Pekan ini.
Di komunitas blogger kampus yang aku ikuti; Blogsri Uhuy! memiliki tema kepenulisan. Setiap bulan kami memiliki tema khusus.
Tema kali ini adalah.. Nikah.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Jleb!
Pekan lalu.
Di komunitas belajar speaking bahasa Inggris yang aku buat; kami biasa bercakap-cakap melalui voice call atau video call dengan suatu topik yang ditentukan. Biasanya kami melakukannya tiga kali dalam sepekan.
Tema kali itu adalah.. How your wedding party dream is.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Di komunitas blogger kampus yang aku ikuti; Blogsri Uhuy! memiliki tema kepenulisan. Setiap bulan kami memiliki tema khusus.
Tema kali ini adalah.. Nikah.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Jleb!
Pekan lalu.
Di komunitas belajar speaking bahasa Inggris yang aku buat; kami biasa bercakap-cakap melalui voice call atau video call dengan suatu topik yang ditentukan. Biasanya kami melakukannya tiga kali dalam sepekan.
Tema kali itu adalah.. How your wedding party dream is.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Jleb!
Bagaimana ceritanya?
Mari disimak.
Cekidot!
***
Sejak pertengahan Maret, ibadah pernikahan di negara kita tercinta menjadi sedikit berbeza. Ibadah pernikahan hanya boleh dilakukan di KUA. Boleh juga jika mau dilaksanakan di rumah, namun tamu yang diundang hanya sedikit. Hanya keluarga saja. Dan jangan lupa, resepsi (pesta) pernikahan juga tidak boleh dilakukan.
Bagaimana ceritanya?
Mari disimak.
Cekidot!
***
Sejak pertengahan Maret, ibadah pernikahan di negara kita tercinta menjadi sedikit berbeza. Ibadah pernikahan hanya boleh dilakukan di KUA. Boleh juga jika mau dilaksanakan di rumah, namun tamu yang diundang hanya sedikit. Hanya keluarga saja. Dan jangan lupa, resepsi (pesta) pernikahan juga tidak boleh dilakukan.
Maka, pernikahan di kala pandemi, hanya boleh ada acara akad nikah saja.
Ini terjadi di keluargaku, salah satu sepupuku menikah.
Acaranya? Yaa, hanya akad saja. Tidak boleh ada resepsi seperti yang telah aku sampaikan.
Tetangga kanan-kiri juga tidak diundang. Hanya keluarga dekat (Pakdhe, Budhe dan anak-anaknya saja) yang menghadiri acara itu.
Baca juga;
Mamak sempat berceloteh kepadaku, "Kasihan ya, mbakmu itu. Acara pernikahannya hanya boleh akad saja. Tidak ada resepsi."
Aku tidak sepenuhnya sepakat dengan apa yang belio sampaikan. Kenapa?
Ingatanku kembali terbang ke dua tahun yang lalu.
Gawai bergetar, tanda ada notifikasi pesan dari salah satu aplikasi penyedia chat; WhatsApp. Di salah satu grup, tersebar cerita mengenai pernikahan sepasang anak manusia di Surabaya yang berbiaya cukup hemat.
Pertama, mereka tidak mencetak undangan di kertas. Undangan hanya dikirimkan melalui WhatsApp dengan format .pdf dan para tamu undangan harus mengirim konfirmasi kehadiran melalui Google Form. Hal ini mungkin untuk mendata dan memerkirakan akan ada berapa tamu yang hadir, dan memudahkan panitia konsumsi.
Jika akan ada seribu tamu yang diundang, dengan asumsi satu undangan cetak seharga Rp 5.000. Maka mereka sudah menghemat lima juta rupiah untuk biaya cetak undangan (Rp 5.000 × 1.000 orang = Rp 5.000.000,00) .
Undangan via WhatsApp gratis dan simpel. Hanya bermodal kuota internet saja. Hahaha.
Hal unik lain dalam undangan tersebut, tertulis pula rundown acara lengkap dengan waktunya.
Acara dimulai sejak pukul tujuh pagi.
Kedua, acara mereka dilakukan di masjid. Akad sekalian resepsi. Artinya, mereka menghemat biaya untuk sewa gedung, atau kursi dan tenda, hingga sound system untuk orgen tunggal yang katanya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Keuntungan lain adalah, karena dilakukan di masjid, tamu laki-laki dan perempuan tempatnya dipisah. Para tamu juga diimbau sekalian melaksanan shalat Dhuha terlebih dahulu, dan pasti tidak akan ada orgen tunggal!
Ketiga, karena acara dilakukan pagi. Maka konsumsi yang disajikan untuk tamu adalah berupa makanan khas sarapan. Biaya konsumsi untuk satu orang ditaksir hanya sekitar lima belas ribu rupiah. Bayangkan jika konsumsi menggunakan jasa catering untuk makan siang, biaya ditaksir mencapai lima puluh ribu rupiah untuk satu orang. Lagi-lagi, berapa banyak uang yang sudah mereka hemat. Aku berani menaksir total biaya yang telah dihemat bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Keempat, mereka tidak menyediakan 'kotak sumbangan'. Jadi, di undangan mereka telah mengatakan kepada tamu untuk tidak membawa hadiah ataupun amplop.
Jadi, jika kamu berfikir mereka pelit. Aku rasa, tidak. Toh mereka menolak hadiah, dan ayah darimembelai mempelai wanita adalah pengusaha terkenal di Indonesia. Pak Iman Supriyono. Selain menjadi seorang pengusaha, beliau juga merupakan penulis buku tentang bisnis. Banyak buku maupun artikel bisnis yang telah beliau telurkan.
Di kemudian hari, ternyata aku bertemu dengan Pak Iman Supriyono dalam suatu acara sharing mengenai bisnis di Palembang. Saat itu aku tidak sadar bahwa beliau adalah orang di balik cerita yang viral di WhatsApp dua tahun lalu.
Ini adalah foto peserta dengan Pak Iman. Aku meng-uploadnya di instagram.
Dan ternyata, ada orang lain yang menuliskan ulang cerita Pernikahan putrinya Pak Iman di blog ini. Juga diberitakan pula oleh website pwmu.co.
Aku telah membaca tulisan itu dengan saksama dan tempo yang tidak sesingkat-singkatnya.
Setelah itu, aku mengambil inisiatif. Aku mengirimkan link tulisan tersebut ke beberapa teman perempuanyang menjadi incaran untuk aku jadikan bojo.
Jika kamu salah satu orang yang aku kirim link tersebut, berarti kamu adalah orang yang beruntung. Wkwk.
Eh, ngga ding. Bercanda!
Banyak dari mereka - para teman perempuanku - yang tidak sepakat dengan konsep pernikahan seperti itu.
Salah seorang dari mereka berkata seperti ini, sebut saja namanya si dia.
"Aku kasih tulisan ini ke Ummiku, kak. Kata Ummi, mereka pelit sekali karena konsep pernikahan seperti itu. Padahal kan pernikahan itu sekali seumur hidup. Harusnya acaranya lebih meriah."
Si dia memanggilku kak karena aku adalah kakak tingkatnya di kampus. Btw, gawaiku barusan berdering. Si dia baru saja mengirim pesan singkat di WhatsApp. Hampir saja aku menulis nama aslinya di sini, wkwkwk.
Apakah ini sebuah pertanda? #Eaa
Oke, lanjut. Bagaimana korelasinya?
As you know, di cerita sebelumnya aku adalah orang yang cenderung anti sosial alias Ansos. Atau mungkin juga introvert (?).
Sulit bagiku untuk bertemu banyak orang, aku sudah membayangkan di hari pernikahanku nanti aku akan bersalaman dengan banyak orang tidak aku kenal selama berjam-jam.
Waah, aku akan sangat tidak nyaman dengan kondisi seperti itu. Sungguh.
Kemudian, kalau kamu memang mengenalku sejak lama, aku adalah orang yang cukup hemat (pelit) dalam urusan uang. Apalagi urusan resepsi pernikahan yang memakan biaya besar seperti ini. Aku akan merancang biaya yang sangat super hemat untuk acara seperti ini.
Pasca akad nikah, akan ada anak orang yang harus aku kasih makan setiap hari.
Dan itu butuh uang, wkkwkw.
Maka, aku sangat mengimpikan konsep pernikahan seperti anaknya Pak Iman tadi. Dari keempat konsep, tiga konsep akan aku terapkan. Kecuali konsep keempat.
Aku masih tetap akan senang hati menerima hadiah dan amplop dari kalian, kawan!
Hahaha.
Jika hari biasa, tidak ada musibah pandemi seperti ini. Aku akan melakukan pernikahan dengan cara minimalis. Tidak mengundang tetangga, hanya keluarga dekat.
Akan banyak bisik-bisik tetangga, tuduhan yang bukan-bukan seperti....
"Pasti itu hamil duluan"
Haha.
Aku rasa, konsep pernikahan seperti putrinya Pak Iman. Jika diterapkan di lingkunganku, hanya akan cocok dilaksanakan pada suasana pandemi Covid-19 seperti ini. Malahan, memang harus dilakukan seperti ini.
Kalau kamu mau "foya-foya" pesta seperti biasa. Hal ini tidak akan bisa, dilarang pemerintah.
Dan mungkin, jika besok aku datang ke rumah si dia dan menemui Ummi.
Aku yakin. Ummi pasti menyetujui konsep pernikahan sederhana yang aku bawa.
Hahaha.
Ini terjadi di keluargaku, salah satu sepupuku menikah.
Acaranya? Yaa, hanya akad saja. Tidak boleh ada resepsi seperti yang telah aku sampaikan.
Tetangga kanan-kiri juga tidak diundang. Hanya keluarga dekat (Pakdhe, Budhe dan anak-anaknya saja) yang menghadiri acara itu.
Baca juga;
Mamak sempat berceloteh kepadaku, "Kasihan ya, mbakmu itu. Acara pernikahannya hanya boleh akad saja. Tidak ada resepsi."
Aku tidak sepenuhnya sepakat dengan apa yang belio sampaikan. Kenapa?
Rombongan Keluarga Besan; Akad nikah sepupuku |
Ingatanku kembali terbang ke dua tahun yang lalu.
Gawai bergetar, tanda ada notifikasi pesan dari salah satu aplikasi penyedia chat; WhatsApp. Di salah satu grup, tersebar cerita mengenai pernikahan sepasang anak manusia di Surabaya yang berbiaya cukup hemat.
Pertama, mereka tidak mencetak undangan di kertas. Undangan hanya dikirimkan melalui WhatsApp dengan format .pdf dan para tamu undangan harus mengirim konfirmasi kehadiran melalui Google Form. Hal ini mungkin untuk mendata dan memerkirakan akan ada berapa tamu yang hadir, dan memudahkan panitia konsumsi.
Jika akan ada seribu tamu yang diundang, dengan asumsi satu undangan cetak seharga Rp 5.000. Maka mereka sudah menghemat lima juta rupiah untuk biaya cetak undangan (Rp 5.000 × 1.000 orang = Rp 5.000.000,00) .
Undangan via WhatsApp gratis dan simpel. Hanya bermodal kuota internet saja. Hahaha.
Hal unik lain dalam undangan tersebut, tertulis pula rundown acara lengkap dengan waktunya.
Acara dimulai sejak pukul tujuh pagi.
Kedua, acara mereka dilakukan di masjid. Akad sekalian resepsi. Artinya, mereka menghemat biaya untuk sewa gedung, atau kursi dan tenda, hingga sound system untuk orgen tunggal yang katanya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Keuntungan lain adalah, karena dilakukan di masjid, tamu laki-laki dan perempuan tempatnya dipisah. Para tamu juga diimbau sekalian melaksanan shalat Dhuha terlebih dahulu, dan pasti tidak akan ada orgen tunggal!
Acara pernikahan mereka yang diadakan di Masjid. Sumber pwmu.co |
Ketiga, karena acara dilakukan pagi. Maka konsumsi yang disajikan untuk tamu adalah berupa makanan khas sarapan. Biaya konsumsi untuk satu orang ditaksir hanya sekitar lima belas ribu rupiah. Bayangkan jika konsumsi menggunakan jasa catering untuk makan siang, biaya ditaksir mencapai lima puluh ribu rupiah untuk satu orang. Lagi-lagi, berapa banyak uang yang sudah mereka hemat. Aku berani menaksir total biaya yang telah dihemat bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Makanan ketika acara pernikahan mereka. Sumber pwmu.co |
Keempat, mereka tidak menyediakan 'kotak sumbangan'. Jadi, di undangan mereka telah mengatakan kepada tamu untuk tidak membawa hadiah ataupun amplop.
Jadi, jika kamu berfikir mereka pelit. Aku rasa, tidak. Toh mereka menolak hadiah, dan ayah dari
Di kemudian hari, ternyata aku bertemu dengan Pak Iman Supriyono dalam suatu acara sharing mengenai bisnis di Palembang. Saat itu aku tidak sadar bahwa beliau adalah orang di balik cerita yang viral di WhatsApp dua tahun lalu.
Ini adalah foto peserta dengan Pak Iman. Aku meng-uploadnya di instagram.
Bersama Pak Iman |
Dan ternyata, ada orang lain yang menuliskan ulang cerita Pernikahan putrinya Pak Iman di blog ini. Juga diberitakan pula oleh website pwmu.co.
Aku telah membaca tulisan itu dengan saksama dan tempo yang tidak sesingkat-singkatnya.
Setelah itu, aku mengambil inisiatif. Aku mengirimkan link tulisan tersebut ke beberapa teman perempuan
Eh, ngga ding. Bercanda!
Banyak dari mereka - para teman perempuanku - yang tidak sepakat dengan konsep pernikahan seperti itu.
Salah seorang dari mereka berkata seperti ini, sebut saja namanya si dia.
"Aku kasih tulisan ini ke Ummiku, kak. Kata Ummi, mereka pelit sekali karena konsep pernikahan seperti itu. Padahal kan pernikahan itu sekali seumur hidup. Harusnya acaranya lebih meriah."
Si dia memanggilku kak karena aku adalah kakak tingkatnya di kampus. Btw, gawaiku barusan berdering. Si dia baru saja mengirim pesan singkat di WhatsApp. Hampir saja aku menulis nama aslinya di sini, wkwkwk.
Apakah ini sebuah pertanda? #Eaa
Oke, lanjut. Bagaimana korelasinya?
As you know, di cerita sebelumnya aku adalah orang yang cenderung anti sosial alias Ansos. Atau mungkin juga introvert (?).
Sulit bagiku untuk bertemu banyak orang, aku sudah membayangkan di hari pernikahanku nanti aku akan bersalaman dengan banyak orang tidak aku kenal selama berjam-jam.
Waah, aku akan sangat tidak nyaman dengan kondisi seperti itu. Sungguh.
Kemudian, kalau kamu memang mengenalku sejak lama, aku adalah orang yang cukup hemat (pelit) dalam urusan uang. Apalagi urusan resepsi pernikahan yang memakan biaya besar seperti ini. Aku akan merancang biaya yang sangat super hemat untuk acara seperti ini.
Pasca akad nikah, akan ada anak orang yang harus aku kasih makan setiap hari.
Dan itu butuh uang, wkkwkw.
Maka, aku sangat mengimpikan konsep pernikahan seperti anaknya Pak Iman tadi. Dari keempat konsep, tiga konsep akan aku terapkan. Kecuali konsep keempat.
Aku masih tetap akan senang hati menerima hadiah dan amplop dari kalian, kawan!
Hahaha.
Jika hari biasa, tidak ada musibah pandemi seperti ini. Aku akan melakukan pernikahan dengan cara minimalis. Tidak mengundang tetangga, hanya keluarga dekat.
Akan banyak bisik-bisik tetangga, tuduhan yang bukan-bukan seperti....
"Pasti itu hamil duluan"
Haha.
Aku rasa, konsep pernikahan seperti putrinya Pak Iman. Jika diterapkan di lingkunganku, hanya akan cocok dilaksanakan pada suasana pandemi Covid-19 seperti ini. Malahan, memang harus dilakukan seperti ini.
Kalau kamu mau "foya-foya" pesta seperti biasa. Hal ini tidak akan bisa, dilarang pemerintah.
Dan mungkin, jika besok aku datang ke rumah si dia dan menemui Ummi.
Aku yakin. Ummi pasti menyetujui konsep pernikahan sederhana yang aku bawa.
Hahaha.
Selamat menempuh hidup baru, sepupuku! |