Ghibah-in Tetangga

Baru tadi sore, aku membuka Facebook di ponsel kesayanganku. Aku mendapati notifikasi dari sebuah postingan bapakku. Seseorang berkomentar beberapa menit yang lalu, “Waah selamat yaa anaknya diwisuda!”

Aku kemudian meng-klik notif itu. Postingan tersebut sangat ramai oleh ucapan selamat, hampir seratus dua puluh jumlah komentarnya. Semakin scroll ke atas, semakin aku sadar. Postingan itu sudah sejak delapan bulan lalu, Yaa, artinya aku menjadi pengangguran sudah selama itu.

Dua hari yang lalu, aku diajak oleh seorang teman untuk mengunjungi sebuah coffee shop yang baru saja buka. Sebagai traktiran atas gaji pertama, katanya ketika mengajakku. Aku mengiyakan. Sejujurnya, aku cukup senang mendengar hal ini. Temanku akhirnya mendapat pekerjaan yang telah dia idam-idamkan sejak kecil. Aku telah mengenalnya sejak masih menjadi bocah ingusan. Kami bersekolah di SD hingga SMA yang sama.

Di sisi lain, aku juga masih merasakan getir. Ada suatu ruang hampa yang bergetar. Walaupun sekolah kami sama, nasib kami berbeda. Hampir sembilan puluh lamaran (saat tulisan ini terbit, sudah seratus sepuluh jumlahnya) telah aku apply kemana-mana. Perusahaan milik negara sampai milik swasta. Dari Aceh, kotanya Cut Nyak Dhien hingga Makassar, kerajaannya Sultan Hasanuddin. Hasilnya beragam, ada yang gagal di tahap tes tertulis, ada yang di psikotes, namun lebih banyak yang tiada ber-khabar. Pandemi Covid-19 benar-benar melumpuhkan roda perekonomian. Jangankan orang mau cari kerja, yang ada pekerjaan saja banyak yang di-PHK. 

Apa yang kami obrolkan di coffee shop itu? Tentunya beragam. Mulai dari perkembangan ekonomi dunia, konspirasi elite global, hingga geo-politik di Timur Tengah. Dan pada akhirnya, tiba pada bahasan favorit kita semua. Ghibah. Apalagi tetangga sendiri yang jadi obyeknya. Pasti seru! Hehehe.

Apa itu ghibah? Simpelnya, bisa diartikan sebagai kegiatan nyinyir alias membicarakan keburukan orang lain dari belakang. Hal yang diperbincangkan berupa fakta, memang benar-benar terjadi.

Namun, apabila perbincangannya bukanlah suatu fakta, tidak benar-benar terjadi, kabar bohong alias hoax maka jatuhnya bukanlah ghibah, melainkan fitnah. Maju kena, mundur kena. Sama-sama dosa!

Kemudian, level advanced dari nyinyir adalah namimah. Didefinisikan sebagai membicarakan keburukan orang di depan orangnya langsung. Kadang juga, namimah disebut sebagai adu domba. Sungguh mulia sekali perbuatan ini!
Aku masih sangat hafal definisi dan perbedaan antara ghibah, fitnah dan namimah. Materi ini aku dapatkan ketika pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA kelas sebelas. Hehehe.

Well, berdasarkan definisi yang telah aku paparkan di atas, aku sebenarnya ragu untuk menuliskan cerita ini. Awalnya yang hanya per-ghibah-an antara dua orang, kini menjadi ratusan hingga ribuan orang. Sebab, tulisan ini tersebar di internet dan dapat diakses oleh siapa saja. Haha.
Namun, karena sudah terlanjur. Yaa udah, silahkan menikmati materi pergunjingan duniawi ini! Awkwokwk.

***

So, apa kesibukanku saat ini setelah wisuda? Jawabannya simpel, mencari kesibukan. #Ehh
Selain itu, aku juga membantu ibu berjualan. Kami punya warung kecil di rumah. Menjual berbagai kebutuhan pokok seperti minyak goreng, mie instan, gula, gandum, garam, ciki, permen, pulsa, micin hingga rokok. Aku adalah penjual rokok yang tidak merokok. Aku peduli kepada kesehatan diri sendiri, tapi tidak peduli kepada kesehatan orang lain. Heee~

Saat itu, ada seorang tetangga yang hendak membeli rokok.
“Doo!” Katanya.
“Iya!” Kataku.
“Mau beli nih.”Katanya lagi.
“Beli apa?” Kataku lagi.
“Beli rokok.” Kata orang itu.
“Rokok apa?” Aku mulai kesal.
“Rokok Sam*su.” Orang itu menjawab.
“Berapa batang?” Aku bertanya lagi.
“Dua batang saja.” Dia menjawab pertanyaanku.

“KENAPA KAU TIDAK DARI AWAL LANGSUNG BILANG SAJA, MAU BELI ROKOK SAM*SU DUA BATANG! AKU TIDAK CAPEK BERTANYA TERUS. WOYY!” Aku bergumam kesal dalam hati.

Orang itu kemudian meminjam korek untuk menyalakan rokoknya. Menghisapnya dalam-dalam, sampai ke paru-paru. Setelah itu menghembuskan asapnya ke wajahku. Memang ga ada akhlak.
“Jadi kamu sudah kerja di mana, Doo?” Dia bertanya sambil menghisap rokok.
“Masih mencari, om.” Kataku sambil tersenyum.

“Kalau anakku, si Bejo, kini sudah jadi PNS. Dia jadi guru di salah satu SMA unggulan yang ada di kabupaten sebelah. Nasibnya baik sekali, wisudanya dapat summa-cum-laude. Habis wisuda langsung ngajar di bimbel. Tidak lama setelah itu, ada pendaftaran PNS dan langsung diterima. Tidak ada jadi pengangguran dia. Katanya pun, tidak lama lagi bakal diangkat jadi wakil kepala sekolah.” Orang itu mulai menyombongkan anaknya.

“Padahal, dulu dia pengen jadi polisi. Tapi aku larang, aku suruh kuliah saja jadi guru. Guru itu nasibnya terjamin. Terbukti kan hasilnya sekarang. Coba kamu kuliahnya jadi guru saja, Doo. Tidak usah kuliah di Fakultas Teknik. Pabrik mana yang sekarang mau terima sarjana teknik, sedang pandemi seperti ini. Masa depan tidak cerah. Sudahlah, pokoknya jadi guru saja.” Orang itu kembali meracau tidak jelas.

“Iya, om.” Aku menjawab sekenanya saja, demi menjaga sopan santun. Heyy, apa hak Anda melarang-larang saya berkuliah di Fakultas Teknik dan menyuruh saya menjadi guru. Kenapa Anda mengatur-ngatur hidup saya! Wqwkqk.

Apakah hanya satu tetangga yang kurang ajar seperti itu? Tidak, masih ada lagi.
Ceritanya masih sama, terjadi di warung. Seorang bapak-bapak hendak membeli pulsa. Setelah pulsanya masuk, dia malah mengajakku ngobrol, “Kamu sudah kerja, Doo?”

“Belum, om. Hehe.” Lagi-lagi, aku menjawab sambil tersenyum.

“Waaah. Kalau anakku, kemarin tamat SMA langsung bekerja jadi teknisi di tempat pemasangan CCTV. Kini dia telah sangat ahli. Jadi, kalo ada kerusakan, boss-nya pasti langsung memanggilnya. Lumayanlah, dapat banyak bonus. Satu bulan bisa sampai sembilan juta rupiah. Sekarang dia mau daftar kuliah, jadi sambil kerja sambil kuliah.” Orang ini juga membanggakan anaknya di depanku.

“Iya, om.” Aku hanya menjawab seperti itu. Dia terus nge-bacot tanpa jemu.

Belasan menit kemudian, orang tua itu akhirnya berhenti meracau ketika ada orang lain yang mau belanja di warungku.
“Sudah dulu yaa, Doo.”
“Iya, hati-hati di jalan om!” Aku tetap terlihat ramah pada pelanggan dengan rupa seperti apapun. 

***

Adakah pelajaran yang dapat diambil dari cerita ini? Menurutku, ada dua hikmah dari masing-masing persepsi.

Pertama, dari sisi pembeli di warung alias dari sisi orang yang telah mendapat sesuatu yang diinginkan. Mungkin, kamu boleh bangga, boleh senang hati atas apa yang telah didapatkan. Siapa dong orang tua yang tidak senang terhadap anaknya yang telah mendapat pekerjaan dengan gaji lumayan. Orang tua mana pula yang tidak bangga ketika anaknya menjadi PNS. Pasti orang tua sangat senang dan bangga akan hal itu. Namun, harus diperhatikan tempatnya.

Apabila orang yang menjadi lawan bicara malah menjadi sedih atau kesal atau malah iri hati dengan isi pembicaraanmu, baiknya tidak usah berbicara. Jangan membicarakan anakmu yang telah mendapat pekerjaan, kepada orang yang belum mendapat pekerjaan. Jangan membicarakan tentang penatnya dunia perkuliahan, kepada orang yang tidak kuliah. Jangan membicarakan keuntungan bisnismu yang sedang melimpah ruah, kepada orang yang bisnisnya baru saja hancur berantakan. Jangan bicara tentang lelahnya kaki yang dipakai untuk berjalan dan berlari, kepada orang yang tidak punya kaki. Jangan! Kehadiran dirimu malah menjadi masalah baru.

Pelajaran kedua, dari sisi aku si penjual di warung alias dari sisi orang yang belum mendapat sesuatu yang diinginkan. Baiknya, kita tidak usah terlalu ambil pusing terhadap perkataan orang. Anggap saja angin kentut yang telah berlalu. Tidak usah baper. Kita harus tetap selalu mensyukuri apa-apa yang telah kita dapatkan.

Kita bisa bersekolah, bisa berkuliah di perguruan tinggi, atau bisa hidup di dunia. Adalah perkara-perkara yang harus benar-benar disyukuri. Ada berapa banyak anak-anak yang tidak ada biaya untuk bersekolah. Berapa banyak pula yang tamat SMA, namun tidak lulus tes masuk perguruan tinggi negeri. Berapa banyak yang mau kuliah di swasta, namun terhalang biaya. Banyak sekali kalau dipikir-pikir.

Ingatlah, rezeki tiap-tiap orang berbeda-beda bentuknya, berbeda-beda waktunya. Semuanya ada di tangan-Nya. Kalau kata pepatah, setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Tidak usah risau, apabila memang rezeki kita, sudah pasti rezeki kita. Tidak akan lari. Rezeki tidak akan tertukar.

Oh yaa, terakhir. Toloong, kepada om pertama yang beli rokok dan om kedua yang beli pulsa kalau kau baca tulisan aku ini. Ingat, yaa!  Aku tidak peduli dengan anak kalian. Mau jadi PNS kek, mau jadi teknisi kek, bahkan mau jadi koruptor atau teroris pun. Aku tidak peduli!!
Keuntungan dari rokok dua batang, hanya lima ratus rupiah. Keuntungan pulsa juga tidak besar, hanya seribu rupiah. Untung lima ratus dan seribu rupiah, tidaklah sebanding dengan lelahnya aku mendengar bacotan tentang anak-anak kalian. Sekali lagi, Aku tidak peduli!

***


Jadi, apakah kisah dalam tulisan ini benar-benar terjadi, atau hanya sebuah kisah fiksi?
Aku malas untuk memberi informasi, silahkan nilai sendiri.
Yang terpenting, ada hikmah yang bisa digali. Hihiii..

Eniho, tulisan ini adalah tulisan yang diikutsertakan dalam Paid Guest Post #2-nya Mbak Eno - Creamenodengan tema dua hal yang dipelajari dari 2020Namun, saat itu aku belum berkesempatan menang, wkwokw.
Walopun belum menang, belio memberi kami, para peserta berupa hadiah kenang-kenanangan notebook cantiq. Lumayan, di sana aku bisa menulis ide-ide gila untuk tahun 2021. Oh yaa, permohonan maaf kalo fotonya tidak sebagus dengan teman blogger lain. Maklum, aku tidak pandai mengambil foto, ehehe.


Well, semoga tahun depan menjadi lebih baik. Dan post ini, adalah post terkahir di tahun 2020.
Sampai jumpa!


Share:

66 komentar

  1. Semangat Kak Dodo, bener jgn mudah baper.. Eh, saya jg baper soalnya tulisan ini ada bawangnya.. dan hanya wong Palembang yg bilang terigu itu gendum (gandum) hehehe..


    Duluuu, saya juga sempet bete lho kalau ada ortu yg memuji2 anaknya di depan saya. Pikir saya lebay.. Ga taunya.. Orangtua saya juga begitu kalau menceritakan tentang saya (padahal menurut saya, hidup saya biasa2 aja, lho).

    Eh, pas sudah punya anak, saya baru paham, ternyata bagi orang tua itu ga ada hal lain yg lebih membahagiakan selain anaknya. Mau anaknya baru bisa tengkurap sendiri (ini tahap perkembangan yg sewajarnya) sampai bisa lulus kuliah itu sama2 membuat hati hangat dan bangganya luar biasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Orangtuaku, seingatku tidak membanggakan aku di depan orang lain mbak. Sebab udah ku wanti wanti sebelumnya wkwkwk.
      Bahkan, untk posting di facebook acara wisudaanku aja, aku sejujurnya keberatan. Aku tidak mau publish hal ini, tapi biarkan deh... Mungkin ini adalah salah satu ekspresi bangga mereka atas pencapaian prestasi anaknya #eaaakk

      Hapus
    2. Ortu saya ga mempan begitu, malah saya dikasih jawaban "ntar ngerti rasanya kalau sudah punya anak sendiri"


      Ehiya ada bebernya juga.

      Semangaaatt bantu mamak dan berkarya di bidang2 lain. Siapa tahu terbuka pintu rezeki yg memang tidak sesuai jurusan kuliah.

      Hapus
  2. Semangat dodooo, semoga segera terbit solo book-nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mbak Halah. Kalo udah terbit, jangan idak dibeli eeh wowkwowk

      Hapus
  3. Hohoo uculnya seperti angin kentut...

    Yaaa sepakat kak, ada kalanya pertanyaan itu cukup dipikirkan seperti angin kentut. Tidak perlu dipikirkan berlama-lama, karna itu out control yang memang memang berada diluar kontrol kita haha.

    Kalo kata adik tingkat saya, jangan membicarakan makanan pada orang yang belum makan.

    Semoga kelak kita bisa sama-sama menghargai satu sama lain. Baik nanti ketika kita sudah di atas atau masih di bawah. Kita perlu memikirkan perasaan orang apakah bahagia atau sedih ketika melontarkan pertanyaan/kalimat eaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sekali kalo kita jangan membicarakan makanan pada orang yang belum makan.
      Dan semoga ke depan, semakin banyak orang yg saling menghargai yaaak

      Hapus
  4. Jualan warung juga sudah termasuk rejeki. Biarpun sedikit tapi yang penting halal dan ada rejeki buat makan.

    Tapi memang nyebelin kalo ada yang ngomongin kelebihan orang lain di depan kita. Bahkan yang lebih parah udah nyombong masih ditambah sedikit bohong.

    Misalnya omset usahanya sehari cuma sejuta, tapi bilangnya 10 juta. Sebulan katanya dapat untung 30 juta, tapi anehnya tiap mau bayar kredit motor kelabakan.

    Tapi namanya bertetangga ada enaknya ada kurang enaknya. Biarpun agak eneg, setidaknya mereka masih mau ngobrol, ngga cuek.

    BalasHapus
    Balasan
    1. btw, jualan warung dan jual warung beda yaaak om Agus hahaa

      Hapus
  5. Kak Dodo, baca tulisan ini, aku lumayan nyesek. Aku tau banget gimana rasanya jadi pengangguran berbulan2.. Karena aku pun masih begitu.. Temanku yg diwisuda lebih setelah aku, udah ada yg dapet kerja, sementara aku belum. Akhir2 ini, aku berusaha meminimalisir kontak dengan orang karena rasanya gak enak kalau ditanya, sekarang udah kerja belum, atau sekarang kesibukannya apa. Ini benar2 tahun yg berat banget ya, terutama buat para fresh graduates.

    BalasHapus
  6. Aku cuma bisa bilang yang sabar dan tabah ya, tetap berusaha menjadi pendengar yang baik, bagi sang penjual 😂. Hikmah lainnya, Kadang dengan saling mendengar dan bercerita seperti ini, hubungan antara pelanggan dan penjual bisa jadi lebih dekat juga, jadi seorang pelanggan akan terus datang kembali ke warung tsb karena udah merasa "nyaman" belanja di sana hahaha.

    BalasHapus
  7. welcome to real world Dodo. Memang habis lulus dari bangku sekolah itu rasanya berat. Jalan tiap orang pasti lain-lain. Ada yang langsung dapat pekerjaan, ada yang harus ngelamar beribu-ribu surat lamaran hingga bisa dapat pekerjaan. Tapi jangan patah semangat dan putus doa. Tuhan akan berikan yang terbaik di waktu yang terbaik. 😊 Anyway, sembari nunggu panggilan kerja, mungkin bisa juga loh mengembangkan bisnis warung keluarga. Dari yang cuma warung sederhana, dibuat lebih baik. Misal dibikin pencatatan keuanganan, pencatatan stok, dari situ akan ketauan kan laba/rugi sebulan berapa, inventorynya gimana. Barang apa saja yang laku keras, stok First in First outnya bagaimana, mengingat barang warung itu kan ada waktu kadaluarsanya. Mana tau dari situ, akan bertambah dari 1 warung, jadi 2 warung. 😁 Tentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri daripda jadi budak korporat, menjadi pengusaha yang memberikan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar kan ^^
    Semangat ya Dodo!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah, benwr jg yaa mbak. FIFO jg pernah belajar di kuliah, dalam teori manajemen. Boleh jadi ke depan warung ibuku jadi lebih profesional eaaak

      Hapus
    2. iya kak, nerusin bisnis keluarga juga ga ada salahnya karena kan sudah ada nama dan dikenal orang-orang sekitar...Tinggal kita atur supaya lebih baik lagi bisnisnya hehe

      Hapus
  8. Semangaat yaa Mas Dodo! Aku inget dulu jaman2 baru lulus n lg job hunting. Setiap ada yg pasang status 'alhamdulillah', pasti lngsng pd japri, ciee udah keterima kerja yaa.. Hahaha.. dipikir2 dulu sebegitu insecurenya temen2 saat ada yg udah keterima kerja n kita blm. Tp pd akhirnya masing2 menemukan jalannya masing2. Dan aku yakin, mas dodo jg sbntr lg akan begitu. Semoga sgra dpt kerjaan yg diinginkan ya mas..

    BalasHapus
  9. Intinya gini saje Do...Jangan perneh lihet atau gosipin tetangge luh, terlebih jike die digosipin karena kesuksesannya.😊


    Akan lebih bagus perbaiki diri kite agar bise lebih Sukses dari tetangge kite dengan berusahe sebaik mungkin....Terlebih inie awal mau akan awal tahun 2021 tetap semangat.💪💪💪 Yeee jangan sampai semaput.🥴

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan perneh itu pegimane cing hahaha
      Ini gegara postingan di blognya ncing nih, kite jadi ikut komen pake bahase Betawi hahaha

      Hapus
  10. Tetap Semangat Mas Dodo.. Mungkin belum saatnya. Nikmati saja yang ada dulu dan jangan putus asa..

    BalasHapus
  11. Aku belajar dari Bapak. Katanya kalau ada orang nyinyir gak usah ditanggapi. Pura-pura dengar saja, padahal pikiran kemana-mana, hahaha. Dulu aku sering dibanding-bandingkan karena pilihan hidupnya "beda". Kalau aja aku terlalu dengar kata orang mungkin aku gak jadi diri sendiri dan cari aman :)
    Nanti ada saatnya, percayalah. Semenjak ada covid aku malah diberhentikan dari sekolah tempat aku bekerja (nah, jadi guru juga bukan jaminan "terjamin", kan). Tapi sembari menunggu sekolah buka kembali ya aku lakukan saja apa yang bisa. Selamat tahun baru, ya :)

    BalasHapus
  12. Ya ampun kok kesal ya sama boomers yang suka membanding-bandingkan karier orang. Apa daya hamba yang belum pernah apply lamaran ke perusahaan :')

    BalasHapus
  13. Kenapa aku jadi salfok sama kata kentutnya ya 🤣

    Btw, semangat mas Dooooo. Anjing menggonggong khafilah berlalu~
    Menyakitkan memang dengar hal semacam itu. Mas Do bisa sabar ya, kalo aku udah nggak tahu lagi deh bakal ngomong atau pasang wajah gimana 🤣🤣

    Aku pun nggak suka kalo ortu nyeritain aku di sodara2. Mungkin nggak sadar ngebanggain gtu ya. Biasanya kalo begtu di depanku aku lgsng melotot dan ibu seketika kicep sadar 😆

    Usul Mas Do, warungnya bisa di online kan. Di masukkan e-commerce huehue

    Semangaatttt tahun baruuu maass ✨

    BalasHapus
  14. Semangat mas Dodooooo hehehehe, tulisan ini dari awal saya baca sudah menarik perhatian saya 😆

    By the way, mas Dodo jangan kawatir, yang penting tetap jalani hidup dan berusaha semaksimal yang mas Dodo bisa. Nanti akan ada waktu yang tepat untuk mas Dodo mendapatkan hak, mas 😁 Sambil menunggu saat itu tiba, mas Dodo bisa keep upgrade skill dan ilmu pengetahuan 😍

    All the best for you mas, saya doakan mas Dodo bisa segera dapat pekerjaan 🎉

    BalasHapus
  15. Pesan yang disampaikan membuatku terharu, tetap semangat ya kak dan buat kita semua. Semoga kak dodo cepat mendapat pekerjaan dan bisa membungkam ucapan-ucapan mereka yang menghina dengan cara tidak memgotori tangan, *hadeh ngomong apa sih aku, awokawok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat Puspita, mumpung masih muda masih jadi mahasiswa hahaa

      Hapus
  16. Hi mas Dodo,
    Waaw memang ya kalau dibanding-bandingkan itu mengesalkan! Aku setuju banget rasanya digitukan apalagi sampai diejek huaaa.. harusnya jangan dikasih rokok mas, mending di suruh beli lakban, supaya dia bisa melakban mulutnya haha.. walaupun savage, tapi emang gitu perasaanku kalau dibandingkan hahaha.. #guyoon 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. hiihih, pen tak hih, pen ngelakban mulut tu orang orang hahaaa

      Hapus
  17. Kebayang ya bagi yang wisuda pas pandemi ini, begitu sulit cari kerjaan.
    Jadi mengingatkan saya dulu juga menganggur setahun.
    Padahal bukan pandemi hehehe.
    Semangat Do, terus usaha, pada waktunya pasti bakal tercapai impiannya :)

    BalasHapus
  18. Pesannya siip banget Mas, intinya harus bisa menghargai orang yang kita ajak bicara dan jangan baper sama omongan orang ya.
    Semangat terus ya Mas, semoga dimudahkan semua urusan dan tercapai impiannya aamiin

    BalasHapus
  19. huaaaahhhhh mas Dodoooo, aku ingin tos nih. ngakak, gemes, sedih. pokoknya aku tahu rasanya menjadi 'pedagang' yg kamu ceritakan, terlepas itu cerita nyata atau fiksi. Banyak hikmah yang bisa diambil memang, tp enegnya itu yak. nggak ilang2, sepakat banget sih laba 2 batang rokok dan pulsa nggak seberapa, tp bacotnya astaga. eh ikutan ngegas! wwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. huaaah hahaa, bener 2 batang rokok emang ga sebanding sihh :))

      Hapus
  20. Sabaaaaar, ya Doo ..., lapangkan hatimu dan abaikan omongan nyinyiran orang.

    Kudoakan Dodo tahun ini bisa dapat panggilan interview kerja dan lolos rekruting jadi staff, Amin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.. Eh tapi kenapa doanya hanya sebatas jadi staff yaa kang hehee

      Hapus
  21. Apa kabar aku yang selalu ditanya kerja dimana? Aku jawab aja di rumah sambil senyum-senyum. Biarlah mereka menyimpulkan sendiri wkwk

    BalasHapus
  22. non smoker tapi menyediakan rokok buat para smoker hihi...ga pa pa lah do..kan rokok juga masih blon dilarang kan di sini hehe..yang penting bener tuh sembari nunggu panggilan kerja ya mencari kesibukan yang bermanfaat..kayak gini bantu orang tua yekan

    mong omong aku jadi ingat bahasan skripsiku do tentang rokok kretek dan rokok putih dulu hahhahahhaha

    ya bgitulah memang hidup di rimba raya sosial kemasyarakatan ya harus siap gitu, ibaratnya ga semua orang itu nyenengin, ada yang rese tapi ga sadar kalau dirinya rese hihiii...telan aja do telan..itang itung latihan mental karena dunia yang sesungguhnya selepas kuliah lebih keras lagi #eaaa...e tapi ya ga gitu juga sih asal kitanya hapoy insyaAlloh mah ntar dimudahkan jalannya termasuk perkara tentang rejeki...rejeki kerjaan misalnya..smangat do

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah keren mbak. Apabila berkenan, apakah boleh aku membaca skripsinya? Jujur aku penasaran bingitss

      Hapus
  23. Orangtua emang gitu, lho. Ngomongin anaknya ke tetangga2 karena bangga misalnya anaknya udah lulus trus diterima bekerja di perusahaan X, misalnya. Kalaupun belm dapat rezeki, biasanya orangtua kita bakalan tetep semangat ngobrolin anaknya dengan siapapun, ga ngejelekin hehehe. Semangat ya.

    BalasHapus
  24. Yang sabar, mas... Semua orang punya rentang waktunya dan cara hidupnya sendiri-sendiri. Kadang omongan orang bikin kita goyah. Yang penting tetap stay on track aja

    BalasHapus
  25. Let them be Do.. nggak usah dipikirin. Faktanya pertanyaan2 seperti itu nggak bakal ada habisnya...
    Ntar giliran kitanya yg udah kerja.. topik nyinyirnya bakal keganti jadi "kok nggak nikah2??" ZZZzzzz
    Nggk bakal ada ujungnya.. hehe

    Semangat yah Do... yang penting jangan menyerah...
    Omongan orang mah nggk udah dipikirin. Kadang mereka ngomong sukanya nggk dipikir dlu, kaya nggk ada topik yg lain...

    BalasHapus
  26. Yahh begitulah perilaku orang gak bisa kontrol.. Balik lagi ke diri sendiri.. Mencela balik, atau diem bodo amat.. Pelajarannya sih jangan bicara makanan di dpn org laper.. 😢

    BalasHapus
    Balasan
    1. seperti judul buku, sebuah seni untuk bersikap bodo amat

      Hapus
  27. S a b a r dan s e m a n g a t kak hehe

    Sesekali,bodoh amat itu penting sepertinya.

    BalasHapus
  28. Dasar di om om yang hobi pamerin anaknya ya. Kalo sekedar pamer mah ya masih bisa ditoleransi si. Tinggal pura-pura tuli aja, ngga usah didengerin. Lah ini yang ngatur-ngatur, dengan membanding-bandingkan segala juga wkwk benar-benar bikin hati jadi mendidih

    BalasHapus
  29. Ini sih saya banget, Mas Dodooo. Udah setahun lulus kuliah tapi belum dapet pekerjaan di sektor "formal", jadinya tetangga-tetangga dan kerabat dekat ngiranya saya ini pengangguran. Padahal yah seperti yang Mas baca di blog saya kan sebenarnya nggak begitu. Tapi saya males ngejelasin kalau saya sebenernya udah bekerja (cuma nggak seperti yang dibayangan orang-orang aja) takutnya nanti malah jadi perdebatan yang berbuntut panjang, huhuhu.

    Saya juga pernah ikut tes CPNS tahun 2020 lalu, itu pun hasil paksaan orang tua. Sayanya memang nggak niat, jadi belajar pun asal-asalan. Tuhan memang Maha Adil, daripada posisi dengan tanggung jawab penting seperti itu diserahkan ke saya yang jelas-jelas nol passion-nya, jadilah saya gagal lolos ke tahapan selanjutnya. Lebih baik diberikan ke orang yang benar-benar bertanggung jawab besar di situ, jadi saya fine-fine aja (walaupun orang tua agak kecewa sesungguhnya huhu).

    Membaca cerita ini jadi mengingatkanku pada peribahasa "ignorance is bliss", apalagi untuk menanggapi buibu atau pak-bapak yang doyan kepoin + nasehatin kita biar begini-begini begitu, hehehe. Semangat terus Mas Dodo! Semoga tahun 2021 membawa nasib lebih baik buat kita semua :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih udah membaca tulisan saya mbak..

      aamiin, semoga tahun ini menjadi lebih baik bagi kita yaaakk

      Hapus
  30. Waah saya langsung teringat kata² dari sahabat SMA ku "Jangan membicarakan kaki pada orang yang tidak punya kaki" yang kala itu dia sangat sedih tidak bisa bareng ngobrol karena topik yang dibahas tidak diketahui nya... Lantas Alhamdulilah selalu ku terapkan ini dimanapun😊 Tetap selalu memikirkan bagaimana perasaan orang lain, pedulilah dan hargailah.
    Bagus kali kak👍✨

    BalasHapus
    Balasan
    1. naah, itu. Jangan bicara ttg kaki pada orang yg tak punya kaki..
      mak jleb syeqalii

      Hapus
  31. Sebagai seorang yang terlihat menganggur tulisan ini relate banget🙃 sebenarnya turut senang kalau ada orang tua yang banggain anaknya tapi kalau udah sampai menyinggung, secara sengaja membandingkan itu yang rada bikin kesal😆

    BalasHapus
  32. setujuu, rejeki bisa berupa apa aja
    kadang nih dengerin orang lain nyinyir rasanya pengen gimana gituu, antara pengen ikutan nimbrung jadi pendengar setia atau malah ngompor ngomporin
    lahh apalagi kitanya yang mulai duluan topik nyinyirnya hehehe, godaan emang ya

    aku rasa semua orang tua pengen menjadikan, melihat anaknya sukses, sapa juga yang ga mau liat anaknya sukses, cuman indikator sukses tiap orang tua beda beda juga dan tergantung sudut pandang nya juga

    BalasHapus
  33. Aku yg baca ikut kesel do. Contoh tamu/pembeli yg ga punya etika yaaa, menyombongkan yg dia punya ke org lain. Aku termasuk benci Ama tipe org begini :(.

    Tp ngerti posisimu saat itu, sebagai penjual kita ga mungkin kasar Ama pembeli.

    Semangaaaat do, rezeki itu urusan Tuhan. Tugas kita berusaha dan trus berdoa, Ama sedekah jgn lupa. Sekecil apapun, aku percaya itu bisa memperlancar rezeki :)

    BalasHapus
  34. Bekerja pada hobi yang digaji sungguh mengasikan

    BalasHapus