Kangg Mas Joe

Tidak semua yang diposting adalah nyata, banyak pencitraan dan fiksinya.


Yeey! 
Akhirnya ke bioskop untuk pertama kalinya di tahun 2022. Setelah sebelumnya, di tahun 2021 aku hanya dua kali menonton film di bioskop. Pertama di bulan Februari; Doraemon Stand By Me 2. Kedua di bulan November; Nussa.
(Rencana pengen buat review-nya, tapi lupa mulu. Jadi males, ehehee)

Film tentang apa yang aku tonton hari ini?
Genre-nya adalah Horor! Iya, untuk pertama kalinya, aku menonton film horor di bioskop. Judulnya; Makmum 2.

Kenapa menonton film ini? Yaa karena kami telat sampai ke bioskop, wkwkk!
Ada satu teman yang agak telat datang dari jadwal janjian yang telah ditentukan. Satu teman lagi lupa kalau dia pulang kerja jam satu siang, bukan jam dua belas. Dan kami tiba di bioskop sekitar jam 13.40.
Jadi, rencana berubah. Mencari film yang pas saja jadwalnya. Dapatlah film ini.

Film ini, di awal menampilkan keindahan alam daerah pedesaan Jawa. Sangat indah menurutku. Tergambar pegunungan, sawah, ladang, rumah-rumah penduduk desa yang ramah, dan sebagainya. Sangat nyaman. Tidak sehiruk-pikuk aura perkotaan Jabodetabek.
Oh yaa, aku kurang tahu apakah itu di Jawa Tengah atau Jawa Timur. Yang jelas, di film itu tergambarkan banyak dialog yang menggunakan Bahasa Jawa. Nasib baik aku telah faham Bahasa Jawa, jadi tidak perlu membaca subtitle-nya. Ehehe.

Sesuai namanya, Makmum 2. Jadi ini bercerita tentang hantu yang ikut menjadi makmum ketika shalat. Menghadirkan perasaan was-was dalam diri orang yang diganggu hantu makmum tersebut. Padahal mah, gak perlu was-was. Siapa tahu si hantu pengen tobat dengan ikutan shalat. Menjadi pribadi yang lebih baik. #Eaakk!

Dan film horor ini, menurutku tidaklah menyeramkan. Sesekali saja membuat terkejut. Karena efek suara, pencahayaan yang awalnya gelap tiba-tiba menjadi terang, kemudian si hantu makmum tiba-tiba muncul. Hantunya pun jelek sekali. Eh, iya. Yang namanya hantu pasti jelek. Tidak ada hantu yang ganteng atau cantik. Ahaha!

Kemudian, film yang seharusnya menyeramkan. Menurut kami malah seolah menjadi film lawak. Aku tidak tahu, apakah kami salah atau tidak. Ketika di bioskop orang-orang sedang ketakutan, kami malah tertawa cekikian melihat adegan yang  ada di film itu. Misal, hantu nya yang tiba-tiba terbang, atau hantu nya ikut baca “Allahu Akbar” atau "Sami'allahu-liman hamidah" ketika menjadi makmum (hantu aja ikutan shalat, masak kamu nggak, hehee), dan sebagainya.

Itu semua tidak masuk akal!
WOYY NAMANYA AJA FILM, BANYAK PROTES AJA, LU!

Walaupun cover film ini adalah horor, menurutku ini ada pesan moral tersembunyi. Menjaga lingkungan!
Kok bisa? Yaa, sebab ada pohon yang ditebang, maka kemudian ada hantu yang menjadi gentayangan. Mengganggu dan merasuki tiga orang anak beserta para ibunya.

Bagaimana ending-nya? Ada seorang “dukun” yang menanam kembali pohon yang telah ditebang. Beliau menanam pohon yang masih kecil. Masih di dalam polybag. Dua batang pohon. Dua loh, bukan satu. Dan ketika pohon kedua selesai ditanam. Hantu yang merasuki salah seorang ibu, sirna. Sang ibu sadar dari kesurupan.
Well, jangan-jangan beliau bukanlah dukun, melainkan aktivis lingkungan. Ehehe.
Maaf agak sedikit spolier, yaak. Ehehe.

Kira-klira seperti ini pohon dalam polybag yang ditanam oleh "Dukun" tersebut, ehehee

Dan terakhir, ada hal yang membuatku kecewa. Biasanya kan film horor di Indonesia selalu menampilkan adegan esek-esek. Tapi kenapa di film ini tidak ada yaaa? :((
#Ehh



Edit:
Temanku, Mang Coy, juga membuat review tentang film ini. Silahkan baca tulisannya; Review Film Makmum 2.



Memasuki bulan Februari, yang katanya bulan Cinta, marilah kita membahas tentang cinta-cintaan. #Eaakk.

Apa yang hendak aku bahas? Sebuah novel lama, terbitan pertama di tahun 2005 bulan Mei. Karya Om Puthut Ea, berjudul Cinta Tak Pernah Tepat Waktu.
(Oh yaa, buku yang aku baca adalah cetakan kedelapan, terbitan tahun 2019, diterbitkan oleh Buku Mojok).

Jujur, kesan awal membaca novel ini, aku merasa kasihan dengan tokoh “Aku” di novel tersebut. Terkadang memaki-maki dalam hati kepada si tokoh tersebut, “Geblek! Kok elu gitu, sih!”
Namun, beberapa detik setelah memaki, aku baru sadar akan suatu hal. Tokoh “Aku” adalah aku. Penggambaran aku sendiri (atau mungkin kita semua?). Seorang “sad boy” yang selalu gagal dalam percintaan! :((

Cerita berawal dari sebuah pesta seorang teman. Tokoh “Aku” tiba-tiba didatangi oleh seorang perempuan. Awalnya nampak misterius. Tidak jelas. Namun, setelah ditelaah lebih lanjut, si perempuan adalah mantan pacarnya, yang kini telah bersuami. Dan “Aku”, nampaknya masih memiliki rasa cinta terhadap perempuan itu. Namun apalah daya, si perempuan sudah menjadi istri orang.
Lihat! Sama seperti kisah nyata yang aku alami, bukan!

Entah apa yang memotivasi si perempuan untuk kembali menggoda “Aku”. Menanyakan apakah “Aku” sudah punya pacar lagi, atau masih sendiri. Apakah sedang bahagia atau tidak. Pertanyaan-pertanyaannya seolah mengejek. Waduh. Menurutku, perempuan itu jahad sekali, sih.

Setelah agak lama si perempuan mengganggu, teleponnya berdering. Si suami menelpon, mengatakan bahwa ia telah menunggu di depan. Tanda hendak pulang. Kemudian, si “Aku” bertanya kepada si perempuan. Kenapa suaminya tidak masuk ke sini saja, menemui mereka berdua. Si perempuan menjawab, bahwa suaminya sangat cemburu kepada “Aku”.
Benar-benar perempuan yang aneh, kan!

Tak berselang lama, masih di pesta yang sama, “Aku” kembali didatangi oleh perempuan yang lain lagi. “Boleh pinjam apinya?” kata si perempuan, seraya hendak menyalakan rokok kemudian menghisapnya dalam-dalam.

Dan ketika berbasa-basi dengan si perempuan yang meminjam korek, “Aku” kembali dibuat terkejut. Dia tidak pernah mengenalnya, namun si perempuan bisa tahu beberapa hal detail tentang hidupnya. Dan dengan agresif, si perempuan mengajak “Aku” untuk berjalan-jalan mengelilingi kota Jakarta.
Perempuan agresif ini, membuat “Aku” sangat tidak nyaman.

Lanjut lagi. “Aku” diperkenalkan dengan perempuan lain oleh ibunya. Tidak cocok lagi. Padahal si perempuan nampaknya sudah suka.
Beralih ke perempuan lain yang “Aku” temui, si perempuan sudah cocok. Ada yang sampai mengajak nikah. Si “Aku” masih tidak mau.

Di sini lah aku mulai memaki. Kenapa dia tidak terima saja. Mau mencari seperti apa, sih. Tapi yaa namanya cinta, tidak bisa dipaksakan. Si perempuan mau, laki-lakinya tidak mau. Atau sebaliknya, si laki-laki sudah kesengsem, tapi perempuannya tidak menginginkan. Tidak jadi pula suatu hubungan.

Setelah melewati banyak perempuan, yang tentu saja ditolak mentah-mentah oleh “Aku”. Terungkap suatu fakta kenapa hal ini bisa terjadi. Rasa cinta terhadap sang mantan (perempuan yang ada di awal), belumlah sirna. Tokoh “Aku” mau menyembuhkan rasa itu dahulu. Menyelesaikannya. Baru kemudian menjalin hubungan dengan perempuan baru. Percuma saja ketika menjalin hubungan baru, tapi yang ada di hati adalah orang yang lama. Hubungan itu akan menyakitkan.
(SOK IYES BANGET GUE HAHAHA!)

Dan yaa, dari novel ini aku merasa cinta datang benar-benar tak tepat waktu. Ada yang kita cinta, ternyata dia sudah ada yang punya. Ada orang yang cinta kepada kita, tetapi di hati kita masih ada orang lain yang nun jauh di sana. Namun, orang itu pun tidak cinta kita. Benar-benar sulit nampaknya, mencari ketepatan waktu dalam bercinta!

Dua ribu dua puluh dua! 
Akhirnya kita telah memasuki tahun yang baru. Semoga kita punya semangat baru dengan target dan capaian yang baru, lebih baik dari tahun sebelumnya. Aamiin!

Beberapa hari yang lalu, aku mendapat kiriman tanpa nama, walaupun akhirnya aku tahu siapa pengirimnya, berupa sebuah paket kotak kecil. Berisi sebuah surat mungil yang terikat rapi dalam sebuah botol.

Mon maap kalo fotonya gak estetik 😢

Dan apa yang terjadi? Tentu saja teman satu mess pada heboh; Woyy Mas Dodo, dapet surat cinta tuuh!
Aku hanya meng-ngakak saja.

Jadi, dari siapakah surat ini?
Sebenarnya itu adalah dari aku sendiri, yang ditulis di akhir tahun 2020. Berisikan harapan-harapan yang ingin dicapai di tahun depan, di tahun 2021.

Oh yaa, kegiatan menulis surat untuk diri sendiri di masa depan ini, terlaksana atas prakarsa Mbak Eno (pemilik blog creameno.com). Surat itu, aku kirimkan kepada belio di akhir 2020 (melalui kolom komentar di postingan blog nya). Kemudian disimpan di tahun 2021, dan di awal 2022 dikirimkan kepada seluruh peserta yang ikut event tersebut di blog nya.

Dan aku, sebenarnya sudah lupa juga pernah ikut event ini, hingga mbak Eno mengirimku email, menanyakan alamat.
So, yang mengirim paket tentu saja belio yaa. Hehehe.

Kembali ke isi surat.
Di sana, aku menuliskan beberapa rencana-rencana yang ingin dicapai di tahun 2021. Hasilnya? Alhamdulillah ada yang tercapai. Tapi ada juga yang tak tercapai.
Dari empat hal yang aku tuliskan, yang tercapai baru satu. Tidak apa-apa. Namanya juga harapan. Toh, usaha mungkin sudah maksimal. Insyaa Allah di tahun 2022, semoga hal itu bisa tercapai. Hehe.



Ini cerita tentang aku dan kamu. Dua pekan lalu, akhirnya kita bertemu, setelah kita sudah saling mengenal selama sewindu. Kamu bilang, mau menemuiku di sini, di kota ini. Ada urusan di Jakarta, katamu.

“Bisakah kita bertemu?” chat itu masuk selepas aku menyelesaikan laporan harian di malam hari pukul setengah tujuh. Aku hanya tersenyum getir menatap layar ponsel, setelah sekian purnama tidak ada kabar, tiba-tiba saja kamu menghubungiku.

“Kapan dan dimana?” kataku membalas pesan singkat darimu. Kamu kemudian menyebutkan beberapa opsi waktu (kebanyakan malam hari) dan beberapa tempat di Jakarta. Sungguh itu menyulitkan bagiku. Banyak sebabnya.
Pertama, aku tidak tinggal di Jakarta, melainkan di daerah penyangganya. 
Kedua, kamu datang di pertengahan bulan, maka stok uangku sudah cukup menipis wokwokwok. 
Ketiga, bukankan kamu sudah punya calon suami, kenapa lagi masih harus menghubungiku. Padahal, hubungan kita sudah selesai. Eh, ralat. Maksudnya, dimulai saja belum, akan tetapi telah kadung selesai. :")

Alasan ketiga yang aku sampaikan kepadamu. Namun, apa katamu?
”Justru itu yang ingin aku bincangkan...” deg. Jantung ini berdegup sedikit lebih kencang daripada biasanya. Hal aneh apalagi yang hendak kamu sampaikan?

Akhirnya disepakati kita bertemu hari Ahad, di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Hari ketika kamu hendak pulang, jadi biar sekalian dan tidak ribet. Aku pun mudah untuk berangkat ke Bandara, sebab ada akses yang mudah ke sana, hanya satu kali naik bus saja. Dibandingkan aku harus pergi ke suatu tempat di Jakarta sperti opsi yang kamu tawarkan sebelumnya, itu cukup sulit (sebenarnya sih lebih ke malas). Kita bersepakat bertemu di Kaefsi Bandara pukul tujuh pagi. Pesawatmu berangkat jam sepuluh pagi. Cukuplah waktu dua jam untuk bercengkrama.

“Heyy, apa kabar?” basa-basi dimulai. Kami kemudian langsung memesan makanan. Aku memesan menu paket. Berisi sepotong ayam, segumpal nasi dan segelas Coca Cola dingin. Bagi sebagian orang, adalah aneh minum es di pagi hari. Tapi tak mengapa ya. Sesekali.

Dan, ketika hendak membayar di kasir, aku membiarkan kamu, menunggu sekian detik. Dan ternyata prediksiku benar, kamu yang hendak membayar. Aku pun berpura-pura hendak membayar. Tapi ternyata kalah cepat. Kekalahan yang memang disengaja. Hari itu, uangku aman. Alhamdulillah.

Oke, ini tidak penting. Mari lanjutkan ke hal yang penting.

Baca juga :
Surat untuk Kamu
SKCK

“Ada hal apa kamu menemuiku di sini, apa kata orang nanti. Aku di sini duduk berdua bersama calon istri seseroang,” aku tidak memulai dengan berbasa-basi. Sudah cukup lelah diri ini “dipermainkan” dengan kenyataan yang ternyata pahit.

“Ayoolah, kita baru saja mulai..” katamu, seraya menyeruput minuman yang masih berasap.

Aku masih diam saja. Aku fokus memakan bagian ayam terlezat; kulit ayam. “Baik, sekarang aku mau langsung to the point saja,” tiba-tiba kamu memasang mimik wajah serius. Aku ingat betul bagaimana ekspresi wajahmu saat itu. Eh, Astaghfirullah. Zina mata, akhi!

“Jawab dengan jujur, kamu suka sama aku kan?” aku melongo mendengar pertanyaan darimu. Tanda kaget.

Aku masih diam saja.

“Kenapa diem? Duh.. bodohnya aku. Kenapa aku baru sadar sekarang. Saat dimana tidak lama lagi melangsungkan akad nikah dengan orang lain. Kenapa kamu tidak bilang dari dulu?” suaranya sedikit tercekat. Nampaknya menahan air mata yang hendak tumpah.

Aku kembali diam saja. Sesak sekali rasanya dada ini.

“Aku...” sejujurnya aku bingung hendak menjawab apa. Tiga setengah detik kemudian aku menjawab, “Yaa saat itu belum siap. Uang belum ada. Jangankan uang, kerja saja belum.”

Aku kembali meraih gelas, menenggak sedikit minuman walau tidak haus, “Kini, ketika sudah siap dan uangnya telah terkumpul, aku mendengar kabar kamu sudah dipinang orang dan pinangan itu kamu terima pula. Susah payah aku mejaga diri dan menjaga hati. Kemudian aku mencintaimu dalam diam, begitu kata orang istilahnya. Ternyata, aku kalah cepat. Aduhai. Nasib.. Nasib..”

“Aku pun begitu. Aku juga mencintaimu dalam diam. Aku ragu, apakah kamu punya perasaan yang sama sepertiku atau tidak. Sebab kamu seperti tidak menunjukkan kalau kamu juga suka sama aku. Jadi, ketika ada pinangan dari orang lain, tentu saja aku menerimanya.” Kamu menutup muka dengan kedua telapak tanganmu. Aku tidak tahu pasti, tapi nampaknya kamu menangis setelah itu.

Aku menarik nafas panjang, kemudian menghembuskannya lewat belakang, “Aku mau pulang saja sekarang. Tidak baik berdua-duaan bersama perempuan, apalagi dengan calon istri orang.”

“Tunggu,” katamu.
”Apalagi?” kataku.

“Aku bisa membatalkan pinangan ini, toh kami belum menikah. Jadi sah-sah saja apabila aku hendak melepaskan pinangannya. Setelah itu, kamu nanti datang ke rumahku, temui orangtuaku. Bilang kalau kamu hendak menikahiku!” kamu mengluarkan kalimat yang aku sendiri tak habis pikir.

“Kamu gila!” kataku, dengan sedikit nada tinggi. “Bukankan kalian sudah pesan gedung, catering, dan sebagainya. Undangan pun telah disebar kemana-mana. Apa kata orang nanti!”

”Biar saja, aku tidak peduli apa kata orang. Aku cinta kamu! Aku mau nya sama kamu! Duh Gusti, kenapa aku baru mengetahuinya kalau ternyata kita saling suka. Kita saling mencintai. Apa yang salah dengan ideku ini?”

“Ide seperti ini, sama saja mencoreng namaku sendiri. Orang-orang akan berkata bahwa aku telah merebut anak gadis orang yang telah dipinang. Bukankan kata Nabi kita dilarang meminang di atas pinangan orang lain?”

“Menurutku, kamu tidak akan meminang di atas pinangan orang lain, seperti yang dilarang oleh Nabi kita. Pinangan orang lain aku lepas, setelah itu kamu meminangku.”

Aku masih melongo, mendengar kalimat-kalimat itu terlontar dari bibirmu. Cinta memang bisa membuat orang gila, yaa!

“Udah, obrolan kita sudah ngelantur jauh. Aku mau pulang saja sekarang!” aku mengatakan itu seraya bangkit dari kursi.

“Ini permintaan terakhirku, tolong fikirkan matang-matang apa yang menjadi permintaanku. Bukankah kamu dulu sempat bilang, saat kita semester delapan, bahwa sangat ingin menikah dengan orang yang kamu cintai?"

"Lalu?"

"Bukankah ternyata orang itu adalah aku?” kamu benar-benar perempuan yang tak pantang menyerah.

Aku saat itu akhirnya benar-benar pergi meninggalkanmu. Kamu juga bersiap untuk mengurus boarding pass, tak lama lagi pesawatmu berangkat. Dan itu, adalah saat kita terakhir bertemu.

Sampai di kamar, aku tidak terlalu memikirkannya lagi. Membuat kepala ini pusing. Dan di esok hari, ternyata kamu kembali menghubungiku, melanjutkan peranyaan di hari Minggu. Chat, juga telepon. Satu pun tidak aku respon. Maafkan aku. Semoga ini menjadi keputusan terbaik.

Ditulis di Tangerang, di dalam kamar yang berdebu. Pukul 23.57 WIB

Beberapa hari yang lalu ketika tengah asyik blogwalking, aku melihat tulisan Mba Eno mengenai suaminya yang botak. Katanya, suaminya hendak mengenang masa-masa ketika wajib militer dulu, ketika masih muda (sekarang tetap masih muda, kok hehee 😜)

Aku juga pernah botak. Walaupun tak terlalu botak sih. Ini terjadi ketika aku menjadi Mahasiswa Baru (Maba) di tahun 2015 lalu.  Ceritanya, ketika Ospek kami diwajibkan potong rambut. Dengan panjang maksimal hanya 1 cm saudara-saudara! Jadi sebenarnya, nyaris botak.

Tapi itu sebenarnya masih mending. Dari seluruh jurusan di Fakultas Teknik, ada satu jurusan yang lebih parah; Teknik Pertambangan. Rambut mereka hanya boleh 1mm. Iya. Satu mili meter! Gimana ngitungnya coba, kwkwkw! Jadi mereka fiks botak, sih.

Dan, tahukah kamu ada satu fakultas yang menurutku cukup enak. Apa itu? Jawabannya adalah Fakultas Ekonomi. Mereka tidak ada aturan harus potong rambut botak. Jadi rambut mereka “normal” saja.

Bagaimana kabar selepas Ospek? Sebagian kecil di antara kami balas dendam dengan cara memanjangkan rambut. Menggondrongkan diri. Dan aku masuk ke kelompok kecil tersebut. Ingin merasakan bagaimana rasanya gondrong.

Seberapa panjang? Tidak juga sih. Rekorku cuma enam bulan tidak potong rambut. Aku ingat betul. Saat itu sedang terjadi gerhana matahari, yang baru saja aku cek di Google, tanggal 9 Maret 2016. Tidak penting sekali, bukan? Kwkwkw.

Rambut enam bulan itu, sepanjang apa sih. Menurutku, untuk ukuran cowok, itu sudah dianggap cukup panjang. Dianggap tidak lazim untuk cowok yang lingkungannya berambut pendek. Kalau aku masih berstatus siswa SMA, guruku pasti sudah gatal tangannya untuk menggunting rambutku dan membuatnya “tokak”.

Sudah terbayang? Jadi pokoknya rambutku saat itu tidak terlalu gondrong, tapi sudah dianggap panjang oleh kebanyakan orang (?). Atau gini deh, kalo kamu lihat ada cewek tomboy yang berambut pendek. Nah, kira-kira gitu deh.

Dalam perspektif cowok sudah dianggap panjang, tapi kalau perspektif cewek, masih dianggap pendek. Yaa, jadi saat itu aku sempat dikira cewek tomboy. Beneran.

Saat itu, aku dan teman-temanku pergi ke suatu sekolah untuk mempromosikan acara kampusku. Coba tebak, aku dipanggil “mbak” oleh salah satu guru di sekolah tersebut. “Mbaknya boleh duduk di sebelah sini,” kira-kira begitu kata guru tersebut. Suaraku berat macam bapac-bapac begini, kok bisa dipanggil “mbak”, ahahaa! -_-

Oke, kembali ke peristiwa gerhana tadi. Setelah gerhana matahari total selesai, aku membulatkan tekad. Bapak aku beritahu bahwa aku hendak potong rambut. Dan tahukah kamu, hingga umurku sekarang yang hampir seperempat abad, aku belum pernah potong rambut di tukang pangkas, salon, barbershop dan sejenisnya. Dari kecil hingga sekarang, rambutku hanya dipotong oleh satu orang saja; Bapak.

Nah, “masalah” baru muncul. Aku kini sudah tidak tinggal di bersama orangtua. Tinggal di pulau yang berbeda dengan bapak. Bagaimana pula nanti aku mau potong rambut? Sebenarnya jawabanya simpel. Aku tinggal pulang, awwkwowkowk.

Setidaknya, aku punya “alibi” untuk sering pulang. Toh jaraknya cuma satu jam kalau naik pesawat. Jadi, aku sudah pulang beberapa kali dan hanya beberapa hari. Sabtu dan Ahad di rumah. Senin pagi sudah berangkat lagi.

Marilah pulang, temui orang tua selagi sempat, selagi jarak dekat, dan uang di kantong bersahabat. 😁😁
The Untold Islamic History, adalah buku hasil karya Bang Edgar Hamas. Aku mengetahui belio dari media sosial Instagram dan Twitter. Bang Edgar sering membuat postingan mengenai keislaman, terutama sejarah Islam. Selain akun pribadi, belio juga punya akun media sosial yang bernama Gen Saladin. Aku sangat merekomendasikan kalian untuk mem-follow kedua akun tersebut, biar bisa dapat insight baru mengenai Islam.


Kemudian, dari profil penulis di halaman akhir buku, tertulis bahwa Bang Edgar berkuliah di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar di Cairo, Mesir dan setelah itu melanjutkan ke Universitas Islam Madinah di Arab Saudi. Jadi, insyaa Allah argumen, dalil dan referensi yang ada di buku ini cukup kuat dan bisa dipertanggung jawabkan.

Oh yaa, post ini adalah lanjutan dari post yang sebelumnya, mengenai review buku yang aku baca ketika isoman. Buku yang sebelumnya di-review merupakan vovel dengan judul Mecca, I’m Coming.

Well, ada yang menarik ketika aku membaca buku ini di kamar karantina. Dari perusahaan, menyediakan satu kamar yang cukup luas dengan isi dua orang. Dan saat itu, aku sekamar dengan seorang mas-mas kafir yang bukan beragama Islam.

Ketika dia melihat di samping ranjangku ada tumpukan buku, dia menanyakan perihal itu, “Waah, hobi baca buku ya mas, buku apa aja tuh? Saya boleh pinjam gak?”
“Tentu saja, boleh mas,” aku menjawab dengan senang hati.
“Ada buku apa saja emangnya yang dibawa?”
“Ooh ini ada novel, satunya mengenai sejarah,”
“Sejarah ya, menarik itu. Saya suka kalau buku-buku mengenai sejarah,” kata mas-mas yang sekamar denganku. Dia kemudian Kembali bertanya, “Memangnya itu sejarah tentang apa, mas?”
“Eumm.. Sejarah Islam, mas.”

Dengan raut muka kecewa dia berkata, “Kalau sejarahnya mengenai itu, saya tidak bisa membacanya, mas..”
Aku hanya ber-hehe saja.


Lanjut mengenai tampilan  buku. Fisiknya sangat baik. Dengan harga hanya sembilan puluh ribu-an, buku ini punya hard cover. Biasanya buku dengan harga segitu covernya adalah soft, bukan hard. Jumlah halamannya lebih dari 250 dan buku ini menggunakan kertas majalah dan full color saudara-saudara!
Menarik sekali memang kemasannya.

Apa isi buku ini?
Sesuai judulnya, buku ini menceritakan sejarah-sejarah Islam yang jarang diceritakan, yang jarang diketahui oleh kita, atau bahkan cerita sejarah yang kita ketahui, ternyata tidak seperti itu adanya. Aku akan menceritakan beberapa bagian dari buku ini. Mari kita mulakan!


Ka’bah
Banyak dari kita sebagai orang awam, mengetahui bahwa Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim. Padahal (menurut penjelasan buku ini), Nabi Ibrahim hanya “meninggikan” bangunan Ka’bah, bukan “membangun” Ka’bah dari awal.
Dalilnya? Surat Al-Baqarah ayat 127.
Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail...

Betul, kan? Lihat yang dicetak tebal. Meninggikan fondasi. Itulah yang dilakukan Nab Ibrahim.
Lalu, siapa yang membangun Ka’bah dari awal? Menurut Ibnu Al-Jauzi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan ulama lainnya, jawabnya ialah... Nabi Adam.

Thariq bin Ziyad
Salah satu bab yang menurutku cukup menarik, mengenai Thariq bin Ziyad. Ia adalah pemimpin pasukan Muslim di Afrika Utara yang hendak berhadapan dengan pasukan Kafir di Spanyol. Kita sering mendengar bahwa Thariq bin Ziyad membakar kapalnya untuk “memaksa” pasukannya agar memenangkan pertempuran dan tidak kabur dari medan perang.
“Wahai pasukanku, lautan ada di belakangmu dan musuh ada di depanmu! Tidak ada pilihan lain selain berjuang!” beginilah quote yang terkenal  yang katanya berasal dari Thariq bin Ziyad.

Pertanyaannya adalah, apakah kalimat tersebut benar-benar keluar dari mulut Thariq bin Ziyad?
Ternyata, kisah tersebut baru muncul 400 tahun setelah Thariq bin Ziyad menaklukkan Spanyol. Faktanya, tidak mungkin beliau melakukan itu. Pertama, sebab mubazir. Kapal itu pun adalah kapal sewa. Kedua, dalam Islam tidak pernah ada paksaan dalam berjuang.

Mitos pembakaran kapal ini, dihembuskan oleh Sejarawan Eropa masa lalu untuk menutupi “ketakjuban” mereka bagaimana mungkin pasukan Muslim yang sedikit (sekitar 12 ribu pasukan) mengalahkan 100 ribu pasukan dari kaum Kafir.
“Kok bisa?” gumam mereka saat itu.

Bangsa Barbar
Mari kita jujur pada diri kita sendiri. Apa yang ada di benak kita, ketika mendengar istilah “barbar”?

Tentu saja hampir dari kita semua sepakat; Barbar berarti istilah untuk menyebut suatu kelakukan yang tidak sopan, sembarangan, suka berbuat kerusakan dan sebagainya.

Dalam Kamus Bahasa Inggris, “Barbarian” diartikan sebagai masyarakat primitif dan kasar. Pun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Barbar” berarti bangsa yang tidak beradab.
Sedih sekali.

Padahal, Barbar adalah salah satu suku bangsa yang ada di Afrika Utara. Thariq bin Ziyad dan pasukannya adalah orang yang bersuku Barbar.

Mandi
Cerita ini terjadi di tahun 900-an. Khalifah Abbasiyah yang bernama Al-Muqtadir Billah mengutus Ahmad bin Fadhlan dan rombongannya melakukan ekspedisi ke Kerajaan Volga Bulgaria (kini berada di Rusia) yang dihuni oleh Bangsa Viking.

Kebanyakan Bangsa Eropa masih belum mengenal mandi. Padalah, Rasulullah Muhammad saw telah mengajarkan bersuci dengan air dengan cara wudhu dan mandi junub (HAYOOLOOO SIAPA SERING MANDI JUNUB 😛) kepada umat Islam sejak 400 tahun sebelumnya.

Ahmad bin Fadhlan mengatakan Bangsa Eropa tidak memiliki budaya kebersihan yang baik. Jalanan becek dan penuh sampah. Orang-orang tidur di samping binatang ternaknya, dan ketika mereka hendak melakukan hubungan seks, mereka tanpa malu langsung melakukan saja di depan teman-teman mereka (eh tapi nampaknya hari ini masih ada juga yang seperti ini sih, malah sambil direkam dan kamu hobi menontonnya wokwowk).

Ketika di pagi hari, mereka tidak mandi. Dengan seember air, mereka hanya mencuci muka (hari ini juga masih banyak yang di pagi hari hanya mencuci muka, hehe), menyisir rambut dan meludah dengan air itu, tanpa mengeluarkan airnya dari ember. Selanjutnya, ember tersebut dipakai oleh orang lain, dengan air bekas orang yang telah dipakai sebelumnya. Kemudian air yang sama, dipakai oleh orang yang lain lagi. Bayangkan, betapa joroknya, bukan! Hihihii.

Ahmad bin Fadhlan menyaksikan itu dengan nyata, seolah tak percaya. Peradaban muslim yang saat itu sudah cukup maju, pun dengan ilmu pengetahuannya yang modern (pada masanya), namun di Eropa penduduknya masih sangat jorok dan terbelakang.

Namun, itu masa lalu. Hari ini, nampaknya keadaan dunia terbalik. Kondisi dunia Eropa yang sangat maju, kota-kota rapi, bersih, tertata. Mereka juga dalam segi ilmu pengetahuan maju. Berbeda dengan kita, umat Islam hari ini, malah berkebalikannya. Nampaknya, memang ada yang salah dengan kita. Mari kita perbaiki bersama, agar dapat mengembalikan kejayaan ummat, eaakk!

Kritikan terhadap buku

Namanya manusia biasa, penulis pasti ada kelebihan dan ada kekurangan. Akan adil apabila aku membahas kekurangan buku ini juga. Akan tetapi, di sini aku bukan mau membahas kekurangan atau mengkritik mengenai konten bukunya.
Kalau mau mengkritik konten, aku tidak bisa. Aku tidak memiliki kapasitas keilmuan di bidang sejarah Islam. Sejak SD hingga kuliah, Pendidikan formalku di sekolah “umum” saja. Hehhe.
Oh yaa, ini sebenarnya bukan kritik sih. Lebih ke koreksi atau saran. Sebagai pembaca awam, membuat mata ini tak nyaman membacanya.

Pertama, inkonsistensi penulis. Di beberapa bab, Bang Edgar menggunakan “saya” untuk menyebut dirinya. Namun di bab lain, menggunakan “aku”. Jujur saja, hal ini membuatku sedikit gemeuush.

Kedua, ada yang typo. Aku tidak ingat ada berapa. Yang aku ingat, kata “kamus” tertulis “kamu”. Ada lagi, tapi lupa aku catat, sih.

Ketiga, ada di bab “Yang Istimewa dari Istimewa”. Bang Edgar menggunakan contoh kasus Diego Maradona yang mendapat julukan “Si Tangan Tuhan” berkat gol nya di salah satu pertandigan di Piala Dunia. Bang Edgar mengatakan Maradona mendapat julukan tersebut, sebab orang tidak ada yang menyangka, Maradona dengan tinggi hanya 165 cm bisa melesat ke angkasa untuk menyundul bola ke gawang lawan.

Padahal, sependek pengetahuanku, alasannya bukan itu. Maradona benar-benar menggunakan tangannya untuk memasukkan bola ke gawang lawan, dan wasit tidak melihatnya dengan jelas. Jadi, Maradona sebenarnya agak curang saat itu, tidak menggunakan kepala untuk menyundul bola. Hehee..
CMIIW yaak. Correct me if I'm wrong.

Dan terakhir. Kalau mau beli buku ini, silahkan hubungi sosial medianya bang Edgar saja yaa! 



Aku suka kamu. Itulah inti surat dariku. Rasa ini, sudah sejak enam tahun lalu. Timbul ketika di semester satu.

Mungkin kamu tidak ingat. Tapi, aku masih ingat betul saat itu. Tetiba ada satu pesan di aplikasi Line. Berasal dari seorang yang belum ada di kontakku, "Afwan, boleh masukin aku ke grup kelas?"
Tentu saja aku menjawab, "Oh yaa. Boleh. Nanti aku invite," klik, pesan itu terkirim.

Itu adalah pesan pertama darimu. Dengan profil picture Sakura (tokoh dalam serial kartun Naruto), namun mengenakan jilbab. Aneh sekali menurutku foto profil seperti itu.
Tapi, sebenernya ada hal yang lebih aneh lagi. Kenapa aku mengingat hal retjeh nan tidak penting seperti ini. Hahaha!
Oh yaa. Namanya juga udah suka. Hal yang tidak penting pun, serasa menjadi maha penting. Hemmm...

Pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa aku bisa suka kamu.
Mungkin ini ada dalam benakmu. Tapi mungkin juga tidak. Sebab kamu tidak peduli denganku. Xixiixii.

Yaa, menurutku kamu agak berbeda. Ciwi-ciwi di kampus ada yang berjilbab, ada yang tidak. Yang berjilbab, jilbabnya biasa saja. Mereka pun masih mengenakan celana panjang.

Kalau kamu?
Jilbabmu besar dan lebar. Menutup hampir seluruh tubuh. Mengenakan gamis dan rok. Kaus kaki selalu dikenakan (toh kaki termasuk aurat perempuan, jadi adalah betul bagi perempuan mengenakan kaus kaki ketika di lingkungan umum).

Oh yaa, satu lagi. Ketika dalam suatu acara organisasi kampus, outbond katakanlah. Kamu masih saja mengenakan rok dan kaus kaki. Di saat ciwi-ciwi lain mengenakan celana panjang training dan tanpa kaus kaki.
Padahal, saat itu kita hendak main becek-becekan dan lumpur-lumpuran. Kamu satu-satunya yang mengenakan pakaian itu. Apa tidak sulit ya? Pasti ribet sekali nampaknya.

Itulah yang membuatku kagum kepadamu. Sangat teguh pendirian terhadap apa-apa yang kamu yakini.
Tapi yaa itu. Aku terkadang masih meragu. Terhadap rasa yang ada dalam diriku.
Apakah hanya sebatas kagum, terhadap orang yang teguh pendirian.
Atau hanya sebatas suka, cocok diajak menjadi teman ngobrol diskusi (terutama politik, pergerakan, dan sebagainya, sebab kita sama-sama simpatisan partai yang sama, wowkwk).
Atau mungkin lebih dari itu. Cinta. Ada rasa lebih dari sekedar ingin menjadi teman diskusi. Melainkan teman sehidup semati. Rasa ingin memiliki. Hiiihi.

Sebenarnya, ada satu hal lagi yang membuatku ragu. Apakah aku pantas untukmu? Apakah kita kufu? Aku tidak tahu.
Dengan apa yang aku lihat, pendirianmu yang sangat kuat terhadap Islam. Tahu batasan-batasan. Menjaga diri dari hal-hal yang tak diperkenankan. Itulah kamu.
Sedangkan aku, yaa masih gini-gini aja. Mungkin, tidak se-kencang dirimu dalam ber-Islam.

Kini. Kita sudah sama-sama berada di sekitaran Ibukota Negara. Kamu di ujung utara, aku di barat daya.
Emang agak jauh, ya.
Namun, kalau mau jumpa, tetap bisa. Tiga jam naik motor waktu tempuhnya.

Muncul pertanyaan baru. Kenapa aku menulis ini?
Sebenarnya beberapa waktu lalu, salah satu penerbit terkenal membuat event; Surat Anonim dari Kamu untuk Dia.
Lima surat terpilih akan dikirimkan penerbit ke orangnya langsung.
Rencananya, tulisan ini akan aku kirimkan ke event tersebut.

Tapi, ah... Rasa-rasanya aku tidak punya nyali. Kalau suratku benar-benar terpilih dan diantarkan langsung oleh penerbit kepadamu; Aku harus bilang apa?

Ada dua kemungkinan. Pertama, kamu punya rasa yang sama denganku. Maka selanjutnya adalah, kita bisa melanjutkan pembicaraan ini ke arah yang lebih serius.

Tapi, tetap saja. Aku tidak yakin. Apakah kamu mau dengan orang sepertiku, dan apakah kita kufu?
Lagi-lagi, tapi (mon maap kebanyakan tapi-nya wkwwkk), aku tetap harus optimis. Kata kawan yang lain, ada kemungkinan kamu juga ada rasa yang sama sepertiku (walaupun masih sedikit, tapi besok-besok kan bisa ditumbuhkan). Tidak semua laki-laki bisa ajak kamu jalan.

Tapi, aku? Tentu saja bisa! Dan yang terpenting adalah, bukan aku yang mengajakmu jalan, melainkan kamu yang mengajakku. Aku sudah selangkah lebih maju daripada laki-laki lain di luar sana. Hehehe.

Kemungkinan kedua. Rasional saja. Hubungan kita hanya sebatas pertemanan. Rekan diskusi. Tidak lebih. Aku saja yang berharap terlalu jauh kepada kamu. Padahal mah, berharap itu hanya kepada Allah! :((
Mau dibawa kemana mukaku kalau mengirim surat "aneh" ini kepadamu.

Kesimpulannya; Surat ke penerbit tidak jadi aku kirimkan. Biarlah aku tulis di blog ini saja. Aku tidak berharap kamu baca tulisan ini sih, tapi ya kalau kamu baca. Tidak apa-apa. Mohon maaf kalau tulisannya tidak jelas. Ehehe..

Ditulis dalam perjalanan bus, di tengah hiruk-pikuk jalanan Jabodetabek.


Sumber gambar; bobo.grid.id
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Kang Mas Joe adalah seorang yang berpengalaman dalam pahit dan getirnya kehidupan, walaupun nyatanya tidak terlalu pahit. Mencoba berbagi tulisan melalui blog, semoga ada hikmah yang bisa diambil. Apabila ada kritik, saran, nasihat dan mau kerjasama. Silahkan DM melalui Instagram dan Twitter @KanggMas_Joe. Terimakasih!

POPULAR POSTS

  • Balonku Ada Lima
    Jangan terkejut, ini bukan jimat, mantra, doa atau sebagainya!  Untuk kamu yang sudah jago membaca Al-Quran sejak kecil, aku yakin kamu past...
  • 3 Bloggers yang Rajin BW
    Seperti biasa, di setiap penghujung bulan, Mbak Eno yang baik hatinya kembali membuat challange. Ini adalah event ketiga dari challange- nya...
  • Masjid Cheng Hoo
    Masjid Muhammad Cheng Hoo, adalah salah satu masjid yang cukup terkenal di Palembang. Sering dijadikan sebagai tempat wisata religi. Menurut...
  • SKCK
    Adinda  Kita duduk berdua  Setelah lama tak bersua  Kini berada di Polresta  Guna mengurus es-ka-ce-ka  Hahahaa...    Aku tidak tahu  Kenapa...
  • Siapa Namamu?
    What is your name?  Maa ismuka?  Jenenge sopo?  Namina saha?  Namo kau siapo?  Itu semua punya arti yang sama dalam Bahasa Indonesia; Siapa ...

Categories

  • Bisnis
  • Cerita
  • Opini
  • Perjalanan
  • Sajak
  • Tutorial

Copyright © 2021 Kangg Mas Joe. Created by OddThemes