Kangg Mas Joe

Blognya Dodo. Tidak semua yang diposting adalah nyata, banyak pencitraan dan fiksinya.

Jujur saja, tulisan ini terinspirasi dari Mbak Lia sang Pemimpi ~ si Peri Kecil (eh, bener ga namanya?). Aku ter-trigger atas tulisannya yang menceritakan bahwa sudah baca tujuh puluh dua buku di tahun 2020, dan me-review beberapa buku yang doi baca.

Aku memang telah membaca beberapa buku di tahun 2020, walaupun tidak sebanyak mbak Lia. Aku akan membahas di sini, sekaligus buat pencitraan (sesuai dengan judul). Biar dikira rajin baca buku. Padahal, aselii nya mah kagak! Ehehe.


Foto di atas adalah rak buk milikku, tidak banyak memang isinya. Dan juga masih banyak yang masih terplastik, belum dibuka. Ada juga yang plastiknya udah dibuka, tapi belum selesai dibaca. Wowkwok.

Jadi, buku apa aja yang udah aku baca? Cekidot!


Bulan Terbelah di Langit Amerika


Buku ini aku mulai baca di bulan Desember 2019, dan selesai pada Januari 2020. Kalo ga salah sih, gitu. Harganya Rp 20.000. Aku beli di Gramedia, di rak buku diskon. Lumayan. Ini novel yang cukup terkenal beberapa tahun lalu. Sebelum membacanya, aku telah menonton film ini sebelumnya, ketika masih jadi siswa SMA. Itulah sebab aku tertarik untuk membelinya.

Buku ini bercerita tentang seorang tokoh Hanum dan Rangga (sesuai nama asli penulisnya, tapi aku tidak tahu apakah ini kisah nyata  atau tidak). Dikisahkan tentang pertanyaan Apakah Dunia akan Lebh Baik tanpa Islam? Kira-kira seperti itu. Dan di akhir cerita, terjawab pertanyaannya. Ada tokoh yang sangat membenci Islam (sebab dilatari oleh peristiwa "terorisme" 9/11), akhirnya ia tersadar. Dan tokoh Hanum, menjadi ber-hijrah. Sebelumnya tidak menggunakan jilbab, kemudian memutuskan untuk mengenakan jilbabnya.

Menurutku, bukunya cukup lambat dalam alurnya. Jadi, aku tidak terlalu menikmatinya. Aku lebih suka menonton filmnya daripada membaca bukunya. Overall, buku ini tetap menarik. Banyak hikmah yang didapat.


Strategi B25


Masih dari rangkaian buku diskon Gramedia, buku ini juga seharga Rp 20.000. Strategi mengenai bisnis properti (dan bisnis lainnya) agar bisa lebih maju dan berkembang. Banyak strategi yang diajarkan di buku tersebut. Salah satu yang aku ingat adalah, tentang hutang. Penulis buku, yang juga praktisi bisnis properti, mengatakan bahwa untuk memulai bisnis janganlah melalui hutang. Kenapa? Bisnis belum tentu laku, tapi membayar hutang adalah pasti. Kalo bisnis kita rugi, hutang tetaplah harus dibayar. Itu resiko yang cukup besar.

Di bab terakhir, dijelaskan mengenai strategi utama yang sangat menarik. Namun, aku sebagai seorang muslim, tidak bisa menerapkan strategi utamanya. Sebab, dalam kepercayaanku, ada batasan dalam berbisnis. Kami tidak bisa menghalalkan segala cara. Cara yang diajarkan di buku itu, ternyata bersistem dengan riba dan gharar. Dosa riba yang paling ringan adalah, sama dengan berhubungan badan dengan ibu kandung sendiri. Seram sekali, bukan!
So, bagiku hal ini tidak bisa ditawar. Hehehe.


Memotret Milky Way


Buku ketiga dari perburuan buku diskon Gramedia, wkwkkw. Harganya Rp 10.000. Berisi foto-foto angkasa. Menurutku foto-fotonya cukup indah, dari pandanganku sebagai orang awam dalam dunia fotografi.


Kiss The Kong


Lagi-lagi, perburuan buku diskon belum usai. Buku ini harganya juga sama, Rp 10.000. Menjelaskan tentang bagaimana strategi closing ke suatu perusahaan, dengan posisi kita adalah karyawan suatu perusahaan mitra (B2B). King kong di sini adalah boss dari perusahaan yang hendak menjadi target closing kita. 


Rentenir Penolong Pedagang Kecil


Buku terakhir dari preburuan diskon. Ekspetasi awalku ketika membeli ini adalah, pasti akan  bercerita tentang kiat-kiat menghadapi rentenir bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Aku sangat butuh asupan materi tentang menghadapi rentenir, karena aku memang berencana untuk "memerangi" riba, terutama masyarakat menengah ke bawah. Banyak yang tak faham bahwa rentenir adalah riba, dan itu tidak dibenarkan dalam agama. #Eaakk
Nyatanya? Kamu bisa lihat sendiri daftar isi dan bab pertama buku ini.



Sejujurnya, aku awalnya berniat untuk memfoto sendiri buku yang aku miliki. Karena sudah kadung kesal, kecewa dengan ini bukunay yang click-bait, aku sudah menyimpan bukunya ke gudang, bukunya tidak aku selesaikan. Aku simpan di box tempat buku-buku lama. Kemarin aku hendak mencari buku  itu, namun tidak ketemu. Jadi, aku mencari referensi lewat Google saja. Hehhee.

Well, kenapa bukunya malah bahas politik? -_-
Kemudian, isinya juga cukup tendensi ke kelompok Islam Politik yang dianggap menolak Jokowi-Ahok menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Menurutku adalah wajar sebagian ummat Islam menolak dipimpin oleh minoritas karena mereka mayoritas. Coba logikanya dibalik. Apakah mayoritas ummat Hindu di Bali akan menolak ataukah menerima apabila ada seorang Muslim yang ingin menjadi Gubernur di sana?


Notes from Qatar


Buku ini bukan buku diskon, tapi pemberian dari girl-friend alias teman perempuanku. Doi memberi beberapa buku lamanya kepadaku dan dengan senang hati aku terima (walaupun sampai sekarang belum semuanya dibaca). Buku ini ditulis oleh seorang blogger. Intinya, tulisan blog yang dijadikan buku. Si penulis adalah mahasiswa di salah satu kampus yang ada di Qatar. Buku ini banyak bercerita bagaimana kehidupan dan perkuliahannya di sana. Jujur, aku jadi ingin berkuliah di Qatar juga. Hahaa!


Marmut Merah Jambu


Sama seperti buku Notes from Qatar, buku ini juga pemberian dari seorang girl-friend. Tapi, girl-friend yang lain lagi. Ehehe.
Doi memberi tiga buku kepadaku, sebab katanya mau bersih-bersih rumah. Mau "membuang" barang yang tiak diperlukan, sebab mau pindahan.... Pindah ke rumah suami alias doi mau nikah bentar lagi.. ~

Salah satu cerita yang menarik dari buku ini adalah, ketika Bang Radit sedang nge-date. Kemudian, doi-nya Bang Radit bilang bahwa dia suka sekali cerita di salah satu bab bukunya, tentang bokep bokapnya dan celana dalamnya. Bang Radit jadi merasa ilfill dengan cewek tersebut. Bang Radit lebih respect sama cewek yang ngobrol tentang kehidupan yang nyata. Maksudnya, persona Bang Radit sebagai sosok yang bodoh dan kocak di bukunya, dalam kehidupan nyata belum tentu demikian.

Jadi, kalo kamu hanya kenal dengan aku melalui media sosial, yang kesannya seperti ini. Bisa jadi kalo kamu kenal dengan aku di real life, tidaklah demikian. Media sosial hanyalah pencitraan! :")


Ngenest Ngetawain Hidup ala Ernest


Buku ini adalah buku kedua (dari tiga buku yang diberi girl friend). Ditulis oleh Ernest, seorang komika beretnis Tionghoa. Berisi banyak lawakan yang menceritkan keresahannya sebagai minoritas di Indonesia. Banyak lawakan dari buku ini sebenarnya sudah aku tonton di stand-up Koh Ernest di Youtube.


Manusia Setengah Salmon


Karena sudah membaca salah satu buku Bang Raditya Dika, aku jadi kepengen baca buku belio yang lain lagi. Walaupun udah baca berulang-ulang, tetap saja ngakak.

Buku ini, adalah buku yang bersejarah bagiku. Sebab, ini adalah buku fiksi pertama yang aku beli dengan uang sendiri. Seingatku, aku membelinya ketika kelas tiga SMP. Saat buku ini baru di-launching, beberapa temanku membicarakan buku ini dan bahkan ada yang membawannya ke sekolah dan "menyombongkan" buku itu. wkwkwk. Aku hanya bisa pinjam sebentar saja. Sebab aku kesal dan tidak enak sama teman kalo pinjam terus. Jadi aku beli sendiri saja. Hahaa!

By the way, Bang Raditya Dika adalah salah satu penulis favoritku. Style cara menulisnya, sedikit-sedikit aku ikuti, walaupun tidak sama persis. Hehehe.


Pulang, Pergi dan Pulang-Pergi





Ketiga buku ini adalah buku bersambung yang ditulis oleh Tere Liye. Buku ini menceritkan suatu konflik politik dan ekonomi dunia yang ternyata dikuasai oleh hanya segelintir orang, di belakang layar. Katanya hanya ada sembilan keluarga penguasa dunia, para elit global yang merancang konspirasi di dunia. Disebut juga shadow economy.

Aku tidak tahu, bagaimana bang Tere bisa sedetail itu menggambarkan shadow economy di bukunya. Jangan-jangan, di dunia nyata beliau memang pemain shadow economy haha!
Selain ketiga buku ini, telah ada dua buku sebelumnya yang berhubungan. Negeri di Ujung Tanduk dan Negeri Para Bedebah. Kemudian, kelanjutan dari sekuel ini adalah Bedebah di Ujung Tanduk. Sungguh strategi marketing yang sangat menarik!
Oh yaa, ketiga buku ini aku baca secara online. Beli bukunya di Google Books.


Drunken Mama, Drunken Molen dan Drunken Moster




Buku ini cukup kocak, ditulis oleh dosen ITB. Pak Pidi Baiq. Karya beliau yang fenomenal selain sekuel ini adalah Dilan dan Milea (aku lupa judul aslinya gimana, wkwk).
Yang menarik dari buku Drunken Mama, Drunken Molen dan Drunken Moster adalah di akhir buku terdapat Referensi alias Daftar Pustaka, berasal dari beberapa buku Bahasa Inggris pulaak. Penulis yang sangat serius untuk buku yang tidak serius!
Oh yaa, buku ini aku baca gratis melalui ponsel di aplikasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia; iPusnas.




Merindu Baginda Nabi dan Kembara Rindu



Buku yang ditulis oleh Ustadz Habiburrahman El-Shirazy (Kang Abik). Seorang ustadz pengasuh salah satu Ponpes di Jawa Tengah, lulusan Universitas Al Azhar Mesir. Karya beliau yang tak lekang oleh zaman adalah Ayat Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.

Kedua buku ini (bahkan buku-buku Kang Abik yang lain), punya alur yang mirip. Bercerita tentang lingkungan pesantren, keislaman, dan prestasi si tokoh utama.
Merindu Baginda Nabi menceritakan tentang seroang anak perempuan yang merupakan "anak pungut" yang diasuh oleh orang yang tepat. Akhirnya menjadi anak yang berprestasi sampai ikut program pertukaran pelajar ke Amerika dan Eropa.

Sedangkan Kembara Rindu, berkisah tentang konflik keluarga. Seorang ayah yang diam-diam berpoligami. Sedihnya, terjadi ketimpangan di sini. Anak-anak dari istri pertama hidup berkecukupan, sedangakan anak dari istri kedua hidup prihatin. Akhirnya anak-anak mereka memperebutkan harta warisan. So, buku ini bagus sebab mengajarkan bagaimana warisan yang seharusnya dibagi secara adil. Adil dalam hukum Islam yaak! :)
Sayangnya, buku ini belum selesai. Bersambung ke jilid kedua yang belum tahu kapan terbitnya.

Oh yaa, kedua buku ini sebenarnya sudah kubaca sebelumnya. Karena gabut, aku coba baca ulang. Siapa tahu dapat hikmah-hikmah baru. Fyi, untuk buku Kembara Rindu aku dapatkan saat open BO eh, open PO. Bertanda tangan sang penulis.

Terkahir, sepengamatan sotoy-ku, Kang Abik adalah kader salah satu parpol Islam, yang mana parpol tersebut baru saja mengubah logonya menjadi dominan berwarna oren.


Udah, segitu dulu yaak. Capek menatap laptop sejak pagi. Besok-besok disambung, insyaa Allah!

Bersambung..


Baru tadi sore, aku membuka Facebook di ponsel kesayanganku. Aku mendapati notifikasi dari sebuah postingan bapakku. Seseorang berkomentar beberapa menit yang lalu, “Waah selamat yaa anaknya diwisuda!”

Aku kemudian meng-klik notif itu. Postingan tersebut sangat ramai oleh ucapan selamat, hampir seratus dua puluh jumlah komentarnya. Semakin scroll ke atas, semakin aku sadar. Postingan itu sudah sejak delapan bulan lalu, Yaa, artinya aku menjadi pengangguran sudah selama itu.

Dua hari yang lalu, aku diajak oleh seorang teman untuk mengunjungi sebuah coffee shop yang baru saja buka. Sebagai traktiran atas gaji pertama, katanya ketika mengajakku. Aku mengiyakan. Sejujurnya, aku cukup senang mendengar hal ini. Temanku akhirnya mendapat pekerjaan yang telah dia idam-idamkan sejak kecil. Aku telah mengenalnya sejak masih menjadi bocah ingusan. Kami bersekolah di SD hingga SMA yang sama.

Di sisi lain, aku juga masih merasakan getir. Ada suatu ruang hampa yang bergetar. Walaupun sekolah kami sama, nasib kami berbeda. Hampir sembilan puluh lamaran (saat tulisan ini terbit, sudah seratus sepuluh jumlahnya) telah aku apply kemana-mana. Perusahaan milik negara sampai milik swasta. Dari Aceh, kotanya Cut Nyak Dhien hingga Makassar, kerajaannya Sultan Hasanuddin. Hasilnya beragam, ada yang gagal di tahap tes tertulis, ada yang di psikotes, namun lebih banyak yang tiada ber-khabar. Pandemi Covid-19 benar-benar melumpuhkan roda perekonomian. Jangankan orang mau cari kerja, yang ada pekerjaan saja banyak yang di-PHK. 

Apa yang kami obrolkan di coffee shop itu? Tentunya beragam. Mulai dari perkembangan ekonomi dunia, konspirasi elite global, hingga geo-politik di Timur Tengah. Dan pada akhirnya, tiba pada bahasan favorit kita semua. Ghibah. Apalagi tetangga sendiri yang jadi obyeknya. Pasti seru! Hehehe.

Apa itu ghibah? Simpelnya, bisa diartikan sebagai kegiatan nyinyir alias membicarakan keburukan orang lain dari belakang. Hal yang diperbincangkan berupa fakta, memang benar-benar terjadi.

Namun, apabila perbincangannya bukanlah suatu fakta, tidak benar-benar terjadi, kabar bohong alias hoax maka jatuhnya bukanlah ghibah, melainkan fitnah. Maju kena, mundur kena. Sama-sama dosa!

Kemudian, level advanced dari nyinyir adalah namimah. Didefinisikan sebagai membicarakan keburukan orang di depan orangnya langsung. Kadang juga, namimah disebut sebagai adu domba. Sungguh mulia sekali perbuatan ini!
Aku masih sangat hafal definisi dan perbedaan antara ghibah, fitnah dan namimah. Materi ini aku dapatkan ketika pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA kelas sebelas. Hehehe.

Well, berdasarkan definisi yang telah aku paparkan di atas, aku sebenarnya ragu untuk menuliskan cerita ini. Awalnya yang hanya per-ghibah-an antara dua orang, kini menjadi ratusan hingga ribuan orang. Sebab, tulisan ini tersebar di internet dan dapat diakses oleh siapa saja. Haha.
Namun, karena sudah terlanjur. Yaa udah, silahkan menikmati materi pergunjingan duniawi ini! Awkwokwk.

***

So, apa kesibukanku saat ini setelah wisuda? Jawabannya simpel, mencari kesibukan. #Ehh
Selain itu, aku juga membantu ibu berjualan. Kami punya warung kecil di rumah. Menjual berbagai kebutuhan pokok seperti minyak goreng, mie instan, gula, gandum, garam, ciki, permen, pulsa, micin hingga rokok. Aku adalah penjual rokok yang tidak merokok. Aku peduli kepada kesehatan diri sendiri, tapi tidak peduli kepada kesehatan orang lain. Heee~

Saat itu, ada seorang tetangga yang hendak membeli rokok.
“Doo!” Katanya.
“Iya!” Kataku.
“Mau beli nih.”Katanya lagi.
“Beli apa?” Kataku lagi.
“Beli rokok.” Kata orang itu.
“Rokok apa?” Aku mulai kesal.
“Rokok Sam*su.” Orang itu menjawab.
“Berapa batang?” Aku bertanya lagi.
“Dua batang saja.” Dia menjawab pertanyaanku.

“KENAPA KAU TIDAK DARI AWAL LANGSUNG BILANG SAJA, MAU BELI ROKOK SAM*SU DUA BATANG! AKU TIDAK CAPEK BERTANYA TERUS. WOYY!” Aku bergumam kesal dalam hati.

Orang itu kemudian meminjam korek untuk menyalakan rokoknya. Menghisapnya dalam-dalam, sampai ke paru-paru. Setelah itu menghembuskan asapnya ke wajahku. Memang ga ada akhlak.
“Jadi kamu sudah kerja di mana, Doo?” Dia bertanya sambil menghisap rokok.
“Masih mencari, om.” Kataku sambil tersenyum.

“Kalau anakku, si Bejo, kini sudah jadi PNS. Dia jadi guru di salah satu SMA unggulan yang ada di kabupaten sebelah. Nasibnya baik sekali, wisudanya dapat summa-cum-laude. Habis wisuda langsung ngajar di bimbel. Tidak lama setelah itu, ada pendaftaran PNS dan langsung diterima. Tidak ada jadi pengangguran dia. Katanya pun, tidak lama lagi bakal diangkat jadi wakil kepala sekolah.” Orang itu mulai menyombongkan anaknya.

“Padahal, dulu dia pengen jadi polisi. Tapi aku larang, aku suruh kuliah saja jadi guru. Guru itu nasibnya terjamin. Terbukti kan hasilnya sekarang. Coba kamu kuliahnya jadi guru saja, Doo. Tidak usah kuliah di Fakultas Teknik. Pabrik mana yang sekarang mau terima sarjana teknik, sedang pandemi seperti ini. Masa depan tidak cerah. Sudahlah, pokoknya jadi guru saja.” Orang itu kembali meracau tidak jelas.

“Iya, om.” Aku menjawab sekenanya saja, demi menjaga sopan santun. Heyy, apa hak Anda melarang-larang saya berkuliah di Fakultas Teknik dan menyuruh saya menjadi guru. Kenapa Anda mengatur-ngatur hidup saya! Wqwkqk.

Apakah hanya satu tetangga yang kurang ajar seperti itu? Tidak, masih ada lagi.
Ceritanya masih sama, terjadi di warung. Seorang bapak-bapak hendak membeli pulsa. Setelah pulsanya masuk, dia malah mengajakku ngobrol, “Kamu sudah kerja, Doo?”

“Belum, om. Hehe.” Lagi-lagi, aku menjawab sambil tersenyum.

“Waaah. Kalau anakku, kemarin tamat SMA langsung bekerja jadi teknisi di tempat pemasangan CCTV. Kini dia telah sangat ahli. Jadi, kalo ada kerusakan, boss-nya pasti langsung memanggilnya. Lumayanlah, dapat banyak bonus. Satu bulan bisa sampai sembilan juta rupiah. Sekarang dia mau daftar kuliah, jadi sambil kerja sambil kuliah.” Orang ini juga membanggakan anaknya di depanku.

“Iya, om.” Aku hanya menjawab seperti itu. Dia terus nge-bacot tanpa jemu.

Belasan menit kemudian, orang tua itu akhirnya berhenti meracau ketika ada orang lain yang mau belanja di warungku.
“Sudah dulu yaa, Doo.”
“Iya, hati-hati di jalan om!” Aku tetap terlihat ramah pada pelanggan dengan rupa seperti apapun. 

***

Adakah pelajaran yang dapat diambil dari cerita ini? Menurutku, ada dua hikmah dari masing-masing persepsi.

Pertama, dari sisi pembeli di warung alias dari sisi orang yang telah mendapat sesuatu yang diinginkan. Mungkin, kamu boleh bangga, boleh senang hati atas apa yang telah didapatkan. Siapa dong orang tua yang tidak senang terhadap anaknya yang telah mendapat pekerjaan dengan gaji lumayan. Orang tua mana pula yang tidak bangga ketika anaknya menjadi PNS. Pasti orang tua sangat senang dan bangga akan hal itu. Namun, harus diperhatikan tempatnya.

Apabila orang yang menjadi lawan bicara malah menjadi sedih atau kesal atau malah iri hati dengan isi pembicaraanmu, baiknya tidak usah berbicara. Jangan membicarakan anakmu yang telah mendapat pekerjaan, kepada orang yang belum mendapat pekerjaan. Jangan membicarakan tentang penatnya dunia perkuliahan, kepada orang yang tidak kuliah. Jangan membicarakan keuntungan bisnismu yang sedang melimpah ruah, kepada orang yang bisnisnya baru saja hancur berantakan. Jangan bicara tentang lelahnya kaki yang dipakai untuk berjalan dan berlari, kepada orang yang tidak punya kaki. Jangan! Kehadiran dirimu malah menjadi masalah baru.

Pelajaran kedua, dari sisi aku si penjual di warung alias dari sisi orang yang belum mendapat sesuatu yang diinginkan. Baiknya, kita tidak usah terlalu ambil pusing terhadap perkataan orang. Anggap saja angin kentut yang telah berlalu. Tidak usah baper. Kita harus tetap selalu mensyukuri apa-apa yang telah kita dapatkan.

Kita bisa bersekolah, bisa berkuliah di perguruan tinggi, atau bisa hidup di dunia. Adalah perkara-perkara yang harus benar-benar disyukuri. Ada berapa banyak anak-anak yang tidak ada biaya untuk bersekolah. Berapa banyak pula yang tamat SMA, namun tidak lulus tes masuk perguruan tinggi negeri. Berapa banyak yang mau kuliah di swasta, namun terhalang biaya. Banyak sekali kalau dipikir-pikir.

Ingatlah, rezeki tiap-tiap orang berbeda-beda bentuknya, berbeda-beda waktunya. Semuanya ada di tangan-Nya. Kalau kata pepatah, setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Tidak usah risau, apabila memang rezeki kita, sudah pasti rezeki kita. Tidak akan lari. Rezeki tidak akan tertukar.

Oh yaa, terakhir. Toloong, kepada om pertama yang beli rokok dan om kedua yang beli pulsa kalau kau baca tulisan aku ini. Ingat, yaa!  Aku tidak peduli dengan anak kalian. Mau jadi PNS kek, mau jadi teknisi kek, bahkan mau jadi koruptor atau teroris pun. Aku tidak peduli!!
Keuntungan dari rokok dua batang, hanya lima ratus rupiah. Keuntungan pulsa juga tidak besar, hanya seribu rupiah. Untung lima ratus dan seribu rupiah, tidaklah sebanding dengan lelahnya aku mendengar bacotan tentang anak-anak kalian. Sekali lagi, Aku tidak peduli!

***


Jadi, apakah kisah dalam tulisan ini benar-benar terjadi, atau hanya sebuah kisah fiksi?
Aku malas untuk memberi informasi, silahkan nilai sendiri.
Yang terpenting, ada hikmah yang bisa digali. Hihiii..

Eniho, tulisan ini adalah tulisan yang diikutsertakan dalam Paid Guest Post #2-nya Mbak Eno - Creameno, dengan tema dua hal yang dipelajari dari 2020. Namun, saat itu aku belum berkesempatan menang, wkwokw.
Walopun belum menang, belio memberi kami, para peserta berupa hadiah kenang-kenanangan notebook cantiq. Lumayan, di sana aku bisa menulis ide-ide gila untuk tahun 2021. Oh yaa, permohonan maaf kalo fotonya tidak sebagus dengan teman blogger lain. Maklum, aku tidak pandai mengambil foto, ehehe.


Well, semoga tahun depan menjadi lebih baik. Dan post ini, adalah post terkahir di tahun 2020.
Sampai jumpa!



Ponselku baru saja bergetar. Sebuah chat dari aplikasi WhatsApp masuk, Doo, abang bisa telepon ndak? 
Bisa bang, lima menit lagi yaa. Aku membalasnya, pesan itu masuk di malam hari hampir pukul sembilan.

Beberapa menit kemudian,
"Kamu bisa desain kan, Doo? Instagram organisasi **** kamu yang buat desainnya, kan? Jadi, abang mau minta tolong. Bantuin abang di sini, cuma lima hari saja, pagi sampai malam. Tidak usah khawatir desain grafis berubah jadi desain gratis, ini ada bayarannya. Fee-nya seratus ribu rupiah per hari. Makan siang dan malam kami tanggung." kata seseorang di seberang telepon, dia meminta tolong agar aku membantunya di lembaga tempat dia bekerja sebagai desainer.

"Oh iyaa bang, aku yang buat desain di organisasi itu. Yaa gitu, tidak dibayar. Hehehe. Tapi bang, aku cuma bisa buat desain simpel pake PowerPoint doang. Dan satu lagi, aku kalo siang ada ngajar les sampe sore. Gimana, bang?" begitu kataku dalam sambungan telepon, menjelaskan keadaanku yang sebenarnya hanya bisa membuat desain yang simpel dan sederhana.

"Iyaa, ndak masalah. Besok datang saja ke kantor abang. Kalo mau ngajar, silahkan. Pergi saja, tapi setelah itu balik lagi ke kantor. Abang sekarang sedang sibuk, harus take video para pejabat. Jadi, tidak ada yang handle buat desain postingan medsos kami, dan juga desain banner."

"Baik bang kalau begitu."

Sebab aku adalah seorang fresh graduate, sarjana yang tengah mencari pekerjaan tetap. Mau-mau saja jika diajak seperti itu. Lumayan mengisi kekosongan waktu luang dan sedikit tambahan uang jajan.
So, keesokan hari, pagi-pagi sekali aku telah bersiap untuk datang ke kantor si abang. Aku tiba di sana sebelum jam delapan pagi.

"Laptopmu ada Corel Draw versi berapa, Doo?" kata si abang ketika aku sampai.

"Eh, aku tidak punya Corel Draw, bang. Lha, kemarin aku sudah bilang biasa buat desain pake PowerPoint." kataku.

"Jadi, kamu tidak bisa menggunakan Corel Draw?"

"Dulu sih bisa, sedikit. Pernah belajar dasar-dasarnya saja ketika SMA, bang."

"Hemm.. Ya udah, gini saja. Ini desain untuk spanduk yang memuat foto para pejabat. Sudah ada templatenya, kamu tinggal masukkin foto dan ganti nama plus gelarnya saja. Ada delapan belas spanduk untuk ketua tingkat kecamatan, sembilan untuk pengurus inti lembaga, dan lima untuk anggota dewan. Jadi total ada tiga puluh dua spanduk. Mudah kok. Tugasmu hari ini cuma itu saja. Bisa, kan?"

"Eeehmm.. Bisa, bang. Insyaa Allah!"

Kemudian, beliau mulai mencontohkan bagaimana cara membuat desainnya. Memotong gambar, menghilangkan background, menyimpan ke bentuk JPG dan resolusi yang dipilih. Aku memerhatikan dengan saksama.

"Ini laptop abang, pake aja buat nge-desainnya. Abang tinggal, yaa. Mau lanjut keliling lagi ke kantor walikota. Mau take video beliau untuk ucapan selamat acara Musda (Musyawarah Daerah) kita." belio meminjamkanku laptop, sebab sebelumnya laptopku dicoba untuk meng-install Corel Draw, namun gagal.

"Oke, bang!" kataku, kemudian bersiap meninggalkanku sendiri dalam ruangannya yang ber-AC.

"Ini untuk bayaran hari ini. Nanti, kalo kamu mau makan siang, langsung saja ke warung sebelah. Abang sudah bilang ke warung itu." beliau berkata seraya memberiku uang satu lembar seratus ribu rupiah.

Selanjutnya, aku mencoba untuk membuat desain perdana.
Pertama-tama, aku mencari letak fotonya, aku mencari-cari, disimpan di folder mana. Jadi, hampir seluruh folder di laptopnya aku periksa satu-satu, sampai-sampai aku mengetahui folder "rahasia" di laptopnya.

Kemudian, setelah fotonya ketemu. Foto pejabat tersebut di-insert ke aplikasi Corel Draw. Setelah itu, tugasku adalah menghilangkan background foto tersebut. Yang jadi masalah, aku lupa, tidak memahami dan tidak menemukan caranya untuk menghilangkan background. Aku coba klik ini dan klik itu, tidak berhasil. Dicoba tekan Shift atau Ctrl, masih gagal juga. Pusing pala berbi ~. Hahhaa.

Ahha!
Aku ingat cara cepatnya. Aku biasa menghilangkan background di internet, dengan bantuan aplikasi remove.bg. Masalah pertama selesai, background fotonya telah hilang. Hanya menyisakan wajah dan badannya, yang tinggal dimasukkan ke template spanduk yang ada.

Masalah selanjutnya adalah, aku bingung memindahkan tulisan nama si pejabat. Tulisan namanya tertutup oleh gambar yang baru saja aku masukkan. Seperti sebelumnya, aku mencari berbagai macam cara agar memindahkan tulisan nama ke atas. Namun tetap gagal. Jadi, aku menyerah.. :((

Maka, yang aku lakukan adalah mengulang seluruh proses tadi untuk delapan belas spanduk ketua tingkat kecamatan. Menghilangkan background dengan aplikasi internet, memasukkan fotonya ke template yang telah dibuat dan terkahir menuliskan nama beserta jabatannya, namun tulisan nama tersebut tertutup foto si pejabat. Semuanya aku buat seperti itu. Nanti, kalau si abang sudah kembali lagi ke kantor, akan aku tanyakan kembali bagaimana cara yang benar.

Langkah selanjutnya adalah, aku mencoba untuk menyimpan file dalam bentuk gambar (JPEG). Ketika aku tekan menu save, aku tidak menemukan format JPEG. Lagi-lagi kepalaku menjadi pusiing. Fix, aku menyerah! Si abang sudah salah memilih orang. Awokwokkok.

To make short story, setelah shalat Zhuhur dan makan siang, si abang telah kembali ke kantor. Dia memeriksa hasil pekerjaanku dan nampaknya sedikit kecewa dengan hasil desain yang telah aku buat.
"Nah, kan. Kalo menghapus background menggunakan internet, hasilnya tidak bagus. Kualitas gambarya tidak HD, gambarnya menjadi pecah dan buram ketika di-zoom. Nanti, kalau spanduknya dicetak, foto pejabatnya tidak akan bagus. Coba buat ulang seperti yang sudah aku ajarkan tadi." begitu komentar si abang terhadap hasil karyaku.

"Iya, bang. Tapi, aku masih tidak faham bagaimana caranya."

Kemudian, lagi-lagi beliau mengajariku dengan sabar, perlahan-lahan. Aku memerhatikan dengan fokus dan seksama. Beliau juga mengajariku bagaimana cara save gambar dalam bentuk JPEG dan segala perintilannya. Selanjutnya, aku mengaplikasikan apa yang baru saja aku fahami, mencoba membuat yang mudah dahulu. Dan sedikit demi sedikit, akhirnya berhasil.

Waktu telah menunjukkan pukul dua lewat sepuluh menit. Saatnya aku pamit dari kantor, menuju tempat les. Aku harus mengajar di sana, adik-adik emesh sudah menunggu.

***

Setelah sekian jam, pukul setengah enam sore aku kembali ke kantor. Menemui si abang. Aku kembali melanjutkan project desain tersebut.
"Doo, beberapa untuk ketua tingkat kecamatan sudah abang selesaikan. Kamu tinggal lanjutkan saja!"

"Oke, bang!" kataku.
Seperti biasa, aku mengerjakan hal yang mudah dahulu. Apabila ada hal yang sulit, akan aku tinggalkan. Aku bisa bertanya kepada beliau nanti. Aku terus menatap layar laptop hingga adzan Maghrib berkumandang.

Setelah shalat Maghrib usai, si abang mengajakku makan malam di cafe yang ada di sebelah kantor. Aku melanjutkan membuat desain di sana. Si abang kembali mengajariku dengan telaten dan sabar, namun seperti menahan-nahan sesuatu (menahan emosi kali yaak :v).
"Yang ini, klik di sini. Kemudian tekan shift, ditahan!"
"Mouse-nya sambil dimainin juga!"
"Tekan yang ini, bukan yang itu!"




Cara-cara membuat desain yang diajarkan beliau, telah aku fahami (walaupun sedikit). Aku melanjutkan pengeditan desain.
Skip, skip, skip. Si abang meninggalkanku lagi. Aku duduk sendirian di sudut cafe. Masih ada sepuluh spanduk lagi yang belum usai. Di tengah jalan, lagi-lagi aku stuck. Tidak ingat bagaimana langkah selanjutnya. Tekan shift gagal, tekan Ctrl tidak ada hasil, kalau tekan Delete, malah terhapus semua gambarnya. Hahaha!

Aku semakin frustasi. Maka, saat itu aku putuskan untuk pulang saja. Karena sudah pukul setengah sembilan malam, dan juga ibu sudah mengirim pesan, bertanya jam berapa mau pulang.
Aku kembali ke kantor dan meletakkan laptop si abang kembali ke ruangan. Aku telah mengirim pesan ke beliau, bahwa aku hendak pulang.

Singkat cerita, di pagi esok hari. Aku telah bersiap-siap. Aku berencana berangkat lebih pagi dari kemarin. Agar lebih banyak waktu yang tersedia untuk mengerjakan tugas dari si abang. Ketika hendak berangkat menyalakan motor, tiba-tba ada chat masuk.
Doo, desain semalam sudah abang selesaikan. Hari ini, nampaaknya tidak ada desain lagi yang harus dikerjakan.

Jadi, aku tidak harus datang lagi ke kantor, bang?

Iya, tidak usah. Tapi nanti kalo emang ada, akan dikabari.

Makasih yaa, bang atas kesempatannya kemarin. Mohon maaf kalau di luar ekspetasi.

Percakapan di aplikasi WhatsApp pagi itu ditutup. Aku tidak jadi berangkat ke kantor, padahal sudah siap. Wkwkwk.

Well, bisa jadi si abang telah tertypu dengan pencitraanku di Instagram dan WhatsApp. Aku kerap meng-upload hasil desainku di media sosial. Padahal itu desain sederhana, dengan aplikasi PowerPoint, yang telah aku bilang di awal tadi.
Pada awalnya, pasti si abang punya ekspetasi tinggi bahwa aku bisa membantu pekerjaannya. Dia bisa enjoy untuk take video para pejabat.
Nyatanya, malah beliau harus mengajariku dari dasar (sangat-sangat dasar, malah) mengenai desain Corel Draw ini. Lumayan sih, aku dapat uang, dapat ilmu pula. Hahaha.

***

By the way, sebelumnya aku meminta maaf kepada teman-teman. Aku belum sempat lagi membalas komentar dan berkunjung balik ke blog kalian. Akan aku guyuri, insyaa Allah. Pada riil lyfe aku saat ini, sedang ada sesuatu yang dikerjakan dan dikejar. Mohon doanya semua agar sesuatu itu lancar jaya.
Oh yaa, jika kamu mau lilhat pencitraanku di Instagram, seperti yang telah aku bilang, silahkan follow akunku @dodonugraha dan @kang_mas.joe yaa! Hihihi...

Terima kasih sudah membaca! :)




Sungguh merana

Aku berlari bagai angsa
merasakan tetesan hujan di pelupuk mata
tak bisa ku bendung asa
yang terluka

Hingga akhirnya,
aku merelakan si dia
gadis berkacamata
terbang ke angkasa

dibawa pergi seorang lelaki dewasa
yang mengendarai mobil Avanza
dan merokok merk Sampoerna

Ternyata, dia buaya.

Kota Depok.
Hayoo, siapa yang tidak kenal dengan kota ini. Kota yang belum lama berdiri, hasil pemekaran dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kota ini berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta, ibukota Indonesia. Kota Depok dalam sejarah demokrasinya, sejak pertama kali diadakan Pilkada, selalu dimenangkan oleh "Partai Dakwah". Pun tahun ini, masih dimenangkan oleh partai yang sama. Ini sudah kali ke-empat rezim tersebut langgeng. Artinya, mereka otewe dua puluh tahun menjadi penguasa di Depok.

Saat ini, yang menjadi Walikota adalah Pak Kyai, tamatan pondok pesantren di Jawa Timur, kemudian S-1 hingga S-3 belio dapat dari Universitas Islam yang ada di Kerajaan Saudi, negerinya sang nabi. Kurang Islami apa lagi. So, partai tersebut benar-benar berkuasa dan (mungkin) ingin menyebarkan ideologinya.

Well, walopun Partai Dakwah berkuasa di Depok. Tidak kemudian seluruh lini terkena dakwah mereka. Bahkan, paham open minded liberalisme cukup subur di sini, hidup beriringan dengan paham Islami yang dibawa penguasa kota.

Siap-siap, cerita akan dimulai. Tentang kedua paham yang hidup beriringan. Setelah sebelumnya aku bercerita tentang Perempuan Open-Minded yang ada di Depok, kini aku mau cerita tentang temanku yang berasal dari Depok. Aku sudah mengenalnya sejak di bangku kuliah, sebab kami berada di jurusan yang sama. Sebut saja namanya Lia.

Bagaimana bentuk orangnya? Wajahnya berkulit sawo matang, namun tetap manis dipandang. Pandangan matanya selalu tertunduk, meneduhkan. Senyumnya manis dan bibirnya tipis. Lia menggunakan hijab yang cukup syar'i; lebar dan besar. Hijabnya terulur hingga menutup hampir seluruh tubuhnya. Pakaiannya benar-benar tertutup.

Ketika menjadi mahasiswi, Lia adalah ukhtivis; Ukhti-ukhti yang juga seorang aktivis. Aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Menjadi sekretaris umum Rohis kampus, tahun selanjutnya menjadi Bendahara Umum di BEM. Juga aktif dalam berbagai forum pergerakan, kajian dan pemikiran. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS), misalnya. Lia dan teman-temannya dengan lantang menolak RUU tersebut, dengan kajian dan data lengkap yang mereka beberkan. Aktivis dari gerakan sebelah dibuat tak berdaya olehnya.

Lia adalah sosok aktivis perempuan yang menjadi teladan. Menjadi role model bagi adik-adik tingkat di kampusnya. Dan sudah barang tentu, para anak Rohis yang berjanggut tipis banyak yang jatuh hati padanya. Tak terkecuali aku, wkowkoqk ~

Waktu terus berjalan, satu persatu dari kami mulai wisuda. Ada yang merantau, ada pula yang kembali ke kampung halaman. Lost contact tak dapat terelakkan. So, bagaimana dengan diriku?
Aku saat ini telah bekerja di perusahaan FMCG yang berkantor di bilangan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Namun, aku tinggal di Depok, daerah Margonda. Banyak yang seperti itu, loh. Tinggal di Depok, tapi kerja di Jakarta.

Kini, aku punya kebiasaan baru. Hampir setiap malam selepas Maghrib, selalu mampir di salah satu cafe yang ada di Jalan Margonda Raya. Kalo kamu tinggal di Depok, pasti tau cafe apa yang aku maksud. Aku yang sebelumnya tidak suka kopi, kini menjadi ketagihan minum kopi. Melepas penat setelah bekerja.
Aku memilih tempat duduk favoritku, di sudut ruangan. Aku duduk dengan tenang, sendirian.

Kebiasaan ini terus berlanjut, hingga dua pekan berturut-turut. Sebelum ada sesuatu yang membuatku terkejut. Sebab, seorang perempuan dengan rok setinggi lutut, dan aroma parfumnya membuat aku bersungut-sungut.
"Doo, boleh aku duduk di sini?"

Oh Tuhan, darimana gadis ini mengetahui namaku. Bahkan, aku tidak mengenalnya (atau mungkin, tidak mengingatnya).
"Oh yaa, silahkan!" aku menjawab dengan memberikan senyum terbaik.

"Aku sudah beberapa hari ini memperhatikan kamu di cafe ini. Nampaknya, kamu tidak sadar akan adanya aku di sini. Sama sepertimu, bahkan setiap malam aku selalu ke cafe ini. Tidakkah kau sadar akan hal ini?" perempuan itu merocos saja, sekenanya.

Aku kemudian meneliti wajahnya dengan saksama. Pun juga dengan bentuk tubuhnya. Aku benar-benar tidak punya ide. Siapa orang yang ada di depanku. Seseorang yang rambutnya sebahu, berpakaian semi terbuka, you can see, lekuk tubuh cukup terlihat sebab pakainnya, dan memakai rok selutut. Setelah lima detik, aku baru sadar. Wajahnya tidak asing, namun aku tetap tidak mengenalnya.

"Doo, kenapa bengong? Kamu pangling yaa dengan aku. Aku tahu, kamu pasti bingung kan siapa aku. Coba tebak, siapa hayoo?" perempuan itu mulai sedikit menggodaku, sambil memainkan rambutnya yang dipelintir-pelintir.

"Jujur, aku lupa. Aku tidak mengingatmu. Tapi, wajahmu benar-benar tidak asing. Maafkan aku."

"Doo, ini aku. Lia!"

"HAAAH, LIA! BENERAN?" aku benar-benar terkejut. Drastis sekali perubahannya. Dari sebelumnya seorang ukhti berhijab syar'i dan gamis yang berpakaian sangat tertutup, kini pakainnya cukup terbuka, dengan rok hanya sampai lutut.

"Udah, ga usah sok terkejut. Biasa aja. Eh, tapi kalo pakaianku udah berubah gini, kita tetap masih bisa berteman kan, Doo?" pertanyaannya benar-benar membuat aku tersentak.

"Tentu saja, sejak kapan pertemanan memandang pakaian."

"Bagus, deh. Kemarin juga ada teman kita yang aku ajak ketemuan. Dia masih pake hijab syar'i. Ketika tau aku gini, eh aku malah dijauhin. Kontak WhatsApp pun di-block. Gila bener, coba, percuma aja pake hijab syar'i, tapi akhlaknya tidak syar'i." Lia tampak emosi.

"Huss.. Udah, ga boleh gitu. Biarin aja!"

Begitulah pertemuan pertamaku dengan Lia yang "baru". Lia sudah berubah drastis, namun aku juga tidak punya hak untuk menghakimi, tidak juga ingin bertanya kenapa hal itu terjadi. Lha, aku juga sama saja sepertinya. Sama-sama sedang otewe menuju jalan yang (dianggap) tidak baik.

Kembali ke cafe.
Setelah pertemuan itu, kami menjadi intens berkomunikasi dan bertemu di sana. Aneh ya kalo difikir. Ketika kuliah, di organisasi kami tidaklah lazim laki-laki dan perempuan intens berkomunikasi. Lha, hari ini, kami berdua duduk berhadap-hadapan di sini.
Apa saja, selalu muncul bahan obrolan yang layak untuk diperbincangkan. Kata orang, kami seperti orang yang berpacaran. Padahal bukan.

Kejutan lain muncul, saat itu di malam minggu. Lia tiba-tiba memohon maaf kepadaku, "Maaf nih Doo. Aku udah ga tahan. Toh kamu sudah tahu aku luar dalam gimana, jadi aku tidak canggung lagi yaak!" Ternyata dia mengeluarkan rokoknya, dia menghisapnya dalam-dalam. Aduhai.. Belajar merokok darimana dia. Aku benar-benar terkejut.

"Oke, tak masalah. Santuy!" aku kemudian ikut mengambil rokok miliknya yang tergeletak di atas meja dan menyalakannya, "Aku minta sebatang yaak!"
Kali ini, Lia yang terkejut.

"By the way, kamu masih ngaji Doo?" obrolan dua orang anak manusia yang sedang merokok dimulai.

"Menurutmu? Jawabannya sama seperti dirimu, lah. Aku tidak ikut pengajian lagi hehehe."

"Heeey, enak saja. Walaupun aku sudah lepas jilbab, aku masih rutin ikut pengajian. Huu!" Lia meledekku, aku ternyata terlalu cepat menilai seseorang hanya dari penampilannya saja.

Di hari yang lain, masih di cafe yang sama. Sebab hubungan kami semakin intens, terjadilah percakapan seperti ini.
"Doo, apa kita pacaran aja yaa. Biar ga jadi omongan orang. Kita resmikan hubungan kita?" suatu saat Lia berkata demikian, di sudut cafe remang-remang.

"Haah, pacaran untuk apa?" aku menjawab pura-pura polos.

"Eh, maafkan aku Doo. Aku tahu, kalo di organisasi kita emang di-doktrin kalo pacaran itu ga boleh. Nampaknya, kamu masih memegang teguh doktrin itu." Lia berbicara dengan hati-hati.

"HAHAHA!" Aku tertawa terbahak-bahak, seolah meledek Lia. Lia balas mencubit pahaku, aku diam saja, untuk menikmati cubitannya dan grepe-grepe darinya.

"Pacaran, tidak ada gunanya. Toh apa yang orang lakukan ketika pacaran, sudah kita lakukan juga. Duduk makan malam berdua, pergi jalan-jalan berdua, nonton bioskop berdua. Kalo hanya sekedar deklarasi ayo kita pacaran. Itu tidak berguna. Hubungan semacam itu hanyalah sekadar main-main saja. Kalo emang kamu mau seperti yang kamu bilang tadi, resmikan hubungan agar ga jadi omongan orang. Yaa, solusinya adalah..." aku menghentikan pembicaraanku sejenak agar lebih dramatis.

"Apa Doo?" sorot matanya tajam memerhatikan mulutku, seolah tidak mau tertinggal satu kata pun yang keluar.

"Kita menikah aja, gimana! Jujur, aku udah suka sama kamu sejak lima tahun lalu, sejak kita kuliah di kelas yang sama dan masuk di organisasi yang sama. Kau tahu, banyak teman di luar sana yang jatuh hati kepadamu. Karena kamu adalah seorang yang cerdas, aktif bersuara lantang dalam menyuarakan kebenaran, menjaga diri dari laki-laki juga berpakaian sopan, rapi dan tertutup. Namun semua itu sirna ketika kamu malah memutuskan untuk melepas hijabmu. Orang-orang banyak yang mundur. Tetapi aku tidak, aku masih sama sejak lima tahun yang lalu, yang tulus mencintaimu. Aduhai, aku bicara apa ini. Aku tidak menyangka aku akhirnya berani juga mengungkapkan rasa kepada sang ukhti idaman di kampus, mantan aktivis dakwah beberapa tahun lalu."

Mata Lia berkaca-kaca, dia tidak menyangka akan kalimat yang baru saja didengarnya. Satu detik kemudian, tubuhnya telah berada di depanku. Satu centimeter jaraknya. Lia langsung memelukku dan membisikkan ke telingaku, "Aku juga cinta kamu, Doo."

***

Malam itu, aku tidak bisa tidur. Aku benar-benar merasa bahagia sebab telah mengungkapkan perasaan yang dipendam selama bertahun-tahun. Ditambah lagi, perasaan itu mendapat respon. Gayung bersambut. Maka, keesokkan hari, aku langsung menghubungi orang tua yang berada di Pulau Sumatera. Intinya, aku meminta izin kepada mereka untuk menikah. Sontak saja mereka terkejut karena sangat mendadak. Wkwkwk.

"Bagaimana orangnya, nak?" kata ibuku dari sambungan telepon.

Aku jelaskan secara detail, tidak ada yang ditutup-tutupi. "Orangnya baik, ramah, waktu kuliah dulu pake jilbab. Tapi sekarang sudah tidak lagi. Pakaiannya juga, kalo aku ketemu agak sedikit terbuka. Selalu mengenakan rok di atas lutut, bu. Tapi itu tidak masalah, aku bisa bimbing dia kembali ke jalan yang benar, bu." kataku kepada ibu, menjawab pertanyaan beliau.

"Kamu serius, mau nikah sama orang yang seperti itu? Ibu tidak yakin kamu bakal kuat. Ibu pokoknya tidak setuju. Cari yang lain saja, yang normal saja. Masih banyak perempuan di luar sana yang menggunakan jilbab dengan baik." ternyata, ibuku tidak setuju atas pilihanku.

"Tenang, bu. Dia itu orangnya penurut, bisa diarahkan kok. Aku janji, akan bimbing dia perlahan-lahan agar kembali mengenakan jilbab." aku tetap membujuk beliau.

"Pokoknya kalau ibu bilang tidak, ya tidak. Logika sederhana saja. Kalo perintah Tuhannya saja dia tidak patuh, apalagi nanti perintah suaminya."

"Tapi, bu.."

"Tidak!"

"Atau begini saja, aku minta dia mengenakan jilbab dari sekarang. Kalau ternyata dia mau, ibu izinkan aku menikah sama dia. Aku rasa itu cukup adil, bu."

Usul dariku diterima oleh ibu. Aku telah mengajak Lia untuk makan malam di tempat yang berbeda, walaupun masih di Jalan Margonda Raya, Depok. Sebagai informasi, pembangunan di Depok terlalu fokus di Margonda, itulah sebab banyak tempat hiburan ada di kawasan ini. Hehehe.

Kami makan malam di cafe rooftop, cafe yang berada di lantai apartemen paling atas. Lantai 25. Suasananya cukup indah. Dapat melihat kemerlap malam Kota Depok. Walaupun hanya gedung-gedung tinggi saja yang dilihat.

"Aku sudah bicara sama ibuku." kataku mulai pembicaraan serius.

"Aku juga, papa dan mama sudah setuju. Mereka bilang kapan kamu dan orang tuamu datang ke rumah. Biar kita cepetan sah, hahaha!"

Mendengar jawaban Lia, aku menelan ludah, kemudian menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Ibuku setuju aku menikah denganmu, asalkan kamu mau memakai jilbab lagi. Itu saja syarat dari beliau. Tidak berat, kok." aku langsung to the point saja.

Lia menggeleng, "Tidak bisa, Doo. Aku belum mau mengenakan jilbab lagi. Saat ini aku belum siap, nanti kalau kita sudah menikah, biarlah waktu yang mengalir. Perlahan-lahan, aku akan belajar lagi untuk mengenakan jilbab."

"Sebenarnya, aku juga sudah menawarkan opsi itu kepada ibuku. Namun, beliau menolak. Ayoolah, sayang. Apa susahnya menerima syarat itu. Kau penuhi syarat itu, kemudian kita bisa menikah." aku terus memaksanya.

"Sekali lagi, tidak bisa Doo. Aku tidak mau dipaksa kalau urusan seperti ini. Bukankah dalam agama kita ada ayat yang berbunyi Laa ikraaha fiddiin. Tidak ada paksaan dalam beragama." Lia masih bersikeras menolak, bahkan dia masih hafal salah satu potongan ayat Al-Quran beserta artinya.

"Ayat itu benar, tapi penggunaannya tidak tepat dalam konteks ini, Lia."

"Doo, kau bilang kepadaku bahwa tidak masalah dengan keadaan aku sekarang yang tidak menggunakan jilbab. Tapi kenapa sekarang kau malah memaksaku untuk mengenakannya kembali? Dasar laki-laki sama saja semua. Tidak ada yang konsisten!"

"Bukan begitu, sayang. Aku menghormatimu karena pilihanmu yang tidak mau mengenakan jilbab. Adalah hak setiap individu, mau pakai jilbab atau tidak. Tapi ini soal lain. Perkara kewajiban, ini adalah hal yang wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Aku sebagai seorang suami, nantinya, harus memastikan istriku untuk taat pada perintah agamanya."

"Yaa, bener. Kan kau bilang nanti. Bukan sekarang. Aku belum siap kalo sekarang. Ayoolah, Doo. Aku sudah bener-bener cinta sama kamu, dan kamu pun begitu. Aku tahu. Kita kawin lari aja, bukankah laki-laki tak ada kewajiban untuk menikah dengan seizin orang tuanya. Yang harus mendapat izin itu pihak perempuan, laki-laki tidak!"

"Tawaranmu benar. Di dalam agama kita, memang laki-laki tidak harus izin kepada orang tuanya untuk menikah. Tapi, itu sama saja perbuatan yang tidak beradab. Sama saja aku kabur dari orang tua, tidak berkah nanti kalo kita menikah dengan cara seperti itu."

"Terima tawaranku, atau aku lompat dari lantai 25 ini. Aku serius, aku tidak main-main, Doo!" kini Lia yang balik mengancamku.

"Liaaa! Jangan main-main. Tenangkan pikiranmu. Kau bisa mati kalau lompat dari lantai 25 ini."

"Aku serius, aku tidak main-main. Nikahi aku, aku tidak mau memenuhi syarat dari ibumu. Aku benar-benar mau meloncat sekarang." Lia seraya berdiri dari kursinya, aku dengan sigap menahan tangannya.
"Lepaskan tanganku, kita bukan mahram, Doo!"

"Aku akan melepaskan tanganmu, tapi kamu duduk dengan tenang. Berpikirlah dengan jernih, malu dilihatin pengunjung lain yang ada di cafe ini." para pengunjung cafe yang lain sudah mulai memerhatikan keributan kami.

"Lepaskan aku!"
Aku akhirnya melepaskan cengkraman tanganku. Dia kembali memberikan tawaran, "Ini penawaranku terakhir. Kita menikah, tetapi aku tidak mau memenuhi syarat dari ibumu. Atau, aku benar-benar akan melompat."

"Lia!" Aku sedikit membentaknya, "Ayoolah, apa susahnya mengenakan jilbab. Tidak ada yang salah dari itu. Kamu pake jilbabnya besok, bulan depan aku jamin kita bisa menikah! Kalo kamu memang masih tidak mau, ya sudah. Silahkan lompat saja sana, aku tidak peduli lagi!"

"Ya udah, kalo emang begitu maumu, Doo." Lia tertunduk, dia menghabiskan minumannya. Setelah itu, dia berjalan santai ke pinggir pagar. Dan, boom. Lia benar-benar melompat dari lantai 25.

Aku shock sekali melihat kejadian itu. Lia benar-benar melakukannya. Dia benar-benar lompat dari lantai 25.
Keesokkan hari, berita itu tersiar. Viral dari media sosial. SEORANG PEREMPUAN JATUH BUNUH DIRI DARI LANTAI 25, SETELAH BERTENGKAR DENGAN SANG KEKASIH. Begitu judul beritanya.
Praktis, berita kematian Lia menjadi pengalihan isu yang baik. Berita tentang korupsi dana Bansos 17 Milyar, dan berita tewasnya enam anggota FPI, lenyap dari televisi.

***

SEPERTI BIASA, CERITA INI HANYALAH FIKSI.
TIDAK NYATA, CERPEN BELAKA! :)
Coba tebak, dimana letak Al-Quran terbesar di dunia? Apakah jawabannya Arab Saudi, Turki, Mesir, atau negara Timur Tengah lainnya? Jawabannya salah. Al-Quran terbesar di dunia, ada di negara kita. Indonesia. Lebih spesifik lagi, ada di kota Palembang.
Kemudian, sebesar apa Al-Qurannya? Satu meter, atau dua meter? Jawabnya adalah, satu bangunan. Yaa, satu bangunan ini isinya Al-Quran semua. Terbuat dari papan kayu yang dipahat. Satu lembar al-Quran dipahat di sebuah papan kayu.


Sejujurnya, ini adalah kali pertama aku ke sini. Sudah sejak lama mau ke sini, hanya wacana saja. Namun, beberapa hari yang lalu, seorang teman mendadak untuk mengajak pergi ke sini.
"Doo, sekarang lagi kosong kah?" katanya melalui pesan WhatsApp.
"Kenapa?" kataku.
"Ayook kita ke Rumah Quran!"
"Kapan?"
"Sekarang!"
-_-

Eh tapi.. Biasanya, suatu perjalanan yang direncanakan hanya akan jadi rencana. Namun, kalo mendadak, biasanya akan jadi terlaksana. Dan emang bener. Kami kemudian berangkat ke sana.

Wisata Religi Al-Quran Raksasa, adalah nama tempat yang tertulis di Google Maps. Nama lain juga disebut Bayt Al-Quran Al-Akbar. Tempat wisata ini terletak di kawasan pesantren. Lokasinya di Kecamatan Gandus, kota Palembang.
Al-Quran Al-Akbar didirikan oleh Ustadz Syofwatillah. Beliau adalah mantan anggota DPR RI dari Sumatera Selatan, fraksi Partai Demo*krat. Beliau adalah anak dari Marzukie Ali, mantan ketua DPR RI yang juga dari Demo*krat. Memang mereka sepertinya keluarga elit partai sih, hahaa.

Tiket masuknya, Rp 20.000. Tidak mahal. Namun tidak juga murah untuk kantong kami, para fresh garudate yang sedang mencari kerja. Hahaa.
Ketika masuk ke sini, kamu harus mengenakan pakaian yang menutup aurat. Tidak boleh menggunakan celana pendek. Namun, tenang saja, di sana disediakan sarung yang bisa dipakai. Tetapi, aku tidak tahu. Apakah sarung itu dipinjamkan, atau disewakan.
Kenapa harus masuk dengan menutup aurat? Apakah aturan ini intoleran?
Menurutku, adalah wajar sebab kita berada di dalam bangunan yang isinya Al-Quran semua. Adab-adab terhadap Al-Quran tetap harus diperhatikan.

Hal lain yang cukup menarik perhatian adalah murattal. Audio pembacaan Al-Quran terus dilantunkan sepanjang waktu di sini, berasal dari pengeras suara yang ada. Setahuku, murattal tersebut dilantunkan oleh Syaikh Misyari Rasyid Al-`Afasyi.


Well, di postingan kali ini aku tidak akan banyak menulis. Banyak share foto saja lah yaaa ~



Daftar nama donatur. Nama Dr. H. Dodo Nugraha kenapa tidak ditulis yaaak wkqk

Prasasti peresmian, ditanda tangani oleh Presiden SBY

Di belakang bagian utama, terdiri dari lima lantai 

Bagian dalam dari bangunan utama, sayangnya hanya satu lantai yang dibuka.


Kalo kamu mengira ukuran lembaran dari ukiran Quran ini kecil, kamu salah. Ini adalah perbandingan dengan tinggi manusia.

Foto terakhir, pelaminan khas Palembang. Ini cuma jokes yaa. Kami manusia normal, kok. Bukan Maho hhahaa!

Terakhir, pesan sponsor. Apabila kamu mau melihat perspektif lain dari perjalananku, kamu bisa mengunjungi blog temanku; Aldan. Cerintaya berjudul Wisata Religi di Kota Palembang: Al-Qur'an Al-Akbar.
Thank you... 
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Kang Mas Joe adalah seorang yang berpengalaman dalam pahit dan getirnya kehidupan, walaupun nyatanya tidak terlalu pahit. Mencoba berbagi tulisan melalui blog, semoga ada hikmah yang bisa diambil. Apabila ada kritik, saran, nasihat dan mau kerjasama. Silahkan DM melalui Instagram dan Twitter @KanggMas_Joe. Terimakasih!

POPULAR POSTS

  • Pencitraan Jilid Dua; Buku yang Aku Baca di Tahun 2020
      Beberapa hari ke belakang, rumahku sedang direnovasi. Maka buku-buku yang ada di rumah sedang tidak ada di rak buku seperti biasa. Begini ...
  • Masjid Cheng Hoo
    Masjid Muhammad Cheng Hoo, adalah salah satu masjid yang cukup terkenal di Palembang. Sering dijadikan sebagai tempat wisata religi. Menurut...
  • Balonku Ada Lima
    Jangan terkejut, ini bukan jimat, mantra, doa atau sebagainya!  Untuk kamu yang sudah jago membaca Al-Quran sejak kecil, aku yakin kamu past...
  • Menjadi Pacar Sewaan
    Hari ini adalah hari Ahad, pukul sepuluh pagi. Aku sedang duduk bersantai di rumah, sedang menatap layar laptop untuk melakukan blog walking...
  • 3 Bloggers yang Rajin BW
    Seperti biasa, di setiap penghujung bulan, Mbak Eno yang baik hatinya kembali membuat challange. Ini adalah event ketiga dari challange- nya...

Categories

  • Bisnis
  • Cerita
  • Opini
  • Perjalanan
  • Pernikahan
  • Sajak
  • Tutorial

Copyright © 2021 Kangg Mas Joe. Created by OddThemes