Kangg Mas Joe

Blognya Dodo. Tidak semua yang diposting adalah nyata, banyak pencitraan dan fiksinya.

Hampir tiap-tiap hari, media sosial kita dipenuhi dengan riuh RUU yang telah sah menjadi UU. Ominbus Law. Eh bukan, Omnibus Low. Eh gimana sih. Nulisnya aja susah! -_-
 
Mari lupakan sejenak tentang pronouncation RUU yang susah itu. Fyi, ada RUU lain yang masih mandeg di DPR. Apa itu? RUU P-KS; Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Dan saat ini, ada satu fraksi yang kekeuh menolak RUU tersebut. Partai apakah itu? Yang unik, partai ini memiliki nama yang sama dengan RUU-nya. PKS; Partai Keadilan Sejahtera.
 
Kenapa bisa gitu? Entahlah. Mungkin kapan-kapan akan ada RUU P-DIP, misalnya kepanjangan dari Penghapusan Deradikalisasi Intoleransi Pemerintah. Dan yang menolak, malah dari Fraksi PDI-P. Haha!
Tolong bagi pihak Pemerintah, terutama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) kalo baca Blog ini jangan dianggap serius. Becanda doang, Pak!
 
Atau mungkin, nanti juga akan muncul RUU lain dengan nama yang sama dengan partai yang telah ada. RUU P-KB ditolak oleh Fraksi PKB, RUU P-PP ditolak oleh Fraksi PPP, hingga RUU P-SI ditolak oleh Fraksi PSI. Eh, wait.. PSI kan gak punya kursi di DPR RI, chuakkzzzz.
 
Well, kali ini gue akan menulis dengan gaya yang sedikit berbeda, gak seperti biasa. Gue akan menggunakan kata “gue”, bukan “aku”. Karena kalo ngomongin RUU P-KS, pasti kita akan bersinggungan dengan para kaum open-minded.
You know lah, mereka suka banget ngomong pake bahasa gaul yang tidak baku dan bahasanya di-mix English and Indonesian. Jadi, gue mau coba lakukan juga. Ehehe..
 
Kenapa RUU P-KS berhubungan dengan kaum open-minded?
Sorry to say, faktanya emang gitu. RUU ini sarat akan kepentingan ideologi. Baik yang menolak maupun yang mendukung. Walaupun gak bisa kita pukul rata semua. Kaum open-minded dan liberal cenderung mendukung RUU ini, namun tidak semua yang mendukung RUU ini berarti liberal. Sedangkan kaum Islam konservatif, cenderung menolak RUU ini, dan bukan berarti yang menolak RUU ini adalah semuanya konservatif.
Namun, kedua kelompok ini yang cukup vokal terkait RUU ini. Baik menolak maupun menentang.
 
Sebelum masuk lebih jauh, gue mau mengajak lo semua untuk ber-husnuzhon, berbaik sangka, ber-positive thinking. Kedua pihak yang menolak maupun mendukung RUU ini, punya niatan baik semua. Hanya saja, niat baik itu memiliki style masing-masing. Gue yakin 100%, keduanya setuju untuk melindungi masyarakat dari kekerasan dan kejahatan seksual. Itu adalah masalah kita bersama.
 
Dimana masalah RUU ini?
Kontroversi sudah dimulai sejak awal. Pasal pertamanya saja multi tafsir. Di ayat satu, disebutkan seperti ini.
 
Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.
 
Ayo fokus ke kalimat yang udah gue bold.
Pertama, mengenai hasrat seksual seseorang. Seandainya gue "menyerang" hasrat seksual seseorang, bisa-bisa gue kena pidana. Hasrat seksual itu gimana? Kecenderungan atau ketertarikan seksual kepada orang lain. Jika ditelaah lebih lanjut, hasrat ini bisa aja ke lawan jenis, atau bahkan ke sesama jenis. Kalo udah begitu, bisa aja terjadi kisah seperti ini. Misalnya, seorang ibu menasihati anaknya yang gay, "Udahlah nak, tobat lu jadi gay. Ngapain suka ke sesama jenis. Jangan kek Umat Nabi Luth! Itu perbuatan yang sangat keji dan menjijikkan!" 
Apakah kemudian si ibu bisa dilaporkan anaknya, karena dianggap menyerang dan merendahkan hasrat seksualnya? Jawabannya, tentu saja bisa! 
 
Kontroversi kedua. Ada diksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak, dan tidak mampu memberikan persetujuan. Kesemua ini sangat multi tafsir. Kenapa? Jika logikanya dibalik, apakah perbuatan seksual yang dilakukan secara tidak paksa, tidak bertentangan dengan kehendak, dan mampu memberikan persetujuan, adalah kejahatan? Tentu saja tidak, jika RUU ini menjadi acuan. So, definisi ini sangat berbahaya. Anak-anak muda kita bisa aja akan menganggap kalo mereka sama-sama setuju alias consensual sex, berhubungan badan sah-sah saja menurut negara. Apalagi, jika consensual sex yang dilakukan terjadi dalam hubungan sesama jenis. Hal ini sangat berbahaya dan meresahkan bagi kaum konservatif.
Jangankan mau skidipapap-wadidaw, pacaran saja diharamkan menurut kaum konservatif. Ehehe.
 
Masih ada lagi? Ada dong!
Di pasal 11 ayat (1) poin g, disebutkan bahwa kekerasan seksual terdiri dari pemaksaan pelacuran. Sekilas memang poin ini nampak baik. Namun, coba logikanya dibalik. Jika pelacuran dilakukan tanpa paksaan, dilakukan secara sukarela, apakah itu dibenarkan menurut negara inil? Tentunya hal ini menjadi se-fruit polemik baru di tengah-tengah kita. Alamak!
 
Jadi, apabila RUU P-KS disahkan. Akan sangat berbahaya bagi moral bangsa. RUU ini tidak sesuai dengan agama, norma dan adat. Itulah sebab kaum konservatif Islam sangat menolak RUU ini. Mereka tidak mau moral bangsa ini rusak.
 
Namun, kenapa ada pula yang mendukung RUU ini? Kalo gue boleh jujur, RUU ini pasal-pasalnya emang sangat bagus. Para korbal kejahatan seksual bisa jadi lebih mendapat keadilan daripada undang-undang yang lama. Satu lagi, para korban menjadi lebih terlindungi apabila RUU ini disahkan.
 
Solusinya gimana? Menurut gue, fraksi-fraksi di DPR harusnya lakukan rapat lagi. Rembug dengan kepala dingin, jangan saling tuding. Lo mau jadiin negara ini liberal, yaa! Atau Heyy, mentang-mentang agama lo mayoritas, negara ini bukan berarti cuma milik umat lo doang, ada banyak agama! 
Saran gue, revisi beberapa pasal yang dianggap kontroversial, agar bisa diterima semua pihak. Jadikan norma agama dan budaya ketimuran sebagai landasan. Jangan norma-norma barat yang cenderung liberal.
Dan ending-nya, kejahatan seksual di negeri ini bisa menjadi lebih minim.
 
***
 
Kembali ngomongin kaum “open-minded”. Mereka emang sering berulah dan bikin statement “out of the box” di media sosial. Pendapat mereka bukan jadi bahan perdebatan atau diskusi, malah dijadikan bahan meme. Gue juga mencoba membuat meme, merupakan parodi dari meme yang telah ada.
Semoga terhibur!
 
 
Referensi: http://www.dpr.go.id/doksileg/proses2/RJ2-20161111-040327-4431.pdf
 
Meme yang gue buat

 
 
Meme yang jadi sumber inspirasi

Setelah sebelumnya menulis tentang Komunis, kali ini aku akan menulis mengenai faham lain yang cukup bertolak belakang. Liberal.
Aku mengenal faham ini ketika menjadi siswa SMA kelas satu. Rasanya, istilah Liberal pertama kali aku dengar dari mata pelajaran PPKn (Pendidikan Propaganda dan Kewarganegaraan), dan mata pelajaran Sejarah.
 
Kata guruku, Liberal adalah faham yang menganut rasa kebebasan. Simpelnya, orang-orang Liberal ingin santuy dan bebas sebebas-bebasnya dari aturan agama dan budaya ketimuran yang mengekang.
 
Namun, temanku nampaknya salah memahami definisi ini. Saat itu, di sekolah ada seorang teman yang tidak memakai dasi di kelas. Katanya, dasi cuma dipakai untuk upacara bendera saja. Di kelas mah, tidak perlu.
 
Salah seorang mem-bully temanku itu, “Huu.. dasar liberal, santuy sekali ente! Dasar mau jadi orang bebas yang tidak mau taat aturan!” Tapi, itu hanya dalam rangka bercanda, yaa. Bukan serius. Hehe.
 
Selain dari pelajaran PPKn dan Sejarah, aku mengenal faham Liberal dari Rohis. Yaa, betul. Rohis mengajari kami Liberalisme.
Eh tunggu, bukan gitu maksudnya! -_-
 
***
 
Aku menjadi siswa di salah satu Bimbel (bimbingan belajar) yang ada di Palembang, letaknya sangat dekat dengan Jembatan Ampera yang telah mejadi ikon kota. Jarak gedung Bimbel dan Jembatan Ampera hanya sepelemparan batu. Dekat sekali.
 
Selepas shalat Ashar, seorang teman berkata kepadaku, “Doo, kamu dicariin Mbak Zie. Katanya dia lagi cari anak Rohis.” Mbak Zie adalah tutor Bahasa Inggris di bimbel itu.
 
Sekejap kemudian, aku telah menemui Mbak Zie yang bernama asli Fauziyah. “Mbak Zie mencariku? Ada apa, mbak?” Tanyaku.
 
“Iya, dek. Kamu anak Rohis kan? Mbak sama temen-temen boleh main ke sekolahmu? Kami mau sosialisasi.”
 
“Boleh, mbak. Datang aja Sabtu ini. Sosialisasi untuk apa? Promosi bimbel ke anak Rohis yaa?”
 
“Yaa, bukan lah! Promosi Bimbel gak harus ke anak Rohis, lah. Seluruh orang boleh ikut bimbel! -_-” Mbak Zie terlihat kesal dengan responku. Aku hanya tertawa kecil.
 
“Yaah, aku kira anak Rohis mendapat diskon khusus, mbak! Hehehe.“
 
Beberapa dialog terakhiir adalah fiksi, yaa! Hihihii...
 
Hari Sabtu, Mbak Zie dan teman-temannya benar-benar datang ke sekolah. Katanya, mereka dari komunitas ITJ; Indonesia Tanpa JIL. Apa pula JIL? Itu adalah Jaringan Islam Liberal. Nama komunitas yang unik, sebab ada singkatan di dalam singkatan. Wkqwk!
Saat itu, ada dua orang mas-mas dan empat orang mbak-mbak. Mas-masnya berjanggut tipis, mbak-mbaknya semua berhijab lebar, lebar sekali hampir menutup seluruh badan. Karena aku adalah laki-laki yang normal, sudah barang tentu aku jadi sering memerhatikan mbak-mbak tersebut. Karena di sekolahku, adalah langka orang yang menggunakan hijab selebar itu. Aku tidak memerhatikan mas-masnya. Untuk apa, aku bukan penyuka sesama jenis! #eh
 
Sosialisasi dari mereka dimulai, aku masih fokus ke mbak-mbak berhijab lebar, bukan ke materi.
Salah satu materi yang aku ingat adalah, mereka menununjukkan tulisan-tulisan orang Liberal nan open-minded, kebanyakkan memang dari Twitter.
 
Berciuman adalah sedekah dan akan mendapat pahala karena kita menyenangkan orang lain.
 
Haah! Aku menganga, tidak habis thinking. Kok bisa ada orang se-gobloq itu menarik kesimpulan. Saat itu, aku masih postive thinking. Siapa tahu, itu hanya sebuah lelucon. Konteks berciuman disana adalah dalam rangka suami yang mencium istrinya. Tidak masalah memang. Halal 100%.
 
Kemudian, ada pulai yang menulis begini.
Jilbab itu pakaian khusus dipake buat shalat dan pengajian. Kalo keluar dari situ, di tempat umum ya kudu dibuka. Bego lu!
 
Aku melongo, ini yang bego siapa sih!
Lagi-lagi, aku masih ber-husnuzhon. Berbaik sangka. Sebab aku saat itu tidak pernah melihat tulisan semacam itu di Twitter. Isi dari timeline-ku hanya twit-twit galau, retjeh dan tidak jelas dari teman-teman di sekolah.
 
***
 
Hari terus berjalan, Twitter sudah jarang aku buka selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya, sejak pandemi ini melanda, dan aku memang tidak ada kerjaan, aku kembali aktif ke dunia itu.
Pertemananku semakin luas. Timeline sudah semakin beragam. Mulai dari isu agama, politik, ekonomi, iptek hingga gosip para artis. Semuanya muncul di timeline.
 
Omongan dari mba-mba ITJ mulai terbukti. Saat itu, ada sesuatu yang viral. Seorang anak muda berusia 17 tahun. Perempuan cantik, good looking, selebriti dan punya banyak followers.
Kasusnya? Pacarnya (tidak) sengaja meraba payudaranya, dan kegiatan itu terekam di media sosialnya.
 
Bagaimana tanggapan netizen? Beragam.
Banyak yang berkomentar seperti ini.. Jika mereka hendak melakukan itu, harusnya tidak di depan umum. Jangan direkam dan disebar ke publik.
Tidak satu-dua orang yang berkomentar seperti ini. Banyak sekali pendapat seperti itu berseliweran. Aku bingung.
Dalam benakku, komentar yang benar adalah.. Harusnya mereka tidak melakukan itu. Udah, cukup sampe situ. Tidak usah ditambah-tambahin. Komentar sebelumnya, seolah-olah mengindikasikan bahwa perbuatan tersebut boleh-boleh saja dilakukan, namun tidak boleh disebar. Padahal, menurutku perbuatan seperti itu. Mau direkam ataupun tidak, yaa tidaklah patut dilakukan.
 
Apa yang terjadi hari ini?
Nampak di media sosial, anak-anak muda kita santai sekali. Seolah biasa saja dengan pemikiran liberal dan pergaulan bebas seperti itu. Aduhaii..
Padahal, apabila kita bertanya kepada hati nurani. Apakah kegiatan semacam itu dibenarkan? Apakah kita boleh menggrepe-grepe payudara seseorang, walaupun konteksnya si empunya santuy saja? Tentu saja jawabnya tidak.
 
Ah yaa.. akan tetapi, lagi-lagi, itu sebenarnya adalah urusan pribadi orang. Kita tidak berhak mencampuri urusan mereka.
 
***
 
Masih ngomongin liberalisme. Satu lagi yang membuat aku kesal dan bingung adalah Consensual sex. Hubungan seks dalam kerangka persetujuan, suka sama suka, mau sama mau, sukarela. Aritnya, kita boleh skidipapap-wadidaw jika laki-laki dan perempuan sama-sama setuju tanpa paksaan.
 
HOOY! MAU SAMA-SAMA SUKA ATAU TIDAK ITU TETAP HARAM KALO BELUM JADI PASANGAN SAH SUAMI ISTRI!
 
Kalau kami mau skidipapap-wadidaw, masalahnya dimana? Apa hak orang lain ikut melarang? Kata beberapa orang di kolom komentar suatu media sosial.
 
Menurutku, orang lain jelas punya hak, walaupun secara tidak langsung. Apa itu? Hak untuk melindungi generasi muda dari pikiran liberal nan gobloq seperti ini.
Kenapa? Seandainya pikiran dan pemahaman ini terus dibiarkan berkembang, terutama di kalangan para pemuda Muslim. Lama kelamaan, mereka bisa saja akan berfikir. Ooh, ternyata kalo skidipapap-wadidaw atas dalih suka sama suka, itu tidak ada masalah, sah-sah saja!
 
Duhai, jangan sampai pikiran seperti ini dibenarkan oleh generasi di masa mendatang.
 
Lagi. Jika kamu masih menganggap hal tersebut tidak masalah. Coba kita tanyakan ke orangtua kita. Misalnya, coba izin sama mama.
Ma, aku mau skidipapap-wadidaw sama pacarku besok, di Hotel X. Boleh yaa!
 
Kira-kira, apa reaksi si mama?
Berikan pendapatmu di kolom komentar, yaa! :)
 
 



Saban hari, di media sosial telah dihebohkan dengan se-fruit berita. Para mahasiswa kini tengah mengadakan kegiatan Ospek secara daring atau online. Namun, bukan kerana daring yang menjadi heboh. Akan tetapi, tersebab adanya perploncoan yang dilakukan daripada senior kepada juniornya. Perploncoan itu dilakukan secara daring pula.
Ketika khabar ini tersebar, banyak orang dewasa yang (seolah) terkejut. Mereka terbelalak akan adanya fakta ini. Padahal, praktek-praktek jahiliyah macam ini masih terus terjadi.
 
Pertama, mari kita samakan persepsi dahulu mengenai Perploncoan. Menurut kacamataku, kerana aku berkacamata, perploncoan adalah ketika senior marah-marah ke junior tanpa sebab. Terkadang, si senior mencari-cari kesalahan para juniornya. Mulai dari pakaian yang tidak rapi, ikat pinggang yang tidak pas, kaus kaki yang panjang sebelah, rambut yang dipotong kurang pendek, atau lampu sen yang mati hingga kaca spion yang kurang simetris.

Eh, tidak. Dua bagian terakhir, bukan perploncoan oleh senior, yaa. Itu adalah kelakuan oknum ******* yang kita temui di jalan raya. #gubrak
Abang tukang bakso, bawa walkie talkie, kijang satu ganti! ~

Dengan definisi seperti itu. Jika aku ditanya tentang pengalaman di-plonco, aku telah mengalaminya sejak zaman es-em-a hingga masa perkuliahan.
 
Dalam kegiatan ekstrakulikuler maupun organisasi di sekolah, akan ada pembekalan hingga pelantikan untuk anggota baru. Biasanya, kegiatan itu berisi dengan materi, games, dan juga tidak lupa.. Plonco dari senior.

Ketika kegiatan pembekalan delapan tahun lalu, ada yang namanya tes wawancara. Pertanyaan diajukan oleh senior kepada anggota baru. Awalnya pertanyaan yang simpel dan umum.
"Coba perkenalkan namamu, dari kelas mana, tinggal di mana."
"Kenapa kamu mau gabung ke organisasi ini?"
"Kontribusi apa yang akan kamu berikan ketika sudah diterima?"
 
Namun, lama-lama pertanyaan yang keluar semakin aneh.
"Jawaban macam apa itu? Orang seperti kamu tidak pantas masuk ke organisasi ini!"
"COBA WOOOY! ******* ***** ****!"
(Maaf kata-katanya disensor, karena aku lupa. Yang aku ingat cuma teriakan-teriakan tidak jelas dari mereka, wkkwkwk)

Pada akhirnya, seluruh yang mendaftar diterima di ekstrakulikuler itu. Semua hanya acting dari senior yang merasa sok hebat di depan juniornya.
Kemudian, kehidupan kembali berjalan normal seperti biasa (bagi senior). Namun tidak denganku, terkadang aku masih dendam kesal dengan kelakuan mereka, sampai sekarang. Buktinya, cerita ini masih tersimpan dengan rapi di dalam memori. Eheheee..
 
Cerita berlanjut ke tahun selanjutnya, kini aku yang menjadi senior. Aku tertarik bergabung sebagai tim pewawancara. Aku sudah memersiapkan acting marah terbaikku.
"WOOY, DEK! BLA BLA BLA!" Kataku dengan wajah sangar sambil memarahi junior.

Coba tebak, apa responnya?
Junior kampret satu ini malah bilang begini, "Bang, tidak usah marah-marah. Lucu, beneran." Dia bilang sambil tertawa.
Jadi, sebenarnya aku sudah dekat dengan adik-adik junior. Mereka sudah mengenalku sebagai pribadi yang ramah, lucu, baik hati, bersahaja, mengayomi, menggemaskan, suka menolong sesama hingga rajin menabung! Adalah aneh bagi mereka, ketika melihat aku marah-marah. Tidak seperti biasa.
Ketika tahun lalu aku dibuat kesal oleh senior, kemudian tahun ini dibuat kesal oleh junior.
Hadeeh.. Nasib-nasib.

Lanjut ke cerita kuliah.
Perploncoan ternyata masih terjadi. Ditambah lagi, aku kuliah di Fakultas Teknik yang banyak mahasiswa di  sana merasa over proud terhadap ke-teknik-an nya.
"Teknik ini susah, dek!"
"Teknik ini keras, dek!"
Responku; "Keras palak bapak kau!"
 
By the way, salah satu video yang viral di media sosial ternyata merupakan Ospek dari Fakultas Teknik di universitas yang ada di provinsi tetangga. Muncul perdebatan di kolom komentar video viral tersebut. Ada yang mendukung, ada yang tidak.

"Kehidupan di Teknik itu keras. Kuliahnya susah. Akan banyak tugas, praktikum dan segala tetek bengeknya. Jadi sudah harus dibiasakan sejak awal. Mental harus terlatih sejak dini!" Kata seseorang yang nampaknya mahasiswa Fakultas Teknik.

Ada yang membalas komentarnya seperti ini, "Kuliah yang susah tidak hanya Teknik, seluruh fakultas itu susah. Lihat anak-anak Kedokteran, mereka bahkan jarang tidur sampai hari ini untuk mengurus pasien Covid. Anak Teknik kemana? Tiduur!"
 
Kembali ke cerita sebelumnya. Ternyata, per-plonco-an di kampus lebih berat daripada masa sekolah. Jika ketika sekolah, plonco yang didapat hanya berupa verbal (makian dari senior). Sedangkan di kampus, selain dimaki-maki senior, hukumannya juga sudah mengarah ke fisik. Eh, maksudku bukan dipukuli, tapi kami hampir setiap kali disuruh untuk push-up. Bagi orang-orang sepertiku yang malas olah raga, hukuman push-up sangat melelahkan. Ditambah lagi, penyebab hukumannya sangat mengada-ada.

Contoh, ketika kami Ospek. Ada satu orang yang tidak menggunakan ikat pinggang, seharusnya dia sendiri yang dihukum. Lha, ini tidak.
"Kalian ini Teknik, kalian harus kompak! Kita adalah satu! Semuanya, turun! Ambil posisi push-up!"

Selesai push-up, lanjut orang kedua. Kesalahannya adalah potongan rambut yang kurang pendek, tidak sampai 1cm, tidak sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Satu angkatan kembali push-up.

Setelah selesai, lagi-lagi masih ada yang harus dihukum. Sebabnya, dia tidak membawa buku yang seharusnya dibawa. Satu angkatan untuk kesekian kalinya kembali mengambil posisi push-up.
 
GITU AJA TEROOS PUSH-UP SAMPE KIAMAT!
 
Yaa, makna Kita adalah Satu, berarti... Jika ada satu orang yang melakukan kesalahan, semua orang juga dianggap salah. Kenapa begitu? Karena kesalahan kami tidak mengingatkan teman yang salah!
Sungguh definisi yang goblok!

Cerita masih berlanjut.
Ospek telah selesai, namun penderitaan ternyata belum usai. Setiap senin siang, kami masih harus diminta untuk berkumpul bersama senior untuk diplonco  lebih mengakrabkan diri. Agendanya terkadang sharing dari senior, dan segala macam. Tidak lupa, doktrin Kita adalah Satu masih tetap ada. Jadi, setiap senin kami pasti berolah raga.

Suatu saat, aku sangat lelah. Saat itu ada tugas praktikum yang harus aku selesaikan, namun bersamaan dengan jadwal berkumpul satu angkatan dengan para senior. Aku hendak kabur dari jadwal kumpul hari itu, namun tetap izin ke senior.

"Bang, izin ya tidak hadir hari ini. Aku mau pulang, ada hal penting yang mau dikerjakan." Kataku ke senior, aku agak takut awalnya. Takut-takut tidak diizinkan.

"Oh, yaa. Silahkan. Hati-hati di jalan, yaa!" Kata seniorku dengan ramah. Tak disangka, ternyata aku diizinkan.
 
Bukannya langsung pulang ke rumah, aku malah menuju Perpustakaan untuk mengerjakan tugas kuliah. Menurutku, Perpustakaan lebih nyaman daripada rumah. Aku sedikit merasa bersalah telah 'menipu' seniorku. Tapi, menurutku tidak masalah sesekali. Toh, mereka para senior setiap saat 'menipu' kami.

Kemudian, aku telah mengambil posisi yang nyaman di Perpustakaan, mencari meja yang persis di bawah AC, sejuk sekali saat itu. Padahal di luar sedang panas-panasnya. Saat itu tahun 2015, sedang ada kebakaran hutan di Sumatera. Kabut asap dimana-mana.
Apablia sore hari tiba, adzan Ashar telah berkumandang. Aku bergegas menuju Mushalla Fakultas Teknik. Di sana, ada juga teman-teman yang shalat, juga termasuk senior.
 
Selesai shalat, senior menyapaku, "Doo, kenapa masih di sini? Katanya mau pulang ke rumah?"

"Eh, iya, bang. Bentar lagi. Tadi masih ada urusan, ini setelah shalat baru mau pulang."
"Oh yaa, hati-hati!" Kata seniorku, sambil tersenyum mencurigakan.
"Assalamu'alaykum, bang!"
"Wa'alaykumuusalam!"

Esok hari, ketika di kampus. Aku merasa ada yang aneh dari teman-temanku. Tidak seperti biasa. Sikap mereka menjadi berubah, nampaknya sangat kesal kepadaku. Aku tidak tahu kenapa. Karena pada dasarnya aku adalah orang yang apatis, aku tidak peduli akan hal itu.
Akhirnya, hari Senin kembali tiba. Kumpul angkatan bersama senior kembali terjadi. Aku dan teman lain sudah berada di kelas.

"Mana abang senior yang biasa hadir? Kok tidak ada?" Tanyaku kepada teman di sebelah.

"Mereka tidak akan hadir. Kita ada agenda khusus hari ini, kamu tunggu saja. Jangan kemana-mana!" Kata temanku, cara bicaranya nampak kesal. Aku heran, sudah satu pekan kenapa masih banyak orang yang seperti itu kepadaku.

"Jadi temen-temen semua, kita hari ini berkumpul untuk membahas kelanjutan kegiatan pekan kemarin." Kata ketua angkatan yang sedang berdiri di depan kelas.

"Eh, emang kemarin ada kegiatan apa? Aku kan tidak hadir." Aku kembali bertanya kepada teman yang duduk di sebelahku.

"Udah, Doo. Diem! Dengerin dulu ketua angkatan kita bicara!" Teman di sebelahku kembali menjawab dengan kesal.

"Oke, deh. Maap."

"Dodoo, kamu bisa tolong maju ke depan sini, ndak. Tenang saja, aku tidak bakal marah kok." Kata ketua angkatan. Semua mata langsung tertuju kepadaku.
 
"Eh, iya." Aku merasa ada yang tidak beres.
 
"Aku sekarang mau tanya, kenapa pekan lalu kamu tidak hadir ke sini?" Ketua angkatan bertanya kepadaku di depan teman-teman satu angkatan.
 
"Jawab, Doo cepetan wooy!" Seorang teman yang sedang duduk nyeletuk.
 "Iyaa, wooy! Jawab cepetan!" Celetukan dari teman yang lain lagi.

"Udah, sabar temen-temen." Kata ketua angkatan menenangkan.
 
Fixed! Memang ada yang tidak beres. Namun, aku masih belum menemukan dimana letak kesalahanku.
Aku menjelaskan kepada teman-teman, "Pekan kemarin aku udah izin ke abang senior. Aku bilang mau pulang ke rumah karena ada hal penting yang mau dikerjakan."

"Tapi, kata senior, kamu shalat Ashar di Mushallah Teknik. Katanya kamu mau pulang, kenapa masih ada di kampus?" Salah seorang yang duduk di kursi bertanya dengan mata menyala-nyala.

"Iyaa, rencananya aku memang mau langsung pulang. Tapi saat itu aku putuskan untuk buat tugas di Perpustakaan dulu."

"Tega kamu, Doo! Kamu membohongi senior. Gara-gara kamu, kami semua dihukum. Tahu gak kamu, hah!?" Seorang perempuan berkata dengan suara lantang, sambil menangis terisak.

"Eh, tunggu. Aku tidak berbohong. Beneran, aku bilang aku mau pulang. Diksi mau di situ, bukan berarti langsung dilakukan. Bisa aja bilang mau pulang-nya di siang hari, ternyata aku pulangnya sore. Aku tidak berbohong." Aku mengklarifikasi. Satu angkatan melongo mendengar penjelasanku.
 
"Tapi, tetep aja Doo! Karena kau, para senior kemarin marah sejadi-jadinya. Dan kami menjadi pelampiasan. Hukuman kemarin dua kali lipat daripada biasanya. Capek sekali badanku ini, malam harinya masih harus buat tugas praktikum!" Teman yang lain ikut menyuarakan pendapat, ia juga nampaknya kesal.
 
Lagi-lagi, ketua angkatan menjadi penengah, "Udah, gini aja. Siapa yang punya uneg-uneg sama Dodoo silahkan sampaikan di sini. Kita ini adalah saudara, setidaknnya sampai empat tahun ke depan. Jadi, kita harus tetap rukun. Ayoo silahkan sampaikan sekarang, jangan malah nanti jadi ghibah di belakang." Temanku ini, memang bijak. Cocok menjadi ketua angkatan.
 
Kemudian, ada sekitar enam orang yang mengeluarkan kekesalannya kepadaku. Aku diam saja, terima dengan lapang dada. Setelah itu aku meminta maaf kepada seluruhnya. Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatan aneh lagi.
 
Setelah drama permintaan maaf usai, adzan Ashar berkumandang. Kami shalat. Setelah itu, kembali lagi ke kelas. Kini, para senior hadir di kelas tempat kami berkumpul, suasana masih hening. Raut-raut muka kesal masih nampak dari wajah mereka, padahal baru saja selesai shalat. Nampaknya, mereka benar-benar dendam.
 
"Dodoo, sini maju ke depan!" Kata seorang senior dengan intonasi yang mengerikan.
 
"Gimana, masalah dengan teman satu angkatanmu sudah selesai?" Katanya, ketika aku sudah berada di depan kelas.

"Masalahmu dengan teman satu angkatan memang sudah selesai. Tapi dengan kami belum selesai. Kau tau, heh!" Kata seorang senior sambil berteriak. Kelas masih hening.
 
"Hari ini, kami tidak akan marah-marah. Udah capek melihatmu, kasihan juga dengan teman-teman yang lain." Kata senior yang lain.
 
"Iya, bang." Kataku, sambil menatap ke lantai.

"Gini, kita sekarang bicara baik-baik aja. Kenapa kamu membohongi kami, bilang mau pulang ke rumah. Nyatanya, shalat Ashar kita bertemu di mushallah Teknik, kamu belum pulang. Kalau memang mau bohong, janganlah shalat di Teknik, kamu bisa shalat di Mushallah fakultas lain. Kampus kita punya sepuluh fakultas!"

"Aku tidak berbohong, bang. Kan aku bilang mau pulang, kan bisa aja mau pulang itu nanti sore, bisa saja besok, atau malah bulan depan hingga tahun depan. Kenapa aku melakukan itu? Sejujurnya aku lelah, bang. Aku mau buat tugas."
 
"Tapi, yang punya tugas tidak hanya kamu, kami juga punya tugas. Temen-temenmu yang lain juga punya tugas. Lihat nih, si Nur. Kamu buat tugasnya di sini,  kan. Sambil mendengarkan materi dari kami?" Si senior melirik ke Nur.
 
"Iya, bang. Betul. Aku sambil membuat tugas di sini." Nur mengamini ucapan si senior.

"Tapi, aku masih tidak terima jika dibilang berbohong. Aku tidak berbohong, bang!" Aku masih menyanggah.

"Kenapa bisa gitu? Kamu jelas-jelas membohongi kami!"

"Jadi, alasan aku begitu karena ingat salah satu kisah nabi Muhammad. Cerita ini aku dengar ketika di sekolah dulu, dari guruku. Suatu saat, ada seseorang yang dikejar-kejar oleh Yahudi untuk dibunuh. Kemudian orang itu melewati Nabi dan berkata, "Wahai Nabi, tolong selamatkan aku. Aku sedang dikejar Yahudi dan hendak dibunuhnya." Orang itu melanjutkan pelariannya. Kemudian, tak lama berselang, si Yahudi yang hendak membunuh orang sebelumnya juga melewati Nabi. "Wahai Nabi, apakah kamu ada melihat orang yang melarikan diri ke sini? Aku hendak membunuhnya!" Apa kata Nabi? Beliau kemudian berdiri dan berkata, "Selama aku berdiri di sini, aku tidak melihat seorang pun lewat!" Yaa, nabi telah menyelamatkan orang yang hendak dibunuh, dan Beliau tidak berbohong. Karena beliau menggunakan diksi selama aku berdiri, faktanya memang beliau baru berdiri dari duduknya dan tidak melihat orang lewat. Jadi, aku menirunya dalam permainan kata-kata. Kata guruku, kita tetap harus jadi orang jujur, namun jangan jadi orang polos. Begitu bang alasanku."

Seisi ruangan hening, teman-temanku kembali melongo, termasuk senior. Nampaknya  mereka tidak percaya dengan jawaban 'brilian' yang baru saja aku sampaikan.

***

Pertemuan sore itu usai. Pekan depan kumpul angkatan kembali dilakukan bersama senior. Namun ada yang berbeda. Hukuman push-up mulai berkurang, malah cenderung tidak ada di pekan-pekan selanjutnya. Kumpul angkatan hanya terjadi di semester pertama. Semester kedua kami benar-benar merdeka. Namun sesungguhnya, masa-masa yang cukup aku rindukan bersama teman-teman adalah masa di semester pertama.

Bagaimana dengan senior-senior tadi? Aku menjadi dekat dengan mereka, aku beberapa kali bergabung dalam organisasi yang sama. Kami terus akrab hingga hari ini. Kini, mereka ada yang sudah di Benua Eropa melanjutkan studi pasca sarjana, di negara tempat belajar Presiden Indonesia ketiga. Ada pula yang di Tanah Papua, bekerja di perusahaan pertambangan logam mulia. Senior yang lain, kini menjadi staf wakil rakyat dari partai Gerin*dra.

Akhir kata, maafkan aku teman-temanku dan para seniorku. Telah membuat kalian pusing, lima tahun lalu. Huhuhuu..
Harapanku, semoga perploncoan segera hilang!


Foto ketika satu angkatan dikumpulkan oleh para senior
Pekan ini.
Di komunitas blogger kampus yang aku ikuti; Blogsri Uhuy! memiliki tema kepenulisan. Setiap bulan kami memiliki tema khusus.
Tema kali ini adalah.. Nikah.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Jleb!

Pekan lalu.
Di komunitas belajar speaking bahasa Inggris yang aku buat; kami biasa bercakap-cakap melalui voice call atau video call dengan suatu topik yang ditentukan. Biasanya kami melakukannya tiga kali dalam sepekan.
Tema kali itu adalah.. How your wedding party dream is.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Jleb!

Bagaimana ceritanya?
Mari disimak.
Cekidot!

***

Sejak pertengahan Maret, ibadah pernikahan di negara kita tercinta menjadi sedikit berbeza. Ibadah pernikahan hanya boleh dilakukan di KUA. Boleh juga jika mau dilaksanakan di rumah, namun tamu yang diundang hanya sedikit. Hanya keluarga saja. Dan jangan lupa, resepsi (pesta) pernikahan juga tidak boleh dilakukan.
Maka, pernikahan di kala pandemi, hanya boleh ada acara akad nikah saja.

Ini terjadi di keluargaku, salah satu sepupuku menikah.
Acaranya? Yaa, hanya akad saja. Tidak boleh ada resepsi seperti yang telah aku sampaikan.
Tetangga kanan-kiri juga tidak diundang. Hanya keluarga dekat (Pakdhe, Budhe dan anak-anaknya saja) yang menghadiri acara itu.

     Baca juga;
  • Lebarannya Orang Ansos
  • Kunci Motor
  • Pembatasan Sosial, Aku dan Kamu. Sebuah Auto Kritik?

Mamak sempat berceloteh kepadaku, "Kasihan ya, mbakmu itu. Acara pernikahannya hanya boleh akad saja. Tidak ada resepsi."

Aku tidak sepenuhnya sepakat dengan apa yang belio sampaikan. Kenapa?

Rombongan Keluarga Besan; Akad nikah sepupuku

Ingatanku kembali terbang ke dua tahun yang lalu.
Gawai bergetar, tanda ada notifikasi pesan dari salah satu aplikasi penyedia chat; WhatsApp. Di salah satu grup, tersebar cerita mengenai pernikahan sepasang anak manusia di Surabaya yang berbiaya cukup hemat.

Pertama, mereka tidak mencetak undangan di kertas. Undangan hanya dikirimkan melalui WhatsApp dengan format .pdf dan para tamu undangan harus mengirim konfirmasi kehadiran melalui Google Form. Hal ini mungkin untuk mendata dan memerkirakan akan ada berapa tamu yang hadir, dan memudahkan panitia konsumsi.
Jika akan ada seribu tamu yang diundang, dengan asumsi satu undangan cetak seharga Rp 5.000. Maka mereka sudah menghemat lima juta rupiah untuk biaya cetak undangan (Rp 5.000 × 1.000 orang = Rp 5.000.000,00) .
Undangan via WhatsApp gratis dan simpel. Hanya bermodal kuota internet saja. Hahaha.
Hal unik lain dalam undangan tersebut, tertulis pula rundown acara lengkap dengan waktunya.
Acara dimulai sejak pukul tujuh pagi.

Kedua, acara mereka dilakukan di masjid. Akad sekalian resepsi. Artinya, mereka menghemat biaya untuk sewa gedung, atau kursi dan tenda, hingga sound system untuk orgen tunggal yang katanya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Keuntungan lain adalah, karena dilakukan di masjid, tamu laki-laki dan perempuan tempatnya dipisah. Para tamu juga diimbau sekalian melaksanan shalat Dhuha terlebih dahulu, dan pasti tidak akan ada orgen tunggal!

Acara pernikahan mereka yang diadakan di Masjid. Sumber pwmu.co


Ketiga, karena acara dilakukan pagi. Maka konsumsi yang disajikan untuk tamu adalah berupa makanan khas sarapan. Biaya konsumsi untuk satu orang ditaksir hanya sekitar lima belas ribu rupiah. Bayangkan jika konsumsi menggunakan jasa catering untuk makan siang, biaya ditaksir mencapai lima puluh ribu rupiah untuk satu orang. Lagi-lagi, berapa banyak uang yang sudah mereka hemat. Aku berani menaksir total biaya yang telah dihemat bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Makanan ketika acara pernikahan mereka. Sumber pwmu.co

Keempat, mereka tidak menyediakan 'kotak sumbangan'. Jadi, di undangan mereka telah mengatakan kepada tamu untuk tidak membawa hadiah ataupun amplop.
Jadi, jika kamu berfikir mereka pelit. Aku rasa, tidak. Toh mereka menolak hadiah, dan ayah dari membelai mempelai wanita adalah pengusaha terkenal di Indonesia. Pak Iman Supriyono. Selain menjadi seorang pengusaha, beliau juga merupakan penulis buku tentang bisnis. Banyak buku maupun artikel bisnis yang telah beliau telurkan.

Di kemudian hari, ternyata aku bertemu dengan Pak Iman Supriyono dalam suatu acara sharing mengenai bisnis di Palembang. Saat itu aku tidak sadar bahwa beliau adalah orang di balik cerita yang viral di WhatsApp dua tahun lalu.
Ini adalah foto peserta dengan Pak Iman. Aku meng-uploadnya di instagram.

Bersama Pak Iman


Dan ternyata, ada orang lain yang menuliskan ulang cerita Pernikahan putrinya Pak Iman di blog ini. Juga diberitakan pula oleh website pwmu.co.

Aku telah membaca tulisan itu dengan saksama dan tempo yang tidak sesingkat-singkatnya.

Setelah itu, aku mengambil inisiatif. Aku mengirimkan link tulisan tersebut ke beberapa teman perempuan yang menjadi incaran untuk aku jadikan bojo.
Jika kamu salah satu orang yang aku kirim link tersebut, berarti kamu adalah orang yang beruntung. Wkwk.
Eh, ngga ding. Bercanda!

Banyak dari mereka - para teman perempuanku - yang tidak sepakat dengan konsep pernikahan seperti itu.
Salah seorang dari mereka berkata seperti ini, sebut saja namanya si dia.

"Aku kasih tulisan ini ke Ummiku, kak. Kata Ummi, mereka pelit sekali karena konsep pernikahan seperti itu. Padahal kan pernikahan itu sekali seumur hidup. Harusnya acaranya lebih meriah."

Si dia memanggilku kak karena aku adalah kakak tingkatnya di kampus. Btw, gawaiku barusan berdering. Si dia baru saja mengirim pesan singkat di WhatsApp. Hampir saja aku menulis nama aslinya di sini, wkwkwk.
Apakah ini sebuah pertanda? #Eaa

Oke, lanjut. Bagaimana korelasinya?
As you know, di cerita sebelumnya aku adalah orang yang cenderung anti sosial alias Ansos. Atau mungkin juga introvert (?).
Sulit bagiku untuk bertemu banyak orang, aku sudah membayangkan di hari pernikahanku nanti aku akan bersalaman dengan banyak orang tidak aku kenal selama berjam-jam.
Waah, aku akan sangat tidak nyaman dengan kondisi seperti itu. Sungguh.

Kemudian, kalau kamu memang mengenalku sejak lama, aku adalah orang yang cukup hemat (pelit) dalam urusan uang. Apalagi urusan resepsi pernikahan yang memakan biaya besar seperti ini. Aku akan merancang biaya yang sangat super hemat untuk acara seperti ini.
Pasca akad nikah, akan ada anak orang yang harus aku kasih makan setiap hari.
Dan itu butuh uang, wkkwkw.

Maka, aku sangat mengimpikan konsep pernikahan seperti anaknya Pak Iman tadi. Dari keempat konsep, tiga konsep akan aku terapkan. Kecuali konsep keempat.
Aku masih tetap akan senang hati menerima hadiah dan amplop dari kalian, kawan!
Hahaha.

Jika hari biasa, tidak ada musibah pandemi seperti ini. Aku akan melakukan pernikahan dengan cara minimalis. Tidak mengundang tetangga, hanya keluarga dekat.
Akan banyak bisik-bisik tetangga, tuduhan yang bukan-bukan seperti....

"Pasti itu hamil duluan"

Haha.

Aku rasa, konsep pernikahan seperti putrinya Pak Iman. Jika diterapkan di lingkunganku, hanya akan cocok dilaksanakan pada suasana pandemi Covid-19 seperti ini. Malahan, memang harus dilakukan seperti ini.
Kalau kamu mau "foya-foya" pesta seperti biasa. Hal ini tidak akan bisa, dilarang pemerintah.

Dan mungkin, jika besok aku datang ke rumah si dia dan menemui Ummi.
Aku yakin. Ummi pasti menyetujui konsep pernikahan sederhana yang aku bawa.
Hahaha.

Selamat menempuh hidup baru, sepupuku!
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Kang Mas Joe adalah seorang yang berpengalaman dalam pahit dan getirnya kehidupan, walaupun nyatanya tidak terlalu pahit. Mencoba berbagi tulisan melalui blog, semoga ada hikmah yang bisa diambil. Apabila ada kritik, saran, nasihat dan mau kerjasama. Silahkan DM melalui Instagram dan Twitter @KanggMas_Joe. Terimakasih!

POPULAR POSTS

  • Pencitraan Jilid Dua; Buku yang Aku Baca di Tahun 2020
      Beberapa hari ke belakang, rumahku sedang direnovasi. Maka buku-buku yang ada di rumah sedang tidak ada di rak buku seperti biasa. Begini ...
  • Masjid Cheng Hoo
    Masjid Muhammad Cheng Hoo, adalah salah satu masjid yang cukup terkenal di Palembang. Sering dijadikan sebagai tempat wisata religi. Menurut...
  • Balonku Ada Lima
    Jangan terkejut, ini bukan jimat, mantra, doa atau sebagainya!  Untuk kamu yang sudah jago membaca Al-Quran sejak kecil, aku yakin kamu past...
  • Menjadi Pacar Sewaan
    Hari ini adalah hari Ahad, pukul sepuluh pagi. Aku sedang duduk bersantai di rumah, sedang menatap layar laptop untuk melakukan blog walking...
  • 3 Bloggers yang Rajin BW
    Seperti biasa, di setiap penghujung bulan, Mbak Eno yang baik hatinya kembali membuat challange. Ini adalah event ketiga dari challange- nya...

Categories

  • Bisnis
  • Cerita
  • Opini
  • Perjalanan
  • Pernikahan
  • Sajak
  • Tutorial

Copyright © 2021 Kangg Mas Joe. Created by OddThemes