

Di luar dugaan, tengah dalu seperti ini, kawasan Malioboro masih sangat ramai. Banyak anak muda nongkrong, duduk-duduk melingkar (mungkin sedang Halaqoh, tapi aku rasa tak mungkin), berdiskusi, main gitar, dan sebagainya.
Itu dua tahun lalu. Namun hari ini, aku tidak yakin. Boleh jadi, selepas Maghrib, Malioboro telah sepi. Semua berubah karena Corona!

Pelataran Malioboro

Di sepanjang Malioboro, tak banyak yang kami lakukan. Hanya berjalan-jalan menyusuri kawasan ini. Kami menemukan penjual oleh-oleh berupa gantungan kunci. Ada yang seharga seribu rupiah, ada yang seribu lima ratus rupiah. Ada pula yang unik. Salah satu penjual ternyata orang Sumsel. Dia bilang, berasal dari Palembang.
Aku tanya, "Kamu Plembang dimano nyo kak? Aku di Plaju!"
Dia menjawab, "Aku dari Sekayu!"
Aku menjawab di dalam hati, "Sekayu itu bukan Plembang. Tapi di Kabupaten Musi Banyasin, Mang Cek!"

Tugu Jalan Malioboro


Selain itu, kami juga menjumpai penjual baju kaos. Aku membeli dengan harga dua puluh ribu rupiah. Dan terakhir, jangan lupa, tempat makan paling fenomenal di Yogyakarta; Angkringan.
Angkringan adalah tempat makan sederhana berupa gerobak, di sana menjual menu utama nasi kucing, dan berbagai lauk pauk berupa tusukan.

Nasi kucing bukanlah nasi dengan lauk daging kucing. Makanan ini adalah nasi dengan porsi yang kecil, sangat sedikit seperti makanan kucing. Itulah sebab namanya seperti itu. Sedangkan tusukan adalah makanan berbentuk sate, ada usus, kulit ayam, telur puyuh dan sebagainya. Di angkringan juga ada gorengan seperti tempe, tahu dan bakwan.
Jangan lupa, ada juga kopi joss. Kopi yang diberi arang di dalamnya. Aku tidak faham sih dimana nikmatnya minum kopi seperti itu. Eh, maksudku, seluruh kopi aku memang tidak suka meminumnya. Haha!

Qolbi, Aku dan Royhan sedang di angkringan.. Kira-kira apa yang sedang aku bincangkan dengan Qolbi, ya?

Ada satu hal lagi yang menarik. Di kawasan Malioboro, ternyata ada Pasar Beringharjo. Kata orang, pasar ini pusat penjualan batik di Yogyakarta.
Aku pertama kali mendengar tentang pasar ini dari novel Ketika Cinta Bertasbih, karya Kang Abik alias Ustadz Habiburrahman El Shirazi, Lc., Pg.D.
Aku kemudian bergumam, "Akhirnya, pasar yang ada di novel sudah bisa didatangi, walau tak bisa dimasukki."

Pasar Beringharjo

Kami terus berkeliling di kawasan ini, melihat satu persatu pedagang mulai bersiap tutup. Mereka hendak pulang ke rumah.
Dengan itu pula, kami bersiap kembali ke hotel. Waktu telah menunjukkan lewat pukul dua dini hari. Tidak baik begadang terlalu lama. Ada hak tubuh untuk istirahat yang harus ditunaikan. Ini lah foto kami terakhir, tepat di tugu Jalan Malioboro.

Royhan, Qolbi, Arif, Aku dan Aan. Dengan muka kelelahan menahan kantuk

Sekitar pukul 02.10 WIB, kami memesan taksi daring untuk kembali ke hotel.
Oh ya, sebelum itu, Qolbi membeli Gudeg untuk dimakannya. Kalau kamu belum tahu, Gudeg adalah makanan khas Yogyakarta. Silahkan cari sendiri di Google. Aku sedang malas menjelaskannya. Ehehehe...

Akhirnya, pukul 02.30 WIB kami telah tiba di hotel. Aku langsung menuju kasur untuk tidur. Sudah sangat lelah sekali.
Hasil berkeliling saat dini hari, kami terbangun sekitar pukul setengah enam pagi!
Ya, sudah telah hampir satu setengah jam dari adzan Shubuh (waktu Shubuh di sini pukul empat pagi). Sungguh betul-betul telat. Boleh jadi, setengah enam pagi telah masuk waktu syuruq (batas akhir waktu Shubuh) di Jogja.

Namun, tak apalah. Aku masih ingat satu kaidah yang didapat dari guru ngaji. Sholat Shubuh masih boleh dilaksanakan walaupun telat, ketika kita bangun kesiangan.
"Tapi, Antum jangan bangun kesiangan setiap hari, Akh!"
 Hey, kamu yang sedang menyeruput teh hangat.
 Yang kerap mengenakan hijab berwarna cokelat.
 Acapkali ku tatap lekat.
 Erat-erat.

 Dodo, 2018.

Segelas teh di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
Sebelum jam setengah sepuluh pagi, mobil elf yang membawa kami dari Bromo akhirnya tiba di Rumah Makan Bromo Asri. Saat itu, kami semua belum sarapan. Walau perut telah keroncongan, mayoritas dari kami memilih untuk mandi terlebih dahulu. Ya, badan kami telah basah oleh keringat sejak dari tadi. Sungguh tidak nyaman. Setelah itu, akhirnya kami semua sarapan sekaligus dijamak makan siang. Kemudian, kami kembali naik ke bus melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutanya adalah provinsi yang istimewa; Daerah Istimewa Yogyakarta.

Rute perjalanan menuju Yogyakarta

Kami telah memasukki wilayah Kabupaten Sidoarjo, waktu Zhuhur di sini sekitar pukul 11.20 WIB. Hari ini adalah Jumat, kami harus melaksanakan sholat Jumat. Apabila menemukan masjid di pinggir jalan, kami memasukkinya.

Singkat cerita, sholat Jumat selesai jam setengah satu siang. Kemudian kami langsung sholat Ashar jama' qoshor dua rakaat. Setelah itu, teman-teman langsung menuju bus. Aku tidak. Kenapa? Aku menuju toilet untuk buang air besar!
Suhu air di Sidoarjo masih mirip dengan Bromo, dingin. Tapi tidak sama persis dinginnya. Mungkin, suhunya mirip dengan Bandung.
Oh ya, karena keasyikkan BAB di toilet, teman-teman menungguku semua di bus. Bus baru berangkat ketika aku telah selesai menunaikan hajat. Ketika aku masuk bus, salah seorang dosen nyeletuk, "Bukan nunggui kau be, Do!".
Praktis, aku tersenyum kecut mendengar ucapannya, sambil dak kelemakkan.

Selepas kejadian sholat Jumat tadi, tak ada lagi hal yang menarik. Banyak yang beristirahat seperti biasa. Main hape sambil menikmati pemandangan sekitar, hingga banyak yang tertidur dengan iringan lagu dangdut dari dalam bus.

Pemandangan gunung dari keajuhan, diambil dari dalam bus

Bagaimana dengan makan siang kami?
Seperti sarapan tadi, makan siang pun dijamak dengan makan malam. Kami baru makan siang di sore hari. Sekitar pukul empat sore, di lokasi yang sama seperti beberapa hari lalu. Di sebuah restoran di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Menu makanan dan minumannya juga tak jauh berbeda. Aku memutuskan untuk minum secangkir teh, seperti gambar yang ada di awal tadi.

Pemandangan area persawahan

Lagi-lagi, tidak ada hal yang menarik untuk diceritakan. Sama seperti tadi siang, kami hanya duduk manis di dalam bus selama beberapa jam.
Sekitar jam delapan malam, kami mendapat nasi box. Makan malam kali ini dilakukan di dalam bus. Ada yang langsung memakannya. Ada pula yang masih kenyang, memilih untuk  dimakan nanti ketika sampai di hotel. Yaps, akhirnya kami bisa tidur di hotel lagi ketika di Yogyakarta. Setelah beberapa hari kemarin hanya tidur di bus.

Kami telah memasukki area kota Yogyakarta, setelah berjam-jam di dalam bus. Pemandangan jalanan yang dilalui ketika telah dekat dengan hotel begitu penuh dengan cafe. Padahal sudah hampir larut malam, tapi masih saja ramai. Banyak bule yang terlihat nongkrong di sana.

Finally, pukul setengah dua belas malam kami tiba di hotel Pandanaran Yogyakarta.
Saatnya ber-istri-rahat, eh, beristirahat!
Jum'at, 21 Desember 2018

Hampir pukul dua dini hari, aku terbangun dari dinginnya malam. Dari sudut Mushollah lamat-lamat ku perhatikan sudah sepi. Padahal, yang aku ingat beberapa jam lalu cukup banyak orang di sini.
Teman-temanku sudah bergegas, bersiap menuju lapangan parkir restoran. Sudah banyak yang berbaris rapi di sana.

Aku sudah mempersiapkan pakaian yang cocok menuju Bromo.
Aku memakai beberapa lapis atasan. Lapisan paling dalam adalah baju kaos oblong, kemudian baju panjang Majelis Ta'lim (ekskul Rohis di SMA), Black Jack (jaket Himpunan Mahasiswa Elektro) dan paling luar jaket KKL.
Untuk bawahan juga beberapa lapis. Lapisan paling luar adalah celana panjang, kemudian lapisan selanjutnya adalah .......
(tidak perlu dijelaskan 😊).
Selanjutnya, aku menggunakan kupluk, kacamata, syal, masker, dan juga sarung tangan yang aku beli tadi sore di Museum Angkut dengan harga sepuluh ribu rupiah.
Untuk alas kaki, awalnya aku hendak memilih sendal. Namun aku urungkan. Aku memilih sepatu, dengan kaus kaki.
Dresscode-ku, gambar diambil pukul 04.47 WIB

Rasa ngantuk kini telah hilang. Kami telah berbaris dengan rapi, bersiap menaikki mobil elf. Satu mobil memuat orang dua belas. Tour guide kali ini tidak hanya dari pihak travel, namun bertambah. Ada beberapa penduduk lokal. Mereka memberi beberapa pengarahan kepada kami. Aku tak ingat betul, cukup banyak yang mereka katakan.
Namun ada salah satu kalimat yang masih ku ingat, "Kalian jangan banyak bengong. Perbanyak baca doa dan ayat kursi."

Pukul setengah tiga dini hari, mobil yang kami tumpangi meluncur dari Rumah Makan Bromo Asri menuju Gunung Bromo. Awalnya, aku hendak melihat-lihat pemandangan di luar dari dalam mobil. Namun, karena masih sangat gelap. Aku tidak dapat melihat apapun di luar, aku putuskan untuk tidur. Teman-teman lain pun demikian.

Setelah lebih dari satu jam perjalanan di mobil, kami berhenti di suatu masjid. Ini masih pagi sekali. Namun, siapa menyangka. Adzan Shubuh di sini berkumandang sebelum jam empat pagi! Padahal, di Palembang biasanya adzan Shubuh berkumandang sekitar pukul setengah lima lewat. Tahukah kamu, jika di rumah, aku masih dimana sebelum jam empat pagi? Yaa, aku masih di alam mimpi!

***

Waktu sholat ditetapkan berdasarkan kondisi matahari. Matahari terbit memiliki arti waktu Shubuh dimulai. Matahari tepat berada di atas kepala, berarti waktu Zhuhur telah masuk. Dan waktu Maghrib, ditandai dengan terbenamnya matahari. Bagaimana dengan penjelasan waktu Ashar dan Isya? Silahkan cari sendiri di Google!
Yaa, Islam dan Sains pada dasarnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya tidak bertentangan.

Jamak kita ketahui, matahari akan lebih dahulu terbit dari bagian timur. Itulah sebab, wilayah Indonesia Timur lebih cepat 2 jam dibanding kita (Indonesia Barat). Karena waktu mereka lebih awal, artinya wilayah timur akan lebih dahulu melakukan sholat dibandingkan wilayah barat. Misal, umat Islam di Jayapura sudah melakukan Sholat Isya ketika orang Aceh masih dalam perjalanan menuju rumahnya. Betul, kan?
Kalau kita ambil dalam lingkup yang lebih kecil, inilah sebab waktu sholat Probolinggo lebih cepat sekitar setengah jam dibanding Palembang.

Penunjuk Sholat di salah satu masjid, di sekitaran Bromo

Tepat pukul 03.44 WIB, adzan Shubuh berkumandang, temanku Royhan yang mengumandangkannya.
Beberapa menit yang lalu, kami telah mengambil wudhu. Ini sedikit ribet. Karena aku harus menanggalkan jaket dua lapisku, haha!
Suhu di sini begitu dingin, jauh lebih dingin dibandingkan Bandung. Menurut perkiraanku, suhu air di sini seperti es batu. Aku tidak pernah wudhu dengan air sedingin itu, apalagi di Shubuh hari seperti ini. Ditambah lagi, ini sebelum jam empat pagi. Dinginnya semakin menjadi-jadi.

Oke, lanjut.
Setelah itu, kami kembali menuju mobil elf untuk melanjutkan perjalanan. Setelah sekitar setengah jam perjalanan yang berliku, kami turun. Kami menaikki mobil lain lagi. Aku begitu mengenal mobil ini sejak kecil. Belasan tahun lalu, aku sering melihat di televisi sebagai mobil para penjahat, sering ada di sinetron Indo*siar. Ya, ini adalah mobil Jeep! Mobil ini digunakan karena tidak akan ada jalan aspal lagi. Kami akan melewati lautan pasir sejauh beberapa kilometer. Hanya mobil jeep yang cocok digunakan pada medan seperti ini.

Beberapa mobil jeep dan kuda di Lautan Pasir Bromo

Tujuan pertama kami adalah melihat matahari terbit. Kami berjalan kaki menuju tempat yang semakin lama semakin menanjak. Ini sudah dekat dari Bromo, tapi jauh. Eh, gimana sih!
Intinya adalah, dari tempat yang cukup tinggi ini aku bisa melihat Gunung Bromo dari kejauhan.
Oh ya, jangan lupa! Di sebelah Bromo ada gunung lain lagi, namanya Gunung Batok. Aku melihat pemandangan ini begitu takjub. Betul-betul sungguh indah, sangat menyejukkan mata. Lisan ini tak henti-henti menyebut nama-Nya. Allahu Akbar!

Di bawah ini adalah pemandangan keduanya, foto ini diambil pukul 04.56 WIB.

Pemandangan matahari terbit
Gunung Bromo dan Gunung Batok dari kejauhan

Setelah puas memandangi matahari terbit, kami kembali turun menuju lautan pasir. Di sana sudah banyak kuda yang siap mengantar ke puncak Bromo. Harga sewanya? Kalau tidak salah, seratus ribu rupiah. Cukup mahal, aku tidak jadi menaikkinya. Aku lebih memilih berjalan kaki. Banyak orang yang melakukan hal serupa. Tour guide mengatakan kepada kami bahwa waktu normal untuk mencapai puncak Bromo, dibutuhkan waktu sekitar satu jam. Aku fikir, tak masalah.

Pura Luhur Poten Bromo Ngadisari, Pura agama Hindu

Ada hal menarik yang aku jumpai ketika tengah berjalan menuju kawah Bromo di puncak. Kami menemukan Pura agama Hindu, persis di kaki gunung. Ternyata di sini banyak orang Hindu.
Menurut akun twitter @HinduGL (Hindu Garis Lucu). Hal yang akan dilakukan jika umat Hindu menemukan tempat yang indah adalah, membangun Pura. Kita saksikan hari ini, Pura seringkali dibangun di tempat-tempat yang indah. Kenapa? Karena menurut ajaran agama Hindu, Tuhan mereka (bukan Tuhan kita) disebut Satyam, Siwam dan Sundaram. Tuhan mereka baik, benar dan indah.


Kawah Bromo, pukul 06.59 WIB

Dan akhirnya, kami mencapai kawah Bromo yang berada di puncak. Katanya, kawah ini mengandung belerang atau sulfur. Untuk menuju ke atas sini kalian harus berjalan menaikki jalan mendaki. Namun, tenang saja. Ketika sudah hampir mencapai puncak, akan ada tangga di sana.
Pagi-pagi ini, dengan suhu udara yang masih sangat sejuk, aku fikir tidak terlalu lelah untuk mencapai ke atasnya.
Oh ya, dari sini kamu juga bisa melihat pemandangan Gunung Batok dari sisi yang lain. Tidak kalah indah.

Foto dengan latar belakang Gunung Batok

Kembali turun dari puncak Bromo

Setelah puas beberapa saat di puncak. Lagi-lagi diri ini terus menerus memuji Sang Pencipta. Begitu indah apa-apa yang telah Dia ciptakan. Sungguh sejuh mata ini memandang hamparan alam ini. Maasyaa Allah!

Selanjutnya, kami kembali turun menuju lautan pasir. Di sana sopir mobil jeep masih setia menunggu untuk mengantarkan kami. Kami masih membutuhkan waktu satu jam untuk sampai ke bawah, Kalau dilihat dari gambar di samping, beginilah suasananya. Tangga hanya ada di dekat puncak kawah Bromo. Setelah itu tidak ada. Kamu harus berhati-hati ketika berjalan di sini.

Gambar ini cukup menggambarkan betapa melelahkannya perjalanan ini, bukan?





Akhirnya.
Perjalanan wisata kami di kawasan Bromo ini berakhir. Kami telah duduk manis di dalam mobil jeep. Pantat-pantat kami akhirnya mendapat waktu untuk beristirahat. Belasan menit kemudian, kami telah tiba di depan mobil elf. Perjalanan dilanjutkan dengan mobil ini, kembali ke Rumah Makan Bromo Asri.
Waktu perjalanan mencapai hampir dua jam. Mayoritas kami sudah kelelahan, banyak yang tidur ayam di mobil. Termasuk aku.

Ketika menuliskan cerita ini, aku rasa ini adalah bagian paling menarik. Sekelebat peristiwa-peristiwa itu langsung terngiang di kepala. Mengingatkanku pada si Fulan, si Fulan hingga Fulanah.
Bisa jadi, ini adalah bagian paling dikenang bersama seluruh teman-teman Teknik Elektro Unsri angkatan 2015.

Saya akan merindukan kalian semua!


Teknik Elektro Unsri angkatan 2015 di Bromo
Setelah sekian hari kisah perjalanan KKL ini tidak ditulis. Akhirnya hari ini bisa lanjut lagi.
Suasana hari ini masih sama, Indonesia dan dunia tengah dilanda wabah pandemi virus Corona alias Covid-19. Mayoritas orang masih melakukan Social Distancing dan WFH (work from home).
Aku? Aku belum mendapatkan work. Jadi, masih woles alias selow. WFH bagiku adalah woles from home. Hiihii....

Oh ya. Jika kamu bingung mengikuti ceritaku, sila baca dari Prolog, lanjut ke Part 1 dan seterusnya.

***

Sore ini kami langsung menuju Rumah Makan Bromo Asri di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Setelah sebelumnya, kami berada di Museum Angkut di Kota Batu Malang.
Kami mulai berangkat dari Kota Batu Malang sekitar pukul lima sore. Banyak dari kami sudah kelelahan selepas mengitari Museum Angkut dan Jatim Park 2. Mayoritas memilih beristirahat, banyak yang tertidur. Sebagian lain masih menyempatkan diri bercengkrama dengan teman di sebelahnya. Ada yang menikmati perjalanan sambil membaca buku, ada pula yang asyik bermain ponsel untuk ber-chatting ria.
Aku memilih semua hal. Sesekali memandangi pemandangan di luar bus dari jendela. Menyempatkan diri bercengkrama dengan teman di sebelah. Sesekali membuka ponsel untuk memberi kabar ke doi, bahwa aku masih baik baik saja. Dan sesaat membaca buku yang telah aku bawa dari rumah; Menolak Diam!


Seperti hari-hari sebelumnya, bus melaju menuju tempat istirahat sementara. Kami hendak makan malam di suatu rumah makan yang aku tidak tahu di Kabupaten apa. Selain makan malam, seperti biasa, kami juga menyempatkan mandi dan sholat Jama' dan Qoshor. Maghrib dan Isya. Ya, ini adalah keringanan atau ruqshoh untuk para musafir atau orang yang dalam perjalanan jauh.
Keadaan ini mirip seperti hari ini. Fiqih ibadah tengah mengalami banyak ruqshoh disebabkan Corona. Contoh ruqshoh yang terjadi hari ini; Beberapa masjid tidak melaksanakan sholat Fardhu hingga sholat Jumat. Sholat digantikan dengan berjama'ah di rumah masing-masing. Pun, ketika fatwa ini dikeluarkan oleh MUI, banyak orang yang merasa sok pintar menentang fatwa.

Oke, lanjut.
Sekitar jam delapan malam, kami melanjutkan perjalanan, dan tiba di Rumah Makan Bromo Asri di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur sekitar jam sebelas malam.

Rasa lelah dari tubuh kami sedikit demi sedikit mulai hilang. Energi telah terisi kembali setelah tidur yang panjang selama di bus dan makan malam tadi. Kini kami tiba di sini. Menurut informasi dari pihak travel, sekitar jam dua dini hari kami akan berangkat menuju Gunung Bromo.
Aku bergumam di dalam hati, "Yang benar saja!".

Masih ada waktu sekitar tiga jam lagi. Aku habiskan waktu dengan bercengkrama dengan dosen pembimbingku, membahas berbagai macam hal di salah satu pojok rumah makan tersebut. Hanya berdua saja.
Setelah akhirnya teman-teman lain ikut nimbrung ke obrolan kami. Aku memesan teh hangat dan roti. Beliau memesan kopi. Teman yang lain ada yang memesan teh hangat juga. Beliau yang traktir kami. Asyik!

Obrolan ngalor-ngidul ini berkahir tepat jam dua belas dini hari. Dua jam sebelum keberangkatan.
Aku pamit hendak tidur, aku memilih salah satu sudut Mushollah sebagai tempat untuk tidur malam itu. Aku fikir, sisa dua jam harus dimanfaatkan secara maksimal untuk: Tidur!

Selamat tidur semua!
Museum Angkut Kota Batu Malang, Jawa Timur.

Sebakda Ashar, pukul tiga sore. Kami tiba di Museum Angkut di Kota Batu Malang, Jawa Timur. Sangat dekat dari Jatim Park 2. Waktu tempuh hanya sepuluh menit. Ya, jaraknya hanya sepelemparan batu. Baru saja pantat-pantat kami duduk nyaman di bus, tahu-tahu sudah harus turun lagi. 
Kasihan sekali nasibmu, Pantat!

Rute dari Jatim Park 2 menuju Museum Angkut, tampilan dari Google Maps

Museum Angkut adalah museum yang berisi banyak kendaraan lama, sejarah kendaraan dan kendaraan bersejarah. Baik asli maupun duplikat. Tempat ini sangat instagram-able. Sejauh ini, foto yang paling banyak dari seluruh tempat KKL yang di-upload ke Instagram berasal dari Museum Angkut.
Oh ya, satu lagi.
Tempat ini sangat ramah terhadap turis asing dan aseng. Terbukti dari plang petunjuk tempat yang terdiri dari empat bahasa; Indonesia, Inggris, Tiongkok dan Arab.

Gudang dan Kamar Kecil dalam empat bahasa

Di bawah ini terdapat beberapa foto yang aku tangkap melalui kamera ponsel. Ada duplikat mobil dinas presiden pertama RI, ada kereta kencana, ada duplikat pesawat, dan sebagainya.
(Banyak kendaraan-kendaraan unik yang tidak dapat semuanya di-upload).

Calon Presiden RI di masa depan sedang mengamati mobil dinas Presiden RI di masa lalu, wkwwkk
Pesawat (duplikat) di Museum Angkut dengan latar belakang pegunungan di Jawa Timur
Pemukiman warga sekitar, gambar diambil dari Museum Angkut
Kereta Kencana di Museum Angkut, di-upload di Instagram

Oke lanjut.
Sesuai dengan namanya; Museum Angkut. Sudah pasti penuh dengan angkutan.
Namun, selain itu di sini juga terdapat tempat yang seolah-olah kita tengah berada di Indonesia pada zaman dahulu. Setelah itu, ada juga tempat yang menggambarkan seolah berada di luar negeri. Di sini terdapat replika berbagai tempat seperti Tiongkok, Inggris, Jerman hingga berbagai negara di Benua Eropa.

Pedagang rokok zaman dahulu, gambar di-upload di Instagram juga
Kampung Cina, kiri ke kanan; Royhan, Aku, Anugrah, Uta
(Kampung) Inggris, tapi bukan di Pare Kediri! wkkkw
"Halo, Dek! Kang Mas masih berjuang mengumpulkan uang. Tunggu ya, bulan depan pasti aku datang menemui orangtuamu. Kamu yang sabar, yaa!"
Replika Tembok Berlin. Tembok yang memisahkan antara Jerman Barat dan Jerman Timur pada tahun 1960-an. Ya, negara itu pernah 'berccerai' setelah akhirnnya 'rujuk' kembali
Ecak-ecaknyo nak milih kalung mano yang cocok buat si doi, masih di-upload di Instagram

Oh ya, sebagai informasi. Jalur di dalam Musem Angkut adalah satu arah.
Maksudnya, kita harus mengikuti arah jalan tersebut sampai seluruh wahana selesai. Baru kemudian dapat menemukan pintu keluar. Artinya, tidak ada pintu keluar di tengah-tengah. Kita wajib melihat seluruh wahana yang ada. Jalurnya cukup panjang.
Dan kami, harus tetap fit menjaga stamina karena setelah ini akan menuju Bromo yang katanya cukup melelahkan.


Bersambung...
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Kang Mas Joe adalah seorang yang berpengalaman dalam pahit dan getirnya kehidupan, walaupun nyatanya tidak terlalu pahit. Mencoba berbagi tulisan melalui blog, semoga ada hikmah yang bisa diambil. Apabila ada kritik, saran, nasihat dan mau kerjasama. Silahkan DM melalui Instagram dan Twitter @KanggMas_Joe. Terimakasih!

POPULAR POSTS

  • Pencitraan Jilid Dua; Buku yang Aku Baca di Tahun 2020
      Beberapa hari ke belakang, rumahku sedang direnovasi. Maka buku-buku yang ada di rumah sedang tidak ada di rak buku seperti biasa. Begini ...
  • Masjid Cheng Hoo
    Masjid Muhammad Cheng Hoo, adalah salah satu masjid yang cukup terkenal di Palembang. Sering dijadikan sebagai tempat wisata religi. Menurut...
  • Balonku Ada Lima
    Jangan terkejut, ini bukan jimat, mantra, doa atau sebagainya!  Untuk kamu yang sudah jago membaca Al-Quran sejak kecil, aku yakin kamu past...
  • Menjadi Pacar Sewaan
    Hari ini adalah hari Ahad, pukul sepuluh pagi. Aku sedang duduk bersantai di rumah, sedang menatap layar laptop untuk melakukan blog walking...
  • 3 Bloggers yang Rajin BW
    Seperti biasa, di setiap penghujung bulan, Mbak Eno yang baik hatinya kembali membuat challange. Ini adalah event ketiga dari challange- nya...

Categories

  • Bisnis
  • Cerita
  • Opini
  • Perjalanan
  • Pernikahan
  • Sajak
  • Tutorial

Copyright © 2021 Kangg Mas Joe. Created by OddThemes