21 Mei, Peristiwa Besar

Tulisan ini seharusnya di-post kemarin agar tepat tanggal 21 Mei. Namun, karena banyak kesibukan (red: tidur) akhirnya telat satu hari. Tidak apa lah yaa, wkkwk...

21 Mei adalah hari yang cukup bersejarah bagi bangsa Indonesia. Jika kita ingat setahun yang lalu, ada kericuhan besar. Aksi demonstrasi pasca KPU mengumumkan hasil Pemilu 2019. 
Dua puluh dua tahun yang lalu, 21 Mei 1998. Adalah hari yang bersejarah jua. Presiden Soeharto mengundurkan dari dari tampuk kekuasaan setelah adanya aksi demonstrasi dari mahasiswa dan berbagai kalangan. Di hari itu, Prof. B.J. Habibie yang menggantikan beliau.

Namun, kali ini bukanlah perihal sejarah bangsa yang dibahas. Ada hal menarik yang patut diceritakan. Bagaimana kisahnya?
Cekidot!

***

Selaiknya manusia beriman pada umumnya, aku mendirikan shalat Tarawih setiap malam di bulan Ramadhan. Malam kemarin juga aku lakukan, tidak pernah absen. Aku sangat bangga akan keimanannku. Selain kadar keimanan yang tinggi, aku juga seorang yang baik hati, suka menolong kepada sesama, rajin menabung, dan tentunya tidak sombong!
Namun, sebagai manusia biasa. Ternyata imanku kadang naik dan kadang turun. Faktanya sih, lebih banyak turunnya!

Tetiba di sekira raka'at kelima dalam shalat Tarawih semalam. Aku bergumam di dalam hati,
"Eh, besok tanggal 21 Mei. Bukankah itu satu tahun lalu ada peristiwa besar?"

Bagian hati yang lain menjawab,
"Hussh.. Ini lagi shalat baca Al-Fatihah. Kok ya sempat mikirin yang lain. Fokus dulu bro!"

Lagi-lagi, dari kelompok lain di hati ikut nimbrung,
"Bagusnya, besok buat tulisan di blog saja!"

Akhirnya, terciptalah tulisan ini! Jleb.

***

21 Mei 2019, setahun lalu. Adalah suatu peristiwa penting dalam dunia perkuliahanku. Saat itu, tengah bulan Ramadhan 1440 Hijriyah. Setelah menunggu berbulan-bulan akhirnya aku dapat melaksanakan Seminar Proposal Tugas Akhir.
Sesungguhnya, aku termasuk mahasiswa yang cukup terlambat. Karena teman-temanku telah melakukan Sempro sejak bulan Januari dan di bulan ini sudah mulai bersiap untuk melakukan Seminar Hasil Tugas Akhir.
Namun, itu tidak masalah.

By the way, mengacu pada peraturan di jurusan, akan ada tiga tahap ujian untuk Tugas Akhir atau Skripsi. Pertama, Seminar Proposal Tugas Akhir atau Sempro, pembahasan bab satu sampai bab tiga. Kedua, Seminar Hasil Tugas Akhir atau Semhas, pembahasan sampai bab lima. Ketiga, Sidang Tugas Akhir, lebih ke penyempurnaan dan revisi dari Semhas. Terkadang, jika Semhas sudah sempurna, kamu tidak perlu melakukan sidang.

Hari ini adalah hari yang cukup menegangkan. Karena menurut kabar burung (ga tau burung siapa), seluruh dosen penguji akan hadir hari itu. Satu orang profesor, dua orang doktor, satu orang bergelar magister. Satu lagi, dosen pembimbingku yang juga tengah menjadi mahasiswa program doktor di kampus.
Aku menghadapi lima orang di dalam ruangan itu.
Mampus!

Aku sudah cukup tegang sejak pagi. Aku telah membawa tulisan proposal skripsi sebanyak tujuh rangkap, lengkap dengan map plastik jepit. Aku juga membawa laptop untuk presentasi di depan para penguji, cukup riweh isi tas saat itu. Dan for your information, slide untuk presentasi pun baru diselesaikan malam sebelumnya. Jangan ditiru ya dik adiksss.. Hahaa..

Ujian saat itu dijadwalkan pukul delapan pagi. Aku telah tiba di kampus sebelum jam delapan. Di hari itu, akan ada tiga orang yang ujian. Dua orang ujian Sempro, satu orang ujian Semhas.
Tersebab menunggu para penguji hadir semua, ujian baru dilaksanakan pukul sembilan. Temanku yang melaksanakan ujian Semhas, masuk pertama kali ke ruangan. Sebut saja namanya Budi.

Untuk menghilangkan ketegangan, aku mencoba menghitung berapa lama Budi melakukan ujiannya. Aku hitung satu menit berjalan. Sepuluh menit berjalan. Hingga empat puluh menit berjalan. Budi belum selesai juga. Aku terus bersabar sambil harap-harap cemas. Sudah satu jam, ia belum juga keluar. Aku menjadi lebih cemas. Apakah aku akan lama seperti Budi?
Akhirnya Budi keluar ruangan setelah satu jam empat puluh menit! Budi begitu sumringah setelah itu.

Sejurus kemudian, Ketua Jurusan yang juga menjadi penguji saat itu memanggilku. "Dodo, masuk!"
"Baik Pak." Kemudian hening. 

Aku kemudian dijelaskan bahwa waktu presentasi adalah sepuluh menit. Ya, betul. Hanya sepuluh menit. Cukup singkat.
Aku berdiri di depan, mulai memperkenalkan diri dan menyapa para penguji dengan sapaan formal.
Baru sampai di situ, pembimbingku menghentikanku.
"Coba ulang dari awal, sesuai urutan, jangan acak-acak seperti itu."

Aku segera meminta maaf. Aku ulangi lagi. Setelah itu tidak ada hal yang aneh. Aku kemudian menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sedikit teori dan metode penelitian seperti apa yang digunakan. Aku melihat timer di laptop. Ternyata waktu yang aku pakai selama tiga belas menit.

Sesi presentasi selesai, sesi tanya jawab dimulai. Jantung tidak lama lagi copot. Oh ya, di Sempro, ada moderatornya. Dosen Pembimbing yang bertugas menjadi moderator. Beliau memersilahkan rekannya untuk bertanya.

Pak Profesor bertanya kepadaku. Kira-kira seperti ini, "Jadi bagian ini nih cakmano maksud awak?
 (Jadi, bagaimana maksud kamu tentang bagian ini?)

Beliau bertanya dengan Bahaso Plembang.

Aku menjawab juga dengan Bahasa Palembang. Tidak dengan Bahasa Indonesia.
"Iyo pak. Ini nih cak ini cak ini. Trus tuh bla bla bla..."
(Iya pak. Ini seperti ini seperti ini. Kemudian, bla bla bla...)

Pak Profesor adalah seorang Wakil Rektor 1 di kampusku. Plat mobilnya adalah BG 2 US. Pasti kamu tahu, siapakah beliau yang dimaksud. Hihi...

Beliau kembali bertanya, "Cubo, Gardu Induk Kenten tuh dimano?"
(Coba, dimana Gardu Induk Kenten?)
Aku menjawab dengan tenang, "Itu sudah masuk wilayah Kabupaten Banyuasin pak. Idak lagi masuk Plembang."
(Itu sudah masuk wilayah Kabupaten Banyuasin pak. Tidak lagi masuk Palembang."

"Iyoo, itu aku tau. Dak perlu kau jelasken. Cubo kalo kito dari Ampera, Gardu Induk Kenten belok ke kiri apo ke kanan?"
(Iya, saya tahu itu. Tidak perlu kamu jelaskan. Coba kalau kita dari Ampera, Gardu Induk Kenten belok ke kiri atau ke kanan?"

Mampus! Aku lupa, aku belum pernah ke sana. Hanya tau lokasinya dari Google Maps.
Aku jawab saja secara asal, "Ke kiri, Pak."

"Yakin?"

"Iyo, Pak."

"Kau sudah pernah ke sano, belum?"
(Kamu sudah pernah ke sana, atau belum?)

"Belum pak, baru tau dari Google Maps bae."

"Naaah! Mudike kami awak nih!"
(Naah! Kamu ini membohongi kami!)

"Eh, idak pak. Bukan cak itu ceritonyo. Awalnyo itu penelitian aku di Gardu Induk Seduduk Putih. Tapi kato uongnyo, dio dak punyo diagram yang aku pintak. Jadi disuruhnyo ke Gardu Induk Kenten bae pak."
(Eh, tidak pak. Bukan seperti itu ceritanya. Awalnya, penelitian saya di Gardu Induk Seduduk Putih. Tetapi, kata orang di sana mereka tidak punya diagram yang saya inginkan. Jadi, mereka menyuruh saya untuk ke Gardu Induk Kenten saja pak.)

Dosen lain menimpali, "Jadi foto-foto ini kau idak moto dewek?"
(Jadi, foto-foto ini kamu tidak memfoto sendiri?)

"Idak, pak. Dari Google."
(Tidak, pak. Dari Google.)

Naaah kacau nian kau ni."
(Naah, kacau sekali kamu ini.)

Pembimbingku tersenyum kecut dak kelemakkan.

Singkat cerita, ujian berakhir setelah satu jam sepuluh menit. Ya, sepuluh menit presentasi, satu jam tanya jawab.
Akhirnya, aku mendapat nilai B. Biasanya, teman-temanku ketika Seminar atau Sidang itu pasti dapat nilai A.

Beberapa hari kemudian, aku bertemu pembimbingku.

"Do, kau ni malu-maluken bae. Seminar ini nih formal. Ujian. Pake lah Bahasa Indonesia, jangan pake bahaso daerah."
(Do, kamu ini malu-maluin saja. Seminar ini adalah formal. Ujian. Gunakanlah Bahasa Indonesia, jangan menggunakan bahasa daerah.)

Aku membela diri, "Iyo, tapi kan Pak Prof. itu nanyo pake Bahaso Palembang."
(Iya, tapi kan Pak Prof. itu bertanya menggunakan Bahasa Palembang.)

Pembimbingku mejawab, "Iyo, dio tuh mancing bae. Madakki cak itu bae nak diajarin."
(Iya, dia itu 'memancing' saja. Masak, hal seperti itu harus diajarin.) 
 
***

Semenjak saat itu, aku kemudian berusaha selalu menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika acara formal. Walaupun ketika Semhas dan Sidang, Bahaso Palembang aku masih keluar juga ketika sesi tanya jawab. Wkwkwk.

Yaaps, di sini Bahaso Plembang sudah mendarah daging, sulit untuk dilepaskan.
Seingatku, ketika aku mendengar para pejabat penting berpidato. Mereka akan menggunakan Bahasa Palembang, walaupun hanya sekian menit di akhir-akhir pembicaraannya.
Gubernur, Walikota, Anggota DPRD, Rektor, hingga Kepala Sekolah. Seluruhnya seperti itu. Ketika mereka berbicara satu jam, boleh jadi mulai menit ke lima puluh Bahasa Indonesia mereka buyar.

Pun ketika sekolah, SD hingga SMA. Guru mengajar menggunakan Bahasa Palembang, dengan kombinasi Bahasa Indonesia.
Jika aku boleh memberikan presentase, kira-kira seperti ini.
Ketika SD, hanya sekitar 20 % penggunaan Bahasa Indonesia.
Ketika SMP, 50 % komunikasi guru ke murid menggunakan Bahasa Indonesia. Di sini pertama kali aku mendengar guru mengajar muridnya menggunakan diksi Saya.
Kemudian, naik ke SMA meningkat menjadi 75 %. Di sini juga saya pertama mendengarkan diksi Mereka ketika berkomunikasi. Dalam Bahasa Palembang, tidak ada diksi Mereka. Aku juga baru tersadar, bagaimana cara Orang Palembang menyebutkan istilah untuk orang ketiga jamak. Rasanya, Mereka dalam Bahasa Palembang diganti dengan budak itu atau uong itu (anak-anak itu atau orang-orang itu), Wkwk!
Dan ketika kuliah, sepertinya 90% ucapan dosen ketika mengajar adalah Bahasa Indonesia. Hanya satu atau dua orang yang menggunakan Bahasa Palembang secara hampir penuh, atau seperti para pejabat yang telah saya jabarkan tadi. Di menit-menit akhir, lidah mereka gatal, pasti akan keluar Bahasa Palembang.

Itu ketika formal, namun ketika suasana tidak formal. Kamu wajib menggunakan Bahasa Palembang ketika sedang berkomunikasi dengan teman. Kalau kau menggunakan Bahasa Indonesia, kamu akan dibilang, betakok'an. Jika diterjemahkan, ini seperti songong atau belagu.

Oh ya, cerita ini belum lengkap. Kamu pasti penasaran. Kenapa aku bisa 'terlambat' melakukan Sempro?
Begini ceritanya.




Eh, ga jadi. Aib! Wkwkwk...

Share:

10 komentar

  1. ' Kenapa aku bisa 'terlambat' melakukan Sempro? '
    Kayaknya jawabannya akan berbunyi begini ... , karena saya banyak kesibukan tidur ... kayak telat jadwal posting yang direncanakan ini, wwwkkk 😅
    Oops, becanda loh🤭

    BalasHapus
  2. Rajin banget kk sampe menghitung berapa lama teman kk mengikuti ujian Semhas�� eh itu yang bagian bawah, gimana ceritanya? Wkwk

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Untung bukan berapa kata yang diucapkan temannya yang diitung 😅

    BalasHapus
  5. Ternyata saat sidang banyak trap yo kak 😅

    BalasHapus
  6. Lucu ya ceritanya, keikut pak prof sih mangkanya ngomong makek bhso palembang wkwk

    BalasHapus
  7. kebayang tegangnya! hahahaha, tapi congrat ya udah sidang. sama halnya dg bahasa palembang, di sunda juga sama lekatnya, saya juga doyan nyisipin bahasa sunda di blog, whehehe

    BalasHapus