Kangg Mas Joe

Blognya Dodo. Tidak semua yang diposting adalah nyata, banyak pencitraan dan fiksinya.


Ponselku baru saja bergetar. Sebuah chat dari aplikasi WhatsApp masuk, Doo, abang bisa telepon ndak? 
Bisa bang, lima menit lagi yaa. Aku membalasnya, pesan itu masuk di malam hari hampir pukul sembilan.

Beberapa menit kemudian,
"Kamu bisa desain kan, Doo? Instagram organisasi **** kamu yang buat desainnya, kan? Jadi, abang mau minta tolong. Bantuin abang di sini, cuma lima hari saja, pagi sampai malam. Tidak usah khawatir desain grafis berubah jadi desain gratis, ini ada bayarannya. Fee-nya seratus ribu rupiah per hari. Makan siang dan malam kami tanggung." kata seseorang di seberang telepon, dia meminta tolong agar aku membantunya di lembaga tempat dia bekerja sebagai desainer.

"Oh iyaa bang, aku yang buat desain di organisasi itu. Yaa gitu, tidak dibayar. Hehehe. Tapi bang, aku cuma bisa buat desain simpel pake PowerPoint doang. Dan satu lagi, aku kalo siang ada ngajar les sampe sore. Gimana, bang?" begitu kataku dalam sambungan telepon, menjelaskan keadaanku yang sebenarnya hanya bisa membuat desain yang simpel dan sederhana.

"Iyaa, ndak masalah. Besok datang saja ke kantor abang. Kalo mau ngajar, silahkan. Pergi saja, tapi setelah itu balik lagi ke kantor. Abang sekarang sedang sibuk, harus take video para pejabat. Jadi, tidak ada yang handle buat desain postingan medsos kami, dan juga desain banner."

"Baik bang kalau begitu."

Sebab aku adalah seorang fresh graduate, sarjana yang tengah mencari pekerjaan tetap. Mau-mau saja jika diajak seperti itu. Lumayan mengisi kekosongan waktu luang dan sedikit tambahan uang jajan.
So, keesokan hari, pagi-pagi sekali aku telah bersiap untuk datang ke kantor si abang. Aku tiba di sana sebelum jam delapan pagi.

"Laptopmu ada Corel Draw versi berapa, Doo?" kata si abang ketika aku sampai.

"Eh, aku tidak punya Corel Draw, bang. Lha, kemarin aku sudah bilang biasa buat desain pake PowerPoint." kataku.

"Jadi, kamu tidak bisa menggunakan Corel Draw?"

"Dulu sih bisa, sedikit. Pernah belajar dasar-dasarnya saja ketika SMA, bang."

"Hemm.. Ya udah, gini saja. Ini desain untuk spanduk yang memuat foto para pejabat. Sudah ada templatenya, kamu tinggal masukkin foto dan ganti nama plus gelarnya saja. Ada delapan belas spanduk untuk ketua tingkat kecamatan, sembilan untuk pengurus inti lembaga, dan lima untuk anggota dewan. Jadi total ada tiga puluh dua spanduk. Mudah kok. Tugasmu hari ini cuma itu saja. Bisa, kan?"

"Eeehmm.. Bisa, bang. Insyaa Allah!"

Kemudian, beliau mulai mencontohkan bagaimana cara membuat desainnya. Memotong gambar, menghilangkan background, menyimpan ke bentuk JPG dan resolusi yang dipilih. Aku memerhatikan dengan saksama.

"Ini laptop abang, pake aja buat nge-desainnya. Abang tinggal, yaa. Mau lanjut keliling lagi ke kantor walikota. Mau take video beliau untuk ucapan selamat acara Musda (Musyawarah Daerah) kita." belio meminjamkanku laptop, sebab sebelumnya laptopku dicoba untuk meng-install Corel Draw, namun gagal.

"Oke, bang!" kataku, kemudian bersiap meninggalkanku sendiri dalam ruangannya yang ber-AC.

"Ini untuk bayaran hari ini. Nanti, kalo kamu mau makan siang, langsung saja ke warung sebelah. Abang sudah bilang ke warung itu." beliau berkata seraya memberiku uang satu lembar seratus ribu rupiah.

Selanjutnya, aku mencoba untuk membuat desain perdana.
Pertama-tama, aku mencari letak fotonya, aku mencari-cari, disimpan di folder mana. Jadi, hampir seluruh folder di laptopnya aku periksa satu-satu, sampai-sampai aku mengetahui folder "rahasia" di laptopnya.

Kemudian, setelah fotonya ketemu. Foto pejabat tersebut di-insert ke aplikasi Corel Draw. Setelah itu, tugasku adalah menghilangkan background foto tersebut. Yang jadi masalah, aku lupa, tidak memahami dan tidak menemukan caranya untuk menghilangkan background. Aku coba klik ini dan klik itu, tidak berhasil. Dicoba tekan Shift atau Ctrl, masih gagal juga. Pusing pala berbi ~. Hahhaa.

Ahha!
Aku ingat cara cepatnya. Aku biasa menghilangkan background di internet, dengan bantuan aplikasi remove.bg. Masalah pertama selesai, background fotonya telah hilang. Hanya menyisakan wajah dan badannya, yang tinggal dimasukkan ke template spanduk yang ada.

Masalah selanjutnya adalah, aku bingung memindahkan tulisan nama si pejabat. Tulisan namanya tertutup oleh gambar yang baru saja aku masukkan. Seperti sebelumnya, aku mencari berbagai macam cara agar memindahkan tulisan nama ke atas. Namun tetap gagal. Jadi, aku menyerah.. :((

Maka, yang aku lakukan adalah mengulang seluruh proses tadi untuk delapan belas spanduk ketua tingkat kecamatan. Menghilangkan background dengan aplikasi internet, memasukkan fotonya ke template yang telah dibuat dan terkahir menuliskan nama beserta jabatannya, namun tulisan nama tersebut tertutup foto si pejabat. Semuanya aku buat seperti itu. Nanti, kalau si abang sudah kembali lagi ke kantor, akan aku tanyakan kembali bagaimana cara yang benar.

Langkah selanjutnya adalah, aku mencoba untuk menyimpan file dalam bentuk gambar (JPEG). Ketika aku tekan menu save, aku tidak menemukan format JPEG. Lagi-lagi kepalaku menjadi pusiing. Fix, aku menyerah! Si abang sudah salah memilih orang. Awokwokkok.

To make short story, setelah shalat Zhuhur dan makan siang, si abang telah kembali ke kantor. Dia memeriksa hasil pekerjaanku dan nampaknya sedikit kecewa dengan hasil desain yang telah aku buat.
"Nah, kan. Kalo menghapus background menggunakan internet, hasilnya tidak bagus. Kualitas gambarya tidak HD, gambarnya menjadi pecah dan buram ketika di-zoom. Nanti, kalau spanduknya dicetak, foto pejabatnya tidak akan bagus. Coba buat ulang seperti yang sudah aku ajarkan tadi." begitu komentar si abang terhadap hasil karyaku.

"Iya, bang. Tapi, aku masih tidak faham bagaimana caranya."

Kemudian, lagi-lagi beliau mengajariku dengan sabar, perlahan-lahan. Aku memerhatikan dengan fokus dan seksama. Beliau juga mengajariku bagaimana cara save gambar dalam bentuk JPEG dan segala perintilannya. Selanjutnya, aku mengaplikasikan apa yang baru saja aku fahami, mencoba membuat yang mudah dahulu. Dan sedikit demi sedikit, akhirnya berhasil.

Waktu telah menunjukkan pukul dua lewat sepuluh menit. Saatnya aku pamit dari kantor, menuju tempat les. Aku harus mengajar di sana, adik-adik emesh sudah menunggu.

***

Setelah sekian jam, pukul setengah enam sore aku kembali ke kantor. Menemui si abang. Aku kembali melanjutkan project desain tersebut.
"Doo, beberapa untuk ketua tingkat kecamatan sudah abang selesaikan. Kamu tinggal lanjutkan saja!"

"Oke, bang!" kataku.
Seperti biasa, aku mengerjakan hal yang mudah dahulu. Apabila ada hal yang sulit, akan aku tinggalkan. Aku bisa bertanya kepada beliau nanti. Aku terus menatap layar laptop hingga adzan Maghrib berkumandang.

Setelah shalat Maghrib usai, si abang mengajakku makan malam di cafe yang ada di sebelah kantor. Aku melanjutkan membuat desain di sana. Si abang kembali mengajariku dengan telaten dan sabar, namun seperti menahan-nahan sesuatu (menahan emosi kali yaak :v).
"Yang ini, klik di sini. Kemudian tekan shift, ditahan!"
"Mouse-nya sambil dimainin juga!"
"Tekan yang ini, bukan yang itu!"




Cara-cara membuat desain yang diajarkan beliau, telah aku fahami (walaupun sedikit). Aku melanjutkan pengeditan desain.
Skip, skip, skip. Si abang meninggalkanku lagi. Aku duduk sendirian di sudut cafe. Masih ada sepuluh spanduk lagi yang belum usai. Di tengah jalan, lagi-lagi aku stuck. Tidak ingat bagaimana langkah selanjutnya. Tekan shift gagal, tekan Ctrl tidak ada hasil, kalau tekan Delete, malah terhapus semua gambarnya. Hahaha!

Aku semakin frustasi. Maka, saat itu aku putuskan untuk pulang saja. Karena sudah pukul setengah sembilan malam, dan juga ibu sudah mengirim pesan, bertanya jam berapa mau pulang.
Aku kembali ke kantor dan meletakkan laptop si abang kembali ke ruangan. Aku telah mengirim pesan ke beliau, bahwa aku hendak pulang.

Singkat cerita, di pagi esok hari. Aku telah bersiap-siap. Aku berencana berangkat lebih pagi dari kemarin. Agar lebih banyak waktu yang tersedia untuk mengerjakan tugas dari si abang. Ketika hendak berangkat menyalakan motor, tiba-tba ada chat masuk.
Doo, desain semalam sudah abang selesaikan. Hari ini, nampaaknya tidak ada desain lagi yang harus dikerjakan.

Jadi, aku tidak harus datang lagi ke kantor, bang?

Iya, tidak usah. Tapi nanti kalo emang ada, akan dikabari.

Makasih yaa, bang atas kesempatannya kemarin. Mohon maaf kalau di luar ekspetasi.

Percakapan di aplikasi WhatsApp pagi itu ditutup. Aku tidak jadi berangkat ke kantor, padahal sudah siap. Wkwkwk.

Well, bisa jadi si abang telah tertypu dengan pencitraanku di Instagram dan WhatsApp. Aku kerap meng-upload hasil desainku di media sosial. Padahal itu desain sederhana, dengan aplikasi PowerPoint, yang telah aku bilang di awal tadi.
Pada awalnya, pasti si abang punya ekspetasi tinggi bahwa aku bisa membantu pekerjaannya. Dia bisa enjoy untuk take video para pejabat.
Nyatanya, malah beliau harus mengajariku dari dasar (sangat-sangat dasar, malah) mengenai desain Corel Draw ini. Lumayan sih, aku dapat uang, dapat ilmu pula. Hahaha.

***

By the way, sebelumnya aku meminta maaf kepada teman-teman. Aku belum sempat lagi membalas komentar dan berkunjung balik ke blog kalian. Akan aku guyuri, insyaa Allah. Pada riil lyfe aku saat ini, sedang ada sesuatu yang dikerjakan dan dikejar. Mohon doanya semua agar sesuatu itu lancar jaya.
Oh yaa, jika kamu mau lilhat pencitraanku di Instagram, seperti yang telah aku bilang, silahkan follow akunku @dodonugraha dan @kang_mas.joe yaa! Hihihi...

Terima kasih sudah membaca! :)




Sungguh merana

Aku berlari bagai angsa
merasakan tetesan hujan di pelupuk mata
tak bisa ku bendung asa
yang terluka

Hingga akhirnya,
aku merelakan si dia
gadis berkacamata
terbang ke angkasa

dibawa pergi seorang lelaki dewasa
yang mengendarai mobil Avanza
dan merokok merk Sampoerna

Ternyata, dia buaya.

Kota Depok.
Hayoo, siapa yang tidak kenal dengan kota ini. Kota yang belum lama berdiri, hasil pemekaran dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kota ini berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta, ibukota Indonesia. Kota Depok dalam sejarah demokrasinya, sejak pertama kali diadakan Pilkada, selalu dimenangkan oleh "Partai Dakwah". Pun tahun ini, masih dimenangkan oleh partai yang sama. Ini sudah kali ke-empat rezim tersebut langgeng. Artinya, mereka otewe dua puluh tahun menjadi penguasa di Depok.

Saat ini, yang menjadi Walikota adalah Pak Kyai, tamatan pondok pesantren di Jawa Timur, kemudian S-1 hingga S-3 belio dapat dari Universitas Islam yang ada di Kerajaan Saudi, negerinya sang nabi. Kurang Islami apa lagi. So, partai tersebut benar-benar berkuasa dan (mungkin) ingin menyebarkan ideologinya.

Well, walopun Partai Dakwah berkuasa di Depok. Tidak kemudian seluruh lini terkena dakwah mereka. Bahkan, paham open minded liberalisme cukup subur di sini, hidup beriringan dengan paham Islami yang dibawa penguasa kota.

Siap-siap, cerita akan dimulai. Tentang kedua paham yang hidup beriringan. Setelah sebelumnya aku bercerita tentang Perempuan Open-Minded yang ada di Depok, kini aku mau cerita tentang temanku yang berasal dari Depok. Aku sudah mengenalnya sejak di bangku kuliah, sebab kami berada di jurusan yang sama. Sebut saja namanya Lia.

Bagaimana bentuk orangnya? Wajahnya berkulit sawo matang, namun tetap manis dipandang. Pandangan matanya selalu tertunduk, meneduhkan. Senyumnya manis dan bibirnya tipis. Lia menggunakan hijab yang cukup syar'i; lebar dan besar. Hijabnya terulur hingga menutup hampir seluruh tubuhnya. Pakaiannya benar-benar tertutup.

Ketika menjadi mahasiswi, Lia adalah ukhtivis; Ukhti-ukhti yang juga seorang aktivis. Aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Menjadi sekretaris umum Rohis kampus, tahun selanjutnya menjadi Bendahara Umum di BEM. Juga aktif dalam berbagai forum pergerakan, kajian dan pemikiran. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS), misalnya. Lia dan teman-temannya dengan lantang menolak RUU tersebut, dengan kajian dan data lengkap yang mereka beberkan. Aktivis dari gerakan sebelah dibuat tak berdaya olehnya.

Lia adalah sosok aktivis perempuan yang menjadi teladan. Menjadi role model bagi adik-adik tingkat di kampusnya. Dan sudah barang tentu, para anak Rohis yang berjanggut tipis banyak yang jatuh hati padanya. Tak terkecuali aku, wkowkoqk ~

Waktu terus berjalan, satu persatu dari kami mulai wisuda. Ada yang merantau, ada pula yang kembali ke kampung halaman. Lost contact tak dapat terelakkan. So, bagaimana dengan diriku?
Aku saat ini telah bekerja di perusahaan FMCG yang berkantor di bilangan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Namun, aku tinggal di Depok, daerah Margonda. Banyak yang seperti itu, loh. Tinggal di Depok, tapi kerja di Jakarta.

Kini, aku punya kebiasaan baru. Hampir setiap malam selepas Maghrib, selalu mampir di salah satu cafe yang ada di Jalan Margonda Raya. Kalo kamu tinggal di Depok, pasti tau cafe apa yang aku maksud. Aku yang sebelumnya tidak suka kopi, kini menjadi ketagihan minum kopi. Melepas penat setelah bekerja.
Aku memilih tempat duduk favoritku, di sudut ruangan. Aku duduk dengan tenang, sendirian.

Kebiasaan ini terus berlanjut, hingga dua pekan berturut-turut. Sebelum ada sesuatu yang membuatku terkejut. Sebab, seorang perempuan dengan rok setinggi lutut, dan aroma parfumnya membuat aku bersungut-sungut.
"Doo, boleh aku duduk di sini?"

Oh Tuhan, darimana gadis ini mengetahui namaku. Bahkan, aku tidak mengenalnya (atau mungkin, tidak mengingatnya).
"Oh yaa, silahkan!" aku menjawab dengan memberikan senyum terbaik.

"Aku sudah beberapa hari ini memperhatikan kamu di cafe ini. Nampaknya, kamu tidak sadar akan adanya aku di sini. Sama sepertimu, bahkan setiap malam aku selalu ke cafe ini. Tidakkah kau sadar akan hal ini?" perempuan itu merocos saja, sekenanya.

Aku kemudian meneliti wajahnya dengan saksama. Pun juga dengan bentuk tubuhnya. Aku benar-benar tidak punya ide. Siapa orang yang ada di depanku. Seseorang yang rambutnya sebahu, berpakaian semi terbuka, you can see, lekuk tubuh cukup terlihat sebab pakainnya, dan memakai rok selutut. Setelah lima detik, aku baru sadar. Wajahnya tidak asing, namun aku tetap tidak mengenalnya.

"Doo, kenapa bengong? Kamu pangling yaa dengan aku. Aku tahu, kamu pasti bingung kan siapa aku. Coba tebak, siapa hayoo?" perempuan itu mulai sedikit menggodaku, sambil memainkan rambutnya yang dipelintir-pelintir.

"Jujur, aku lupa. Aku tidak mengingatmu. Tapi, wajahmu benar-benar tidak asing. Maafkan aku."

"Doo, ini aku. Lia!"

"HAAAH, LIA! BENERAN?" aku benar-benar terkejut. Drastis sekali perubahannya. Dari sebelumnya seorang ukhti berhijab syar'i dan gamis yang berpakaian sangat tertutup, kini pakainnya cukup terbuka, dengan rok hanya sampai lutut.

"Udah, ga usah sok terkejut. Biasa aja. Eh, tapi kalo pakaianku udah berubah gini, kita tetap masih bisa berteman kan, Doo?" pertanyaannya benar-benar membuat aku tersentak.

"Tentu saja, sejak kapan pertemanan memandang pakaian."

"Bagus, deh. Kemarin juga ada teman kita yang aku ajak ketemuan. Dia masih pake hijab syar'i. Ketika tau aku gini, eh aku malah dijauhin. Kontak WhatsApp pun di-block. Gila bener, coba, percuma aja pake hijab syar'i, tapi akhlaknya tidak syar'i." Lia tampak emosi.

"Huss.. Udah, ga boleh gitu. Biarin aja!"

Begitulah pertemuan pertamaku dengan Lia yang "baru". Lia sudah berubah drastis, namun aku juga tidak punya hak untuk menghakimi, tidak juga ingin bertanya kenapa hal itu terjadi. Lha, aku juga sama saja sepertinya. Sama-sama sedang otewe menuju jalan yang (dianggap) tidak baik.

Kembali ke cafe.
Setelah pertemuan itu, kami menjadi intens berkomunikasi dan bertemu di sana. Aneh ya kalo difikir. Ketika kuliah, di organisasi kami tidaklah lazim laki-laki dan perempuan intens berkomunikasi. Lha, hari ini, kami berdua duduk berhadap-hadapan di sini.
Apa saja, selalu muncul bahan obrolan yang layak untuk diperbincangkan. Kata orang, kami seperti orang yang berpacaran. Padahal bukan.

Kejutan lain muncul, saat itu di malam minggu. Lia tiba-tiba memohon maaf kepadaku, "Maaf nih Doo. Aku udah ga tahan. Toh kamu sudah tahu aku luar dalam gimana, jadi aku tidak canggung lagi yaak!" Ternyata dia mengeluarkan rokoknya, dia menghisapnya dalam-dalam. Aduhai.. Belajar merokok darimana dia. Aku benar-benar terkejut.

"Oke, tak masalah. Santuy!" aku kemudian ikut mengambil rokok miliknya yang tergeletak di atas meja dan menyalakannya, "Aku minta sebatang yaak!"
Kali ini, Lia yang terkejut.

"By the way, kamu masih ngaji Doo?" obrolan dua orang anak manusia yang sedang merokok dimulai.

"Menurutmu? Jawabannya sama seperti dirimu, lah. Aku tidak ikut pengajian lagi hehehe."

"Heeey, enak saja. Walaupun aku sudah lepas jilbab, aku masih rutin ikut pengajian. Huu!" Lia meledekku, aku ternyata terlalu cepat menilai seseorang hanya dari penampilannya saja.

Di hari yang lain, masih di cafe yang sama. Sebab hubungan kami semakin intens, terjadilah percakapan seperti ini.
"Doo, apa kita pacaran aja yaa. Biar ga jadi omongan orang. Kita resmikan hubungan kita?" suatu saat Lia berkata demikian, di sudut cafe remang-remang.

"Haah, pacaran untuk apa?" aku menjawab pura-pura polos.

"Eh, maafkan aku Doo. Aku tahu, kalo di organisasi kita emang di-doktrin kalo pacaran itu ga boleh. Nampaknya, kamu masih memegang teguh doktrin itu." Lia berbicara dengan hati-hati.

"HAHAHA!" Aku tertawa terbahak-bahak, seolah meledek Lia. Lia balas mencubit pahaku, aku diam saja, untuk menikmati cubitannya dan grepe-grepe darinya.

"Pacaran, tidak ada gunanya. Toh apa yang orang lakukan ketika pacaran, sudah kita lakukan juga. Duduk makan malam berdua, pergi jalan-jalan berdua, nonton bioskop berdua. Kalo hanya sekedar deklarasi ayo kita pacaran. Itu tidak berguna. Hubungan semacam itu hanyalah sekadar main-main saja. Kalo emang kamu mau seperti yang kamu bilang tadi, resmikan hubungan agar ga jadi omongan orang. Yaa, solusinya adalah..." aku menghentikan pembicaraanku sejenak agar lebih dramatis.

"Apa Doo?" sorot matanya tajam memerhatikan mulutku, seolah tidak mau tertinggal satu kata pun yang keluar.

"Kita menikah aja, gimana! Jujur, aku udah suka sama kamu sejak lima tahun lalu, sejak kita kuliah di kelas yang sama dan masuk di organisasi yang sama. Kau tahu, banyak teman di luar sana yang jatuh hati kepadamu. Karena kamu adalah seorang yang cerdas, aktif bersuara lantang dalam menyuarakan kebenaran, menjaga diri dari laki-laki juga berpakaian sopan, rapi dan tertutup. Namun semua itu sirna ketika kamu malah memutuskan untuk melepas hijabmu. Orang-orang banyak yang mundur. Tetapi aku tidak, aku masih sama sejak lima tahun yang lalu, yang tulus mencintaimu. Aduhai, aku bicara apa ini. Aku tidak menyangka aku akhirnya berani juga mengungkapkan rasa kepada sang ukhti idaman di kampus, mantan aktivis dakwah beberapa tahun lalu."

Mata Lia berkaca-kaca, dia tidak menyangka akan kalimat yang baru saja didengarnya. Satu detik kemudian, tubuhnya telah berada di depanku. Satu centimeter jaraknya. Lia langsung memelukku dan membisikkan ke telingaku, "Aku juga cinta kamu, Doo."

***

Malam itu, aku tidak bisa tidur. Aku benar-benar merasa bahagia sebab telah mengungkapkan perasaan yang dipendam selama bertahun-tahun. Ditambah lagi, perasaan itu mendapat respon. Gayung bersambut. Maka, keesokkan hari, aku langsung menghubungi orang tua yang berada di Pulau Sumatera. Intinya, aku meminta izin kepada mereka untuk menikah. Sontak saja mereka terkejut karena sangat mendadak. Wkwkwk.

"Bagaimana orangnya, nak?" kata ibuku dari sambungan telepon.

Aku jelaskan secara detail, tidak ada yang ditutup-tutupi. "Orangnya baik, ramah, waktu kuliah dulu pake jilbab. Tapi sekarang sudah tidak lagi. Pakaiannya juga, kalo aku ketemu agak sedikit terbuka. Selalu mengenakan rok di atas lutut, bu. Tapi itu tidak masalah, aku bisa bimbing dia kembali ke jalan yang benar, bu." kataku kepada ibu, menjawab pertanyaan beliau.

"Kamu serius, mau nikah sama orang yang seperti itu? Ibu tidak yakin kamu bakal kuat. Ibu pokoknya tidak setuju. Cari yang lain saja, yang normal saja. Masih banyak perempuan di luar sana yang menggunakan jilbab dengan baik." ternyata, ibuku tidak setuju atas pilihanku.

"Tenang, bu. Dia itu orangnya penurut, bisa diarahkan kok. Aku janji, akan bimbing dia perlahan-lahan agar kembali mengenakan jilbab." aku tetap membujuk beliau.

"Pokoknya kalau ibu bilang tidak, ya tidak. Logika sederhana saja. Kalo perintah Tuhannya saja dia tidak patuh, apalagi nanti perintah suaminya."

"Tapi, bu.."

"Tidak!"

"Atau begini saja, aku minta dia mengenakan jilbab dari sekarang. Kalau ternyata dia mau, ibu izinkan aku menikah sama dia. Aku rasa itu cukup adil, bu."

Usul dariku diterima oleh ibu. Aku telah mengajak Lia untuk makan malam di tempat yang berbeda, walaupun masih di Jalan Margonda Raya, Depok. Sebagai informasi, pembangunan di Depok terlalu fokus di Margonda, itulah sebab banyak tempat hiburan ada di kawasan ini. Hehehe.

Kami makan malam di cafe rooftop, cafe yang berada di lantai apartemen paling atas. Lantai 25. Suasananya cukup indah. Dapat melihat kemerlap malam Kota Depok. Walaupun hanya gedung-gedung tinggi saja yang dilihat.

"Aku sudah bicara sama ibuku." kataku mulai pembicaraan serius.

"Aku juga, papa dan mama sudah setuju. Mereka bilang kapan kamu dan orang tuamu datang ke rumah. Biar kita cepetan sah, hahaha!"

Mendengar jawaban Lia, aku menelan ludah, kemudian menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Ibuku setuju aku menikah denganmu, asalkan kamu mau memakai jilbab lagi. Itu saja syarat dari beliau. Tidak berat, kok." aku langsung to the point saja.

Lia menggeleng, "Tidak bisa, Doo. Aku belum mau mengenakan jilbab lagi. Saat ini aku belum siap, nanti kalau kita sudah menikah, biarlah waktu yang mengalir. Perlahan-lahan, aku akan belajar lagi untuk mengenakan jilbab."

"Sebenarnya, aku juga sudah menawarkan opsi itu kepada ibuku. Namun, beliau menolak. Ayoolah, sayang. Apa susahnya menerima syarat itu. Kau penuhi syarat itu, kemudian kita bisa menikah." aku terus memaksanya.

"Sekali lagi, tidak bisa Doo. Aku tidak mau dipaksa kalau urusan seperti ini. Bukankah dalam agama kita ada ayat yang berbunyi Laa ikraaha fiddiin. Tidak ada paksaan dalam beragama." Lia masih bersikeras menolak, bahkan dia masih hafal salah satu potongan ayat Al-Quran beserta artinya.

"Ayat itu benar, tapi penggunaannya tidak tepat dalam konteks ini, Lia."

"Doo, kau bilang kepadaku bahwa tidak masalah dengan keadaan aku sekarang yang tidak menggunakan jilbab. Tapi kenapa sekarang kau malah memaksaku untuk mengenakannya kembali? Dasar laki-laki sama saja semua. Tidak ada yang konsisten!"

"Bukan begitu, sayang. Aku menghormatimu karena pilihanmu yang tidak mau mengenakan jilbab. Adalah hak setiap individu, mau pakai jilbab atau tidak. Tapi ini soal lain. Perkara kewajiban, ini adalah hal yang wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Aku sebagai seorang suami, nantinya, harus memastikan istriku untuk taat pada perintah agamanya."

"Yaa, bener. Kan kau bilang nanti. Bukan sekarang. Aku belum siap kalo sekarang. Ayoolah, Doo. Aku sudah bener-bener cinta sama kamu, dan kamu pun begitu. Aku tahu. Kita kawin lari aja, bukankah laki-laki tak ada kewajiban untuk menikah dengan seizin orang tuanya. Yang harus mendapat izin itu pihak perempuan, laki-laki tidak!"

"Tawaranmu benar. Di dalam agama kita, memang laki-laki tidak harus izin kepada orang tuanya untuk menikah. Tapi, itu sama saja perbuatan yang tidak beradab. Sama saja aku kabur dari orang tua, tidak berkah nanti kalo kita menikah dengan cara seperti itu."

"Terima tawaranku, atau aku lompat dari lantai 25 ini. Aku serius, aku tidak main-main, Doo!" kini Lia yang balik mengancamku.

"Liaaa! Jangan main-main. Tenangkan pikiranmu. Kau bisa mati kalau lompat dari lantai 25 ini."

"Aku serius, aku tidak main-main. Nikahi aku, aku tidak mau memenuhi syarat dari ibumu. Aku benar-benar mau meloncat sekarang." Lia seraya berdiri dari kursinya, aku dengan sigap menahan tangannya.
"Lepaskan tanganku, kita bukan mahram, Doo!"

"Aku akan melepaskan tanganmu, tapi kamu duduk dengan tenang. Berpikirlah dengan jernih, malu dilihatin pengunjung lain yang ada di cafe ini." para pengunjung cafe yang lain sudah mulai memerhatikan keributan kami.

"Lepaskan aku!"
Aku akhirnya melepaskan cengkraman tanganku. Dia kembali memberikan tawaran, "Ini penawaranku terakhir. Kita menikah, tetapi aku tidak mau memenuhi syarat dari ibumu. Atau, aku benar-benar akan melompat."

"Lia!" Aku sedikit membentaknya, "Ayoolah, apa susahnya mengenakan jilbab. Tidak ada yang salah dari itu. Kamu pake jilbabnya besok, bulan depan aku jamin kita bisa menikah! Kalo kamu memang masih tidak mau, ya sudah. Silahkan lompat saja sana, aku tidak peduli lagi!"

"Ya udah, kalo emang begitu maumu, Doo." Lia tertunduk, dia menghabiskan minumannya. Setelah itu, dia berjalan santai ke pinggir pagar. Dan, boom. Lia benar-benar melompat dari lantai 25.

Aku shock sekali melihat kejadian itu. Lia benar-benar melakukannya. Dia benar-benar lompat dari lantai 25.
Keesokkan hari, berita itu tersiar. Viral dari media sosial. SEORANG PEREMPUAN JATUH BUNUH DIRI DARI LANTAI 25, SETELAH BERTENGKAR DENGAN SANG KEKASIH. Begitu judul beritanya.
Praktis, berita kematian Lia menjadi pengalihan isu yang baik. Berita tentang korupsi dana Bansos 17 Milyar, dan berita tewasnya enam anggota FPI, lenyap dari televisi.

***

SEPERTI BIASA, CERITA INI HANYALAH FIKSI.
TIDAK NYATA, CERPEN BELAKA! :)
Coba tebak, dimana letak Al-Quran terbesar di dunia? Apakah jawabannya Arab Saudi, Turki, Mesir, atau negara Timur Tengah lainnya? Jawabannya salah. Al-Quran terbesar di dunia, ada di negara kita. Indonesia. Lebih spesifik lagi, ada di kota Palembang.
Kemudian, sebesar apa Al-Qurannya? Satu meter, atau dua meter? Jawabnya adalah, satu bangunan. Yaa, satu bangunan ini isinya Al-Quran semua. Terbuat dari papan kayu yang dipahat. Satu lembar al-Quran dipahat di sebuah papan kayu.


Sejujurnya, ini adalah kali pertama aku ke sini. Sudah sejak lama mau ke sini, hanya wacana saja. Namun, beberapa hari yang lalu, seorang teman mendadak untuk mengajak pergi ke sini.
"Doo, sekarang lagi kosong kah?" katanya melalui pesan WhatsApp.
"Kenapa?" kataku.
"Ayook kita ke Rumah Quran!"
"Kapan?"
"Sekarang!"
-_-

Eh tapi.. Biasanya, suatu perjalanan yang direncanakan hanya akan jadi rencana. Namun, kalo mendadak, biasanya akan jadi terlaksana. Dan emang bener. Kami kemudian berangkat ke sana.

Wisata Religi Al-Quran Raksasa, adalah nama tempat yang tertulis di Google Maps. Nama lain juga disebut Bayt Al-Quran Al-Akbar. Tempat wisata ini terletak di kawasan pesantren. Lokasinya di Kecamatan Gandus, kota Palembang.
Al-Quran Al-Akbar didirikan oleh Ustadz Syofwatillah. Beliau adalah mantan anggota DPR RI dari Sumatera Selatan, fraksi Partai Demo*krat. Beliau adalah anak dari Marzukie Ali, mantan ketua DPR RI yang juga dari Demo*krat. Memang mereka sepertinya keluarga elit partai sih, hahaa.

Tiket masuknya, Rp 20.000. Tidak mahal. Namun tidak juga murah untuk kantong kami, para fresh garudate yang sedang mencari kerja. Hahaa.
Ketika masuk ke sini, kamu harus mengenakan pakaian yang menutup aurat. Tidak boleh menggunakan celana pendek. Namun, tenang saja, di sana disediakan sarung yang bisa dipakai. Tetapi, aku tidak tahu. Apakah sarung itu dipinjamkan, atau disewakan.
Kenapa harus masuk dengan menutup aurat? Apakah aturan ini intoleran?
Menurutku, adalah wajar sebab kita berada di dalam bangunan yang isinya Al-Quran semua. Adab-adab terhadap Al-Quran tetap harus diperhatikan.

Hal lain yang cukup menarik perhatian adalah murattal. Audio pembacaan Al-Quran terus dilantunkan sepanjang waktu di sini, berasal dari pengeras suara yang ada. Setahuku, murattal tersebut dilantunkan oleh Syaikh Misyari Rasyid Al-`Afasyi.


Well, di postingan kali ini aku tidak akan banyak menulis. Banyak share foto saja lah yaaa ~



Daftar nama donatur. Nama Dr. H. Dodo Nugraha kenapa tidak ditulis yaaak wkqk

Prasasti peresmian, ditanda tangani oleh Presiden SBY

Di belakang bagian utama, terdiri dari lima lantai 

Bagian dalam dari bangunan utama, sayangnya hanya satu lantai yang dibuka.


Kalo kamu mengira ukuran lembaran dari ukiran Quran ini kecil, kamu salah. Ini adalah perbandingan dengan tinggi manusia.

Foto terakhir, pelaminan khas Palembang. Ini cuma jokes yaa. Kami manusia normal, kok. Bukan Maho hhahaa!

Terakhir, pesan sponsor. Apabila kamu mau melihat perspektif lain dari perjalananku, kamu bisa mengunjungi blog temanku; Aldan. Cerintaya berjudul Wisata Religi di Kota Palembang: Al-Qur'an Al-Akbar.
Thank you... 

Woooy kawan-kawan. Kali ini ado edisi tulisan khusus. Spesial. Aku nak nulis pakek Bahaso Palembang, alias Baso Plembang. Mugo be, kamu ngerti apo yang aku tulis. Wkwkw.
Aku lah cubo buat tulisan ini sesederhana mungkin, dan sesimpel mungkin. Biar kamu galo-galo pacak paham isinyo apo.

Peh, lanjoot.
Jadi, Baso Plembang nih adalah lingua franca, bahaso pengantar di daerah Sumatera Selatan dan sekitarnyo. Baso Plembang masih pacak dipahami oleh uong Jambi dan uong Bengkulu. Bahaso kami mirip. Samo-samo pake ..-o di ujung katanyo. Cuman, bedanyo di iramanyo bae. Jambi punyo irama yang menurut aku agak mendayu-dayu khas Uong Melayu. Bengkulu jugo samo. Punyo irama dewek. Kalo kami, caknyo dak katek irama. Kato uong, bawaannyo nge-gas, cak nak ngajak bebalah, cak nak ngajak begoco. HAHAHA!

Cakmano sejarah Baso Plembang ini? Aku pengen ngejelasin dikit dari yang aku tau. Sebelumnyo, aku agak ragu. Baso Plembang nih, apakah biso disebut sebagai bahaso atau bukan? Atau cuma dialek bae? Bahasa Melayu dialek Palembang.
Ruponyo bukan, menurut Wikipedia, Baso Plembang termasuk bahaso dewek, bukan dialek dari Bahaso Melayu. Rumpun bahasa nyo berpokok dari Austronesia, cabangnyo Malayo-Polinesia > Malayik > Malaya > Bahasa Palembang.
Di situ ditulis namo bahaso kami tuh Bahasa Palembang atau Bahasa Melayu Palembang atau Bahasa Musi. Naah, pakam dak. Ado tigo namo. Kurang pakam apo lagi.

Sudah jelas, kan. Jadi, Baso Plembang nih bersumber dari rumpun Bahaso Melayu. Baso kami mirip cak Bahasa Indonesia, bedanyo di ujung kato bae. Cak yang lah aku tulis di pocok tadi. Kalo Bahasa Indonesia berakhiran ..-a, kami berakhiran ..-o. Contohnyo, dia jadi dio, apa jadi apo, dimana jadi dimano, kita jadi kito yang dak mungkin lagi besamo ~.

Ciri khas lain lagi, Baso Plembang ni jugo terpengaruh dari Baso Jawo. Ini lah yang jadi ciri khas. Kalu Baso Jambi samo Bengkulu, dak katek unsur Baso Jawonyo (ku raso). Ado banyak kata yang mirip, selain itu struktur jugo mirip. Baso Plembang punyo duo tingkatan. Baso Plembang Alus atau Bebaso (Bahasa Palembang Halus), samo Baso Plembang Sari-sari (Bahasa Palembang Sehari-hari).
Baso Plembang Alus biasonyo dipake di acara adat, dipake kalo ngomong samo uong tuo, dan pemuka masyarakat yang dihormati. Kalu Baso Plembang Sari-sari dipake kalo ngomong sehari-hari samo kawan biaso. Mirip nian kan samo penggunaan Baso Jawo!

Muncul pertanyaan. Ngapo biso cak ini? Dari referensi yang ku baco, sebabnyo dari jaman bingen dulu. Kalu kito liat sejarah, bangsawan Plembang ni asalnyo emang dari Jawo. Raden Patah, sultan pertamo Kerajaan Demak, beliau lahir di Plembang. Raden Fatah tuh anak dari Prabu Brawijaya alias Brawijaya V, rajo Kerajan Majapahit.
Ratusan tahun setelah itu, setelah Majapahit dan Demak katek lagi, ado kesultanan baru muncul. Kesultanan Palembang Darussalam. Pendirinyo, masih keturunan dari Kerajaan Demak tadi. Siapo sultan yang terkenal dari Palembang Darussalam? Sultan Mahmud Badaruddin, pahlawan nasional yang rainyo ado di duit sepoloh ribu. Siapo namo aslinyo? Sultan Mahmud Badaruddin Jayowikramo. Naah, namonyo be lah Jawo nian, kan!

Jadi, baso Plembang terbentuk secaro alami. Ratusan tahun, becampur bahaso Melayu dengan bahaso Jawo. Sebab sultannyo,bangsawannyo dari Jawo. Kalu cak itu, secaro dak langsung, uong Plembang nih adalah uong Jawo jugo.

Di bawah ini, ado beberapo contoh. Aku nak nunjukke kemiripan baso Plembang dan baso Jawo. Formatnyo aku buat cak ini; Baso Plembang Sari sari - Boso Jowo Ngoko (Bahasa Indonesia).
apo - opo (apa)
bahaso/baso - boso (bahaso)
lanang - lanang (pria)
uong - wong (orang)
iwak - iwak (ikan)
ulo - ulo (ular)
kembang - kembang (bunga)
kuping - kuping (telinga)
dengkul - dengkul  (lutut)
gepuk - gepuk (pukul)
banyu - banyu (air)
jero - jero (dalam)
uya - uyah (garam)
abang - abang (merah)
ijo - ijo (hijau)
selawe - selawe (dua puluh lima)
sekel - sikil (kaki)
rai - rai (wajah)
dewek - dhewe (sendiri)
kak - cak (panggilan untuk saudara laki-laki yang lebih tua)
yuk - yu (panggilan untuk saudara perempuan yang lebih tua)
nangko - nongko (nangka)
semangko - semongko (tarek sees!)

Ini beberapo contoh yang keduo. Baso Plembang Alus - Boso Jawo Kromo (Bahasa Indonesia)
kulo - kulo (saya)
niki - puniki (ini)
ngeriku - ngriku (sana)
sinten -sinten (siapa)
dipundi - pundhi (dimana)
sedanten - sedanten (semua)
bepintenan - pinten-pinten (beberapa)
ageng/gede - ageng (besar)
dalu - dalu (malam)

Tapi, sayangnyo. Aku dak pernah tedenger uong ngomong pake Baso Plembang Alus. Caknyo, kalangan tertentu bae yang masih pake bahaso ini. Aku takut, dak lamo lagi Baso Plembang Alus bakal punah untuk selamo-lamonyo kalu katek yang gunokennyo.

Jadi, apo inti tulisan ini? Pertamo aku nak ngasih tau kalo sebenernyo uong Plembang dan uong Jawo ni bedulur. Bangsawan Plembang ni berasal dari Jawo.
Keduo, payoo kito lestarike bahaso kito dewek. Dak perlu malu, kalu bukan kito, siapo lagi! Agek kalu bahaso nyo punah, nak cakmano agek.
Ketigo, aku nak ngasih tau ke kamu, intinyo rumus mudah baso Plembang tu adalah Bahasa Indonesia, yang ujungyo tinggal diganti o bae. Sudah, selesai. Cak itu bae!

***

Sebenarnya masih banyak yang ingin aku tuliskan di sini. Namun, karena berhubung aku sudah lelah dan ngantuk. Sampai sini saja tulisannya, kapan-kapan akan disambung, insyaa Allah. 
Kemudian, untuk foto. Karena aku bingung mau pasang foto apa yang sesuai dengan isi tulisan, aku pasang saja foto ketika aku masih muda, dengan latar belakang Jembatan Ampera yang menjadi ikon Kota Palembang. Saat itu, tahun 2008. Aku masih jadi bocah SD yang gembul lagi menggemaskan, Hahaa!

Oh yaa, terakhir. Apakah kamu faham dengan tulisan di atas? Jika ada yang bingung, silahkan tanyakan di kolom komentar, yaaak! :))



Referensi

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Palembang
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Palembang
https://id.wiktionary.org/wiki/Lampiran:Daftar_Swadesh_bahasa_Jawa
https://id.wiktionary.org/wiki/Lampiran:Daftar_Swadesh_bahasa_Palembang


Duhai Perempuan Jawa

Oleh: @dodonugraha

Di Sumatera,
banyak sekali perempuan keturunan Jawa
bertutur kata halus dan sangat setia
juga begitu peduli pada keluarga

Ingin ku katakan pada dunia,
salah satu Perempuan Jawa itu adalah dia
yang telah membuat hati ini meronta-ronta
tutur lakunya membuat aku terpana

Kata orang di luar sana,
perempuan Jawa mampu hidup sederhana
maukah dia diajak seperti itu
aku pun tak tahu

Aku juga tak tega,
semoga nanti bisa menjadikan dia bahagia
hidup aman dan sejahtera
hingga punya anak lima

Ingin ku katakan,
kulo tresno kaleh panjenengan
sandang, pangan hingga papan
dapat ku jamin pasti aman

Semoga dia dapat merasakan hal itu,
dan siap menunggu
jangan sampai diambil orang
kalau tak mau pukulan melayang


Jangan terkejut sama judulnya. Ini cuma click-bait! Ini bukan cerita tentang aku yang hendak ketemu istri kedua. Gimana, yaa.. Istri pertama aja, aku belum punya.. Wkwkw.

Cerita ini berawal di waktu sore, dua hari yang lalu. Saat itu sedang hujan, sangat deras. Aku tengah memacu motorku, hendak pulang ke rumah dari suatu tempat. Total jaraknya sekira dua puluh dua kilometer. Namun, baru jalan tujuh kilometer, motorku mogok. Tiba-tiba mati. Ini lah penyakit motorku, kalau hujan dan terkena air dengan intensitas yang tinggi, tidak kuat.

Maka, aku memberhentikan motor di tepi jalan. Berteduh di bawah stasiun LRT di tengah kota. Aku terus mencoba untuk men-starter dan meng-engkol motorku. Masih saja tidak nyala. Maklum saja, motor ini sudah agak tua. Biasanya, motor ini akan nyala kembali jika didiamkan agak lama. Jika sudah kering dan tidak basah lagi.

Kebetulan Qadarullah, tidak jauh dari situ, ada toko buku Gramedia. Maka aku putuskan untuk mampir ke sana saja. Aku mendorong motor ke Gramedia. Lelah juga, ternyata. Ditambah lagi, tempat parkirnya luas dan naik turun. Tempat parkir motor terletak di paling belakang dan di basement bawah tanah. Untungnya, satpam di sana baik hati. Beliau mempersilahkan aku untuk memarkirkan motor di dekat pos satpam saja. Kasihan melihatku lelah mendorong motor, katanya.

Sebetulnya, niat utamaku ke Gramedia adalah hanya untuk numpang baca, sambil menunggu motor kering agar kemudian bisa nyala lagi. Namun, karena tidak enak sama pak satpam yang sudah baik hati, maka aku jadi kepengen beli buku di sana.
"ATM di sini ada di mana, pak?" Aku bertanya pada satpam.
"Waah, di sini kita sudah tidak ada ATM lagi, dek." Kata beliau.
Artinya, fiks. Berarti aku tidak jadi beli buku di sini. Numpang baca doang!

Aku menuju lantai tiga. Melihat-lhat tempat buku novel. Pekan lalu aku juga ke sini, membaca novel karya Bang Tere Liye. Namun, ketika sampai di sana, tidak ada lagi novel yang plastiknya sudah terbuka. Semua dibungkus rapi. Harapan melanjutkan bacaan pekan kemarin, sirna.
Akhirnya, aku berkeliling ke rak-rak yang lain. Aku tertuju pada buku karya Bunda Asma Nadia, judulnya Istri Kedua. Buku ini, merupakan lanjutan dari buku CHSI. Catatan Hati Seorang Istri. CHSI sukses menjadi buku best seller, sampai-sampai dijadikan sinetron di televisi. CHSI berisi curhatan ibu-ibu kepada Bunda Asma. Ada yang suaminya selingkuh, kawin lagi, nikah siri, poligami, anak terlantar dan sebagainya. Kira-kira itu isinya.
Aku mengetahui hal ini dari kata pengantar buku Istri Kedua.

Kemudian, apa beda dengan buku selanjutnya? Buku Istri Kedua, menurutku cukup unik. Jika selama ini, masyarakat umum memandang negatif kepada istri kedua, di buku ini istri kedua dikesankan positif. Maksudku, buku ini berasal dari perspektif istri kedua. Mereka adalah manusia biasa, sama seperti kita. Tidak berhak mendapat judge yang sedemikian rupa.


Banyak kisah unik dan inspiratif dari buku ini. Ada yang seorang suami berpoligami, diam-diam. Istri pertama menjadi sangat benci kepada istri kedua. Anak-anaknya juga. Istri pertama "men-doktrin" anak-anaknya untuk ikut benci kepada istri kedua.
Hingga di penghujung usia, istri pertama jatuh sakit. Maka si suami merawatnya sebab anak-anak mereka semua berada di luar kota. Artinya, si suami menjadi lebih intens kepada istri pertama, jadwal kunjungan ke istri kedua menjadi berkurang.
Singkat cerita, si suami menjadi ikut sakit. Suami dan istri pertamanya sama-sama sakit. Apa yang terjadi? Ternyata istri kedua datang kepada mereka, dan merawat mereka berdua. Sungguh di luar dugaan.

Cerita belum usai. Di luar dugaan, ternyata si suami yang lebih dahulu meninggal. Setelah itu, rupa-rupanya istri kedua tetap dengan ikhlas merawat istri pertama. Tidak dapat dibayangkan betapa akward momen itu. Orang yang sudah berpuluh-puluh tahun dibenci, tiba-tiba hari ini menjadi orang yang merawat ketika diri sudah lemah tak berdaya. Di akhir cerita, istri pertama akhirnya meninggal, menyusul sang suami. Anak-anak dari istri pertama kemudian dapat akur kepada ibu tiri mereka, alias si istri kedua.
Ini kisah nyata teman-teman, benar-benar terjadi!

Kisah di bab selanjutnya, ada dari perspektif seorang pria dewasa yang punya komunitas poligami. The Poligamiers, namanya komunitasnya memang begitu kalo gak salah, wkkwqk. Beliau menceritakan anggota dari komunitas itu, aku benar-benar berdecak "kagum" ingin mengikuti jejak komunitas ini. #Ehh, bukan gitu maksudnya.
Salah satunya adalah begini. Ada cerita dari anggotanya, yang istrinya membolehkan poligami seandainya si suami telah memiliki penghasilan 10 juta rupiah per bulan. Si istri memberikan syarat yang dianggap tidak masuk akal untuk saat itu, sebab gaji suaminya hanya 700 ribu rupiah. Harapan si istri, suaminya tidak akan bisa poligami.
Namun, tak disangka, beberapa tahun setelah itu si suami benar-benar memiliki penghasilan 10 juta rupiah per bulan. Sebab janji telah diucapkan, akhirnya sang suami benar-benar melakukan poligami. Hahaha!

Btw, aku tidak bisa bercerita banyak tentang buku ini. Sebab saat itu aku hanya membaca sekitar 40 halaman saja. Baru tiga bab yang aku baca. Baru tiga cerita dari belasan cerita yang disajikan di buku tersebut.

Sejujurnya, setelah membaca sedikit dari buku tersebut, terutama bab mengenai komunitas The Poligamiers, aku jadi punya keinginan untuk melakukan poligami juga. Awkwkokw. Tapi nanti dulu mau poligami, monogami pun belum.
Buat si doi kalo baca paragraf ini, jangan dianggap serius. Becanda doang!

Masyarakat kita hari ini, sering menganggap poligami sebagai sunnah rasul. Padahal... bener sih. Eh, tapi sunnah rasul tidak hanya itu. Ada banyak sunnah yg lain. Membaca Al-Qur'an, shalat Dhuha, shalat Rawatib, bersedekah dan lain sebagainya. Masih banyak sekali.

Tapi, apabila memang ada yang melakukan poligami, kita tidak boleh nyinyir, men-judge, apalagi sampai memperolok mereka. Sebab pertama, itu adalah pilihan pribadi dan tidak menyalahi hukum agama. Poligami adalah halal! Sebab kedua, poligami adalah aturan agama yang dibenarkan syariat, maka tidak patut untuk kita jika memperolok aturan agama.

Apakah aku akan ber-poligami? Aku tidak tahu. Tunggu saja puluhan tahun ke depan!
Semoga tidak, tapi kalo memang terjadi yaa apa boleh buat. EHEHEHEE.


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Kang Mas Joe adalah seorang yang berpengalaman dalam pahit dan getirnya kehidupan, walaupun nyatanya tidak terlalu pahit. Mencoba berbagi tulisan melalui blog, semoga ada hikmah yang bisa diambil. Apabila ada kritik, saran, nasihat dan mau kerjasama. Silahkan DM melalui Instagram dan Twitter @KanggMas_Joe. Terimakasih!

POPULAR POSTS

  • Pencitraan Jilid Dua; Buku yang Aku Baca di Tahun 2020
      Beberapa hari ke belakang, rumahku sedang direnovasi. Maka buku-buku yang ada di rumah sedang tidak ada di rak buku seperti biasa. Begini ...
  • Masjid Cheng Hoo
    Masjid Muhammad Cheng Hoo, adalah salah satu masjid yang cukup terkenal di Palembang. Sering dijadikan sebagai tempat wisata religi. Menurut...
  • Balonku Ada Lima
    Jangan terkejut, ini bukan jimat, mantra, doa atau sebagainya!  Untuk kamu yang sudah jago membaca Al-Quran sejak kecil, aku yakin kamu past...
  • Menjadi Pacar Sewaan
    Hari ini adalah hari Ahad, pukul sepuluh pagi. Aku sedang duduk bersantai di rumah, sedang menatap layar laptop untuk melakukan blog walking...
  • 3 Bloggers yang Rajin BW
    Seperti biasa, di setiap penghujung bulan, Mbak Eno yang baik hatinya kembali membuat challange. Ini adalah event ketiga dari challange- nya...

Categories

  • Bisnis
  • Cerita
  • Opini
  • Perjalanan
  • Pernikahan
  • Sajak
  • Tutorial

Copyright © 2021 Kangg Mas Joe. Created by OddThemes